Share

Bab 2 : Pewaris Galaxi Group

Adam Sanjaya Galaxi memandang lekat putranya yang terlihat kurus dan tidak terawat. Pria 48 tahun itu memindai putranya dari atas sampai bawah. Sangat berbeda saat terakhir kali Sam pergi meninggalkan rumah mereka.

"Pulanglah, Samuel Lino!" ucapnya dengan memanggil nama lengkap Sam.

Sam hanya menggeleng.

"Maaf, Pa. Aku tidak ingin pulang," jawab Sam tegas.

Samuel Lino Galaxi, itu adalah nama lengkapnya. Sam adalah panggilan kecil dari Mamanya. Sam merasa terbebani saat menyandang nama keluarga besarnya.

Tapi hari ini Papanya berhasil menemukan keberadaannya. Itu pasti karena kekuatan uang Papanya atau permintaan Mamanya.

"Kamu harus mendengarkan papa, Sam. Perusahaan besar itu tidak mungkin papa sanggup mengurusnya sendirian." rayu papanya lagi.

"Bukankah sudah ada Om Hendra, suami dari Tante Angelina?" tanya Sam dengan wajah cuek.

"Mereka bukan pewaris utama, lagipula anaknya Angelina seorang perempuan yang masih sekolah, mereka tidak bisa mengambil alih perusahaan Kakekmu. Kita harus berhati-hati dengan Hendra, kamu pahamkan?” ungkap Adam.

Angelina adalah Adik kandung dari Adam yaitu Tante Sam.

Kakek Sam mewariskan Perusahaan yang bergerak di bidang Hotel, Resort bahkan Apartemen mewah yang tersebar di seluruh Indonesia bahkan di luar negeri yang sekarang dipimpin oleh Papanya.

"Berpikirlah dewasa, Nak. Apa kamu tidak merindukan Mamamu?" tanya Adam dengan nada sedih semakin menambah kerutan di wajahnya.

"Apa kabar Mama, Pa?"

Sam sebenarnya sangat merindukan Mamanya. Wanita yang selalu memanjakan Sam.

"Kesehatan Mamamu sering drop, itu karena dia selalu memikirkan dan mencemaskanmu," jelas Adam sendu tapi tidak mengurangi wajahnya yang tetap tampan.

Sam jadi ikut sedih mendengar penuturan Papanya, matanya sedikit berembun dan terlihat gelisah.

Tapi Sam akan tetap pada pendiriannya.

"Aku akan memikirkan itu nanti, Pa. Beri aku waktu," desahnya pelan.

"Baiklah, Sam. Papa tidak akan memaksamu. Pulanglah disaat kau merasa sudah siap, pintu rumah kita terbuka lebar untukmu."

Adam pun memberikan dompet milik Sam yang tidak dia bawa saat pergi dulu. Juga sebuah ponsel baru dan nomornya beserta nomor asisten pribadinya sudah ada di sana.

"Bawalah ini, di dalam ada kartu milikmu. Pakailah untuk membeli apa saja yang kamu butuhkan," jelas Adam.

"Baiklah, terimakasih, Pa. Sampaikan salamku pada Mama."

Sam mengambil dompetnya lalu melangkah pergi dari sana meninggalkan Adam yang menatapnya khawatir.

Sam pun berpikir apa yang akan dilakukannya sekarang, dia sudah tidak punya tempat tinggal.

Dia juga tidak punya baju untuk mengganti pakaian kerjanya yang sudah kumal. Sam teringat dompetnya, dengan semangat dia membukanya. Ada kartu identitas dan beberapa lembar uang, ada sebuah kartu unlimited berwarna hitam dari Bank terkemuka dan dicetak khusus untuk keluarga mereka dengan lambang huruf ‘G’ berwarna emas di salah satu sisi kartu. Hanya nama Galaxi yang memiliki kartu seperti itu.

Seperti mendapat Oase di padang pasir, Sam kembali bersemangat karena bisa menggunakan kartu itu untuk membeli kebutuhannya.

Di Mall Mewah….

Sam baru saja turun dari taksi. Dia tahu kalau Mall ini sudah menjadi anak cabang dari perusahaan Papanya.

"Aku beli baju dulu deh, tidak mungkin aku memakai baju seragam ini terus. Sudah bau juga!" ujar Sam sambil mengendus tubuhnya.

Sam mulai menuju toko pakaian yang tidak terlalu mahal, dia hanya ingin membeli beberapa baju kaos dan beberapa potong celana jeans.

Para karyawan di sana melihat Sam dengan tatapan jijik dan aneh karena penampilannya yang kotor dan dekil.

Sam tidak peduli meskipun semua orang mengawasinya, dengan cepat dia mengambil beberapa potong pakaian dan langsung menuju kasir.

"Pak, apa tidak salah masuk? Di sini hanya menjual pakaian mahal! Pergi sana! Dasar pria kotor dan miskin!" usirnya dengan ketus.

"Aku ingin membeli semua ini, aku akan membayarnya!" Sam tetap bersikeras.

Dia masih bersikap sabar menghadapi karyawan itu. Dia juga tidak mau menyombongkan diri kalau dia sebenarnya punya kekayaan melimpah.

"Apa Bapak punya uang?" jawab karyawan wanita itu sinis.

"Kalau aku mau, semua yang ada di sini bisa aku beli!" ujar Sam percaya diri.

"Apa? Hahaha!" dia malah menertawakan Sam.

Sam berusaha untuk tetap tenang dan menyerahkan kartu unlimited miliknya.

Karyawan wanita itu tidak percaya kalau kartu itu asli karena tampilannya yang berbeda dari kartu yang biasa diterimanya.

"Apa ini kartu mainan, Pak? Anda pasti tidak bisa membuktikannya karena penipu kan?! Mengaku saja kalau tidak punya uang!" ujarnya dengan bibir manyun.

"Co-coba dicek dulu transaksinya!" pinta Sam sedikit gugup.

Sam sebenarnya juga ragu apakah kartu itu bisa berfungsi atau tidak.

Dia juga tidak tahu apakah di dalamnya ada uang atau tidak.

Tapi saat selesai mengeceknya, mulut wanita itu menganga dengan lebar melihat transaksi yang berhasil.

"I-ini kartu Anda!" jawab wanita itu dengan wajah pucat karena Sam berhasil membeli seluruh barang yang ada di toko itu.

"Lain kali jangan hanya melihat seseorang dari penampilannya!" ucap Sam tegas.

Dia lega setelah tahu kalau kartu itu benar-benar berfungsi.

"Maaf sudah meragukan Anda. Terima kasih sudah belanja!" ucap karyawan itu menunduk hormat.

"Pakaian yang lain bisa kalian kirimkan ke Yayasan amal! Aku hanya butuh ini!" ujar Sam sambil mengambil kantong belanjaannya.

Sam pun berganti pakaian di ruang ganti, dia juga membuang seragam usangnya ke dalam tong sampah. Dia tidak memerlukan pakaian kotor itu lagi.

Sam merasa bersemangat setelah mengetahui semua uangnya ada di dalam genggamannya saat ini.

"Aku akan membeli apartemen!" gumamnya tersenyum lebar.

Karena perutnya masih lapar, dia memutuskan untuk makan terlebih dahulu.

Baru saja pemuda blasteran itu duduk, suara wanita yang tidak asing membuatnya mendongak.

"Wah! Lihat siapa yang duduk di sini?" Dinda berkata dengan tangan terlipat di depan dada.

Ada juga Reno berdiri di samping Dinda dengan gaya angkuh.

"Aku hanya ingin makan, apa itu salah?" jawab Sam santai.

Dia tidak lagi takut menghadapi Reno sekarang, bahkan hotel kecil miliknya bisa Sam beli saat ini juga.

"Apa kau punya uang untuk membayar makanan di sini?" Reno duduk di kursi depan Sam.

"Tentu saja tidak, Sayang. Mana bisa pria miskin dan pengangguran makan di restoran mahal!" Dinda menertawakan Sam.

Sam yang melihat sikap Dinda saat ini merasa menyesal pernah mencintai gadis itu.

"Kalau kalian sudah selesai bicara, silahkan pergi dari sini!" Sam tidak tahan lama-lama melihat mereka.

"Hahaha! Untuk apa aku pergi dari restoran milikku!" ucap Reno sambil tertawa kencang.

'Jadi Restoran kecil ini miliknya? Sombong!'

Sam tidak terkejut lagi seperti saat di hotel, malah sekarang lebih terlihat santai, karena dia ingin melihat apa saja aset yang Reno miliki.

"Kau yang seharusnya pergi dari sini! Kau hanya akan membuat dirimu malu, Sam!" Dinda juga ikut mengusirnya dari sana.

"Aku yakin dia pasti sudah mencuri dompet seseorang. Apa kau kemari berjalan kaki? Seharusnya kau membawa mobil sepertiku!" Reno kembali menyombongkan diri.

"Apa hanya itu yang kau punya?" tanya Sam dengan tersenyum miring.

Reno merasa geram dengan sikap Sam yang tidak lagi takut padanya dan juga aura Sam yang terlihat berbeda saat ini.

"Cepat pergi dari sini pria miskin!" usir Reno menggebrak meja.

Sam yang sudah tidak bisa menahan emosinya bangkit berdiri dan melayangkan bogem mentah ke wajah Reno hingga tubuhnya tersungkur ke lantai.

"Hei, apa yang kau lakukan?" Dinda berteriak histeris.

Sam pun mencengkram kerah baju Reno dan kembali memukul wajahnya, tidak ada seorang pengunjung pun yang berani melerai mereka.

"Jangankan makanan di sini, sekarang juga restoran ini bisa aku beli!" Sam berkata dengan nada dingin dan tatapan tajam pada Reno.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status