Share

Chapter 188

Author: Sya Reefah
last update Last Updated: 2025-04-30 23:55:13

Pagi menyapa dengan cahaya lembut menyusup dari celah gorden.

Henry dan Eva masih tertidur pulas. Kehangatan masih terasa di antara mereka, sisa dari kebersamaan yang baru saja terjadi semalam.

Eva membuka matanya perlahan, mengerjap beberapa kali sebelum akhirnya dia benar-benar terbangun. Kedua matanya mencerna suasana kamar yang begitu asing.

Di mana ini?

Dia belum sepenuhnya sadar. Hingga dia merasakan tangan kekar memeluk tubuhnya.

Dia menoleh. Di sampingnya, Henry masih tertidur pulas. Deru napasnya terdengar begitu teratur.

Henry?

Butuh tiga detik untuk mencerna hingga dia benar-benar sadar dengan kejadian semalam. Dia mengangkat selimut dan melihat ke dalamnya. Rona merah mulai terlihat di pipinya.

Dia malu, dan segera menarik selimut untuk membungkus kepalanya. Pergerakannya itu membuat Henry terbangun.

Mata Henry masih setengah terpejam, ekspresi khas seseorang yang baru saja terbangun.

Dengan mata setengah terbuka itu, dia bisa melihat gundukan selimut di depannya.
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Latest chapter

  • Tuan Pewaris, Nyonya Memilih Pergi    Chapter 202

    Henry merasa tidak bisa bergerak leluasa, dia mengangkat tubuh Eva, membawanya ke tempat tidur dan membaringkannya di sana.Tak mau berlama-lama, dia kembali menyerbu Eva dengan ciuman dan sentuhan-sentuhan lembutnya. Kali ini, salah tangannya menelusup ke dalam pakaian Eva, merasakan kelembutan kulit Eva. “Henry ….” suaranya pelan dan gemetar. Henry tak menjawab. Dia terus memberikan sentuhan-sentuhan lembut padanya. Henry menghentikan ciumannya. Tangannya perlahan mengangkat pakaian Eva, memberikan akses ke area dadanya.Dia memandangi Eva sejenak, matanya penuh dengan gelora yang membara. Eva balas menatapnya, bibirnya sedikit terbuka, napasnya tidak beraturan.Senyum nakal terbit dari sudut bibir Henry. Dia kembali menunduk, bibirnya kini menyentuh perut rata Eva. Dia memberikan kecupan-kecupan lembut di sekitarnya, dan perlahan-lahan, ciuman itu merambat ke area dadanya. Eva menggeliat dalam pelukannya. Henry membuka sedikit mulutnya dan memberikan sentuhan lembut di punca

  • Tuan Pewaris, Nyonya Memilih Pergi    Chapter 201

    Eva mendongak ketika tubuh Henry menutupi cahaya di sekitarnya. “Kenapa belum berangkat?” tanyanya dengan datar, dan bersikap seolah-olah tidak tahu apa yang dilakukan pria itu. Dia kembali menunduk dan memainkan ponsel. “Bukankah kau harus pergi ke Kantor?”Dalam hatinya, dia merasa puas sudah membuat Henry kelimpungan sendiri. Wajah suaminya tampak lelah dan kusut, meski pria itu sudah berdandan dan berpakaian rapi. Memangnya enak!Memangnya hanya dia yang bisa melakukan ini?Kini giliran Henry yang merasakan bagaimana rasanya diabaikan. Eva tak berniat luluh dalam waktu cepat. Bukan karena ingin memperpanjang masalah, tapi, biarkan pria itu mendapatkan pelajaran. Biarlah Henry gelisah. Biarlah pria itu lelah sendiri. Untuk sekarang, Eva merasa diamnya lebih berguna daripada mengeluarkan seribu kata. Melihat respon Eva benar-benar membuatnya kehilangan kesabaran. Dia tidak tahan didiamkan dan mendapat perlakuan cuek dari istrinya. Ini adalah hal yang paling menyiksanya dari ap

  • Tuan Pewaris, Nyonya Memilih Pergi    Chapter 200

    “Apa kau cemburu?” Cemburu?Apa-apan ini?Dasar pria tidak sadar diri!Mata Eva semakin tajam, tapi bukan karena cemburu, melainkan karena pria itu sama sekali tidak menyadari kesalahan yang diperbuat. Dia menghela napas, menahan amarah yang nyaris meledak. “Kalau kau tidak menyadari kesalahanmu, mungkin memang kita tidak perlu bicara.” Wajah Henry pucat. Kata-kata itu berhasil membuatnya tak berkutik. Dia bukan tipe pria yang tahan jika diperlakukan seperti itu, dibiarkan bertanya-tanya dalam diam. Diamnya Eva seperti dinding dingin yang menghimpitnya. Mana mungkin dia bisa bertahan saat satu-satunya suara yang ingin selalu dia dengar itu membungkam diri, tak mau bicara lagi. “Eva ….” Dia mulai merengek. “Kau boleh marah padaku, aku akan terima. Tapi jangan mendiamkanku.”Dia menghela napas kemudian menunjukkan ekspresi tidak senang.“Kenapa kau tega sekali, aku bahkan tidak bisa tidur karena kau tidak mau membuka pintu dan tidak mau bicara denganku,” lanjutnya.“Rumah ini ada

  • Tuan Pewaris, Nyonya Memilih Pergi    Chapter 199

    Tok!Tok!Tok!Ketukan pintu itu terdengar jelas di tengah keheningan suasana kamarnya.Eva yang duduk selonjoran di tepian tempat tidur dengan ponsel di genggamannya seketika mendongakkan wajah. “Ini saya, Nyonya.”Eva mengenali pemilik suara itu, yang tak lain adalah Rosa, salah satu pelayan mereka. Perlahan, dia bangkit dan melangkah ke arah pintu, dan membukanya. Rosa berdiri di sana, dengan senyum hangat dan tangan tertaut di depan perutnya.“Maaf mengganggu, Nyonya,” ucapnya ramah. “Makan malam sudah siap. Tuan Henry sudah menunggu di meja makan.” Eva diam beberapa saat, lalu menjawab dengan datar, “Nanti saja, Rosa. Aku belum lapar.” Tangannya mulai menarik pintu dan menutupnya kembali.Tapi, Rosa memberanikan diri. “Nyonya ….”Eva mengurungkan niatnya, pintu tak sepenuhnya tertutup. Dia menatap Rosa dengan alis sedikit terangkat. Rosa kembali melanjutkan dengan berhati-hati saat memilih kata. “Maaf, Nyonya. Saya tahu ini bukan rana saya berbicara. Tapi, saya lihat, sedari

  • Tuan Pewaris, Nyonya Memilih Pergi    Chapter 198

    Henry duduk di sofa dengan mata terpaku di depan layar ponselnya, memutar rekaman CCTV yang baru saja dikirim oleh Ryan. Dalam video itu, awalnya menunjukkan koridor yang tampak sepi, dan beberapa staf berlalu lalang. Namun beberapa detik kemudian, video memperlihatkan dua wanita yang dia kenali.Eva dan Julia.Awalnya, Eva tampak tak memerdulikan keberadaan Julia, tetapi Julia mengikutinya dan mengatakan hal yang membuat rahang Henry mengeras saat itu juga. Detik-detik dalam video terus berputar. Dan Julia terus-terusan mengejeknya. Kata-kata dari mulut Julia itu meluncur cepat. Namun Eva tetap bersikap santai. Di sana, juga terlihat jika Julia hampir saja menampar istrinya. Kemudian, Eva menamparnya. Henry mematikan ponselnya dan mengusap wajahnya kasar. Dia merutuki dirinya sendiri saat ini. Membela seseorang bukan karena benar, tapi karena kasihan di depan istrinya, itu ternyata adalah sebuah kesalahan besar. Dan sekarang, Eva tengah marah padanya. Dan dia tahi, membujuk Ev

  • Tuan Pewaris, Nyonya Memilih Pergi    Chapter 197

    “Kirimkan rekaman CCTV itu padaku sekarang juga!”Ryan spontan menjauhkan ponselnya dari telinganya saat teriakan Henry tiba-tiba menggema di ujung telepon. Alisnya berkerut, dan sedikit terkejut karena suara Henry memekakkan telinga. Dia memandangi layar ponselnya sejenak dengan ekspresi bertanya-tanya. Dia menghela napasnya panjang kemudian bertanya dengan sabar, “Rekaman CCTV apa, Tuan?” “Koridor menuju ruanganku! Cepat lakukan!” Nada suaranya terdengar marah dan tidak mau tahu. “And—”Tut! Belum sempat Ryan kembali bersuara, telepon itu sudah berakhir. Dia kembali memandangi layar ponselnya yang sudah meredup. Otaknya masih mencerna apa yang terjadi, dan kenapa tiba-tiba Henry marah?“Apa yang terjadi? Kenapa sikapnya gampang sekali berubah?” desisnya. “Lagi-lagi aku yang jadi sasaran.” Dengan terburu-buru, Ryan segera menuju ruang informasi dan meminta rekaman CCTV sesuai permintaan Henry. Sebelum dia benar-benar memberikan rekaman CCTV itu, dia melihat apa yang baru saja

  • Tuan Pewaris, Nyonya Memilih Pergi    Chapter 196

    Kedatangan Eva saat ini seperti hadiah besar untuknya. Hatinya sangat tidak sabar bertemu dengan istrinya.Dari kejauhan, dia bisa menangkap sosok Eva yang tengah berbicara dengan Julia. Langkahnya semula mantap itu terhenti ketika suara tamparan menggema di udara. Matanya melebar saat melihat Julia tengah memegang pipinya, sementara Eva berdiri tegak, ekspresinya datar, tapi tegas. “Kurang ajar kau!” Julia ingin menyerang kembali. Namun, begitu matanya menangkap sosok Henry yang tak jauh jaraknya, dia segera berubah. Kakinya mundur selangkah. Wajah yang semula marah kini berubah sendu dan memelas.“Kenapa kau lakukan itu, Eva. Aku hanya ingin bicara baik-baik denganmu,” lirihnya, sedikit memohon.Alis Eva berkedut, bertanya-tanya, kenapa dengannya?Bisik-bisik mulai terdengar di sekitar mereka. Namun, Eva tidak memerdulikan. Karena dia tidak bersalah. Jika dulu dia selalu berhati-hati dalam bersikap, maka sekarang tidak. Dia akan membalas jika orang itu menyentuhnya.Saat itu, Hen

  • Tuan Pewaris, Nyonya Memilih Pergi    Chapter 195

    Henry duduk dengan malasnya di kursi kebesarannya. Dengan satu gerakan pelan, dia memutar kursinya, dan melakukannya berulang-ulang kali. Di selah-selah gerakan memutar, tangannya mengambil sebuah laporan keuangan. Menurutnya, isi dari halaman itu tak lebih dari sebuah koran yang membosankan. Dengan ekspresi tenang dan bibir tersungging, dia mengambil satu lembar dan menjadikannya pesawat kertas. “Pyuuuh.”Dia menerbangkan pesawat kertas itu, hingga akhirnya jatuh di sudut lacinya. Henry kembali membuat bentuk pesawat dan menerbangkannya. Hal itu dilakukan hingga beberapa kali. “Laporan apa ini? Apa mereka kira ini tugas sekolah?” katanya ringan, nada suaranya terdengar mengejek. “Di halaman dua dan empat, angkanya bisa berbeda 2 juta dollar. Siapa yang membuatnya? Apa kalian tidak mengoreksinya sebelum memberikan padaku?”Ryan meringis melihat kertas-kertas yang hilang harga dirinya. Hari-harinya mungkin Henry terlihat lebih sumringah, tetapi itu tidak cukup menyamarkan betapa m

  • Tuan Pewaris, Nyonya Memilih Pergi    Chapter 194

    Eva melangkah masuk ke dalam kafe berdesain minimalis dan elegan di sudut kota. Aroma kopi menyambutnya hangat. Di sudut ruangan, Sophia sudah menunggunya dengan cangkir di tangannya. Rambutnya disanggul rapi. Atasan berwarna putih dengan kerah berbentuk V dan rok panjang berwarna hitam dengan motif bunga membalut tubuh rampingnya. Meski pakaian yang dikenakan sederhana, tapi itu tidak mengurangi kharismatiknya. Wajahnya tersenyum, lalu satu tangannya melambai dan memanggil, “Eva!”Eva membalas senyumnya dan menghampiri. “Maaf sudah membuatmu menunggu, Sophia.” “Tidak apa-apa. Aku senang sekali karena akhirnya kita bisa bertemu lagi.” Setiap kata yang keluar dari mulutnya begitu tertata dan teratur, Eva bisa merasakan wibawa dan kharismanya. Tak heran jika wanita ini cocok menjadi pendamping CEO ternama di kalangannya. “Pesanlah dulu.” Sophia memberikan buku menu untuknya. Dia sendiri sudah memesan matcha latte.Eva menerimanya lalu memilih minuman yang sama dan croissant. Setela

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status