Share

Chapter 204

Author: Sya Reefah
last update Last Updated: 2025-05-22 23:58:54

Henry menghela napas. “Aku akan bicara langsung pada Julia. Aku sempat merasa kasihan padanya kemarin, dan karena ini, Eva mendiamkanku dari kemarin.” Dia berdesis.

Ryan memutar kedua matanya malas, muak dengan sikap Henry yang masih saja memikirkan Julia. “Kalau begitu, saya mendukung Nyonya Eva. Lebih baik saya menjadi sekutu Nyonya daripada sekutu Anda.”

Dia menyandarkan punggungnya, bersidekap, mencoba menahan diri agar tidak melakukan sesuatu yang ekstrim. Kepalanya berdenyut hanya karena mendengar nama Julia. Dalam pikirannya, betapa nikmatnya jika dia bisa memukul kepala Henry menggunakan buku tebal di atas meja, agar pria itu sadar betapa bodohnya dia.

Pikir Ryan, mungkin jika kepalanya diketuk dengan keras itu membuat otaknya bergerak ke arah logika.

“Tuan ….” Ryan berdesis. “Nona Julia itu tidak sepenuhnya baik seperti apa yang Anda lihat. Dia sudah beberapa kali bersikap kasar pada Nyonya Eva. Tapi kenapa Anda selalu membelanya, seolah dia gadis suci,” lanjutnya dengan s
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Latest chapter

  • Tuan Pewaris, Nyonya Memilih Pergi    Chapter 204

    Henry menghela napas. “Aku akan bicara langsung pada Julia. Aku sempat merasa kasihan padanya kemarin, dan karena ini, Eva mendiamkanku dari kemarin.” Dia berdesis.Ryan memutar kedua matanya malas, muak dengan sikap Henry yang masih saja memikirkan Julia. “Kalau begitu, saya mendukung Nyonya Eva. Lebih baik saya menjadi sekutu Nyonya daripada sekutu Anda.”Dia menyandarkan punggungnya, bersidekap, mencoba menahan diri agar tidak melakukan sesuatu yang ekstrim. Kepalanya berdenyut hanya karena mendengar nama Julia. Dalam pikirannya, betapa nikmatnya jika dia bisa memukul kepala Henry menggunakan buku tebal di atas meja, agar pria itu sadar betapa bodohnya dia. Pikir Ryan, mungkin jika kepalanya diketuk dengan keras itu membuat otaknya bergerak ke arah logika. “Tuan ….” Ryan berdesis. “Nona Julia itu tidak sepenuhnya baik seperti apa yang Anda lihat. Dia sudah beberapa kali bersikap kasar pada Nyonya Eva. Tapi kenapa Anda selalu membelanya, seolah dia gadis suci,” lanjutnya dengan s

  • Tuan Pewaris, Nyonya Memilih Pergi    Chapter 203

    Sesaat kemudian dia bisa menebak apa yang baru saja terjadi. Ryan mengerutkan bibirnya, menahan senyumnya. Tak heran jika Henry mengosongkan jadwalnya tanpa pemberitahuan lebih dulu.Harusnya, dia tidak datang saat momen romantis mereka terbangun. Henry menyadarinya. Dia melototi Ryan dengan alis sedikit terangkat lalu berkata ketus, “Apa yang kau tertawakan?” Namun, Ryan tidak menjawabnya. Bibirnya terkatup rapat, tapi, dia masih tidak bisa menyembunyikan tawanya. Melihat Ryan mati-matian menahan tawanya membuat mata Henry semakin tajam. Eva yang berdiri tak jauh dari mereka sedikit bingung, tidak tahu apa yang sedang mereka bincangkan. Tindakan Henry baru saja itu membuatnya tersadar. Sepertinya, Ryan menahan tawanya karena suaminya menciumnya tepat di depannya. Tiba-tiba saja, wajahnya menghangat, dan rona merah menghiasi pipinya. Dia juga tidak tahu apa motif Henry melakukan itu. Akan tetapi, pria itu memang selalu melakukan apa saja sesuka hatinya–bahkan tidak ragu menciumn

  • Tuan Pewaris, Nyonya Memilih Pergi    Chapter 202

    Henry merasa tidak bisa bergerak leluasa, dia mengangkat tubuh Eva, membawanya ke tempat tidur dan membaringkannya di sana.Tak mau berlama-lama, dia kembali menyerbu Eva dengan ciuman dan sentuhan-sentuhan lembutnya. Kali ini, salah tangannya menelusup ke dalam pakaian Eva, merasakan kelembutan kulit Eva. “Henry ….” suaranya pelan dan gemetar. Henry tak menjawab. Dia terus memberikan sentuhan-sentuhan lembut padanya. Henry menghentikan ciumannya. Tangannya perlahan mengangkat pakaian Eva, memberikan akses ke area dadanya.Dia memandangi Eva sejenak, matanya penuh dengan gelora yang membara. Eva balas menatapnya, bibirnya sedikit terbuka, napasnya tidak beraturan.Senyum nakal terbit dari sudut bibir Henry. Dia kembali menunduk, bibirnya kini menyentuh perut rata Eva. Dia memberikan kecupan-kecupan lembut di sekitarnya, dan perlahan-lahan, ciuman itu merambat ke area dadanya. Eva menggeliat dalam pelukannya. Henry membuka sedikit mulutnya dan memberikan sentuhan lembut di punca

  • Tuan Pewaris, Nyonya Memilih Pergi    Chapter 201

    Eva mendongak ketika tubuh Henry menutupi cahaya di sekitarnya. “Kenapa belum berangkat?” tanyanya dengan datar, dan bersikap seolah-olah tidak tahu apa yang dilakukan pria itu. Dia kembali menunduk dan memainkan ponsel. “Bukankah kau harus pergi ke Kantor?”Dalam hatinya, dia merasa puas sudah membuat Henry kelimpungan sendiri. Wajah suaminya tampak lelah dan kusut, meski pria itu sudah berdandan dan berpakaian rapi. Memangnya enak!Memangnya hanya dia yang bisa melakukan ini?Kini giliran Henry yang merasakan bagaimana rasanya diabaikan. Eva tak berniat luluh dalam waktu cepat. Bukan karena ingin memperpanjang masalah, tapi, biarkan pria itu mendapatkan pelajaran. Biarlah Henry gelisah. Biarlah pria itu lelah sendiri. Untuk sekarang, Eva merasa diamnya lebih berguna daripada mengeluarkan seribu kata. Melihat respon Eva benar-benar membuatnya kehilangan kesabaran. Dia tidak tahan didiamkan dan mendapat perlakuan cuek dari istrinya. Ini adalah hal yang paling menyiksanya dari ap

  • Tuan Pewaris, Nyonya Memilih Pergi    Chapter 200

    “Apa kau cemburu?” Cemburu?Apa-apan ini?Dasar pria tidak sadar diri!Mata Eva semakin tajam, tapi bukan karena cemburu, melainkan karena pria itu sama sekali tidak menyadari kesalahan yang diperbuat. Dia menghela napas, menahan amarah yang nyaris meledak. “Kalau kau tidak menyadari kesalahanmu, mungkin memang kita tidak perlu bicara.” Wajah Henry pucat. Kata-kata itu berhasil membuatnya tak berkutik. Dia bukan tipe pria yang tahan jika diperlakukan seperti itu, dibiarkan bertanya-tanya dalam diam. Diamnya Eva seperti dinding dingin yang menghimpitnya. Mana mungkin dia bisa bertahan saat satu-satunya suara yang ingin selalu dia dengar itu membungkam diri, tak mau bicara lagi. “Eva ….” Dia mulai merengek. “Kau boleh marah padaku, aku akan terima. Tapi jangan mendiamkanku.”Dia menghela napas kemudian menunjukkan ekspresi tidak senang.“Kenapa kau tega sekali, aku bahkan tidak bisa tidur karena kau tidak mau membuka pintu dan tidak mau bicara denganku,” lanjutnya.“Rumah ini ada

  • Tuan Pewaris, Nyonya Memilih Pergi    Chapter 199

    Tok!Tok!Tok!Ketukan pintu itu terdengar jelas di tengah keheningan suasana kamarnya.Eva yang duduk selonjoran di tepian tempat tidur dengan ponsel di genggamannya seketika mendongakkan wajah. “Ini saya, Nyonya.”Eva mengenali pemilik suara itu, yang tak lain adalah Rosa, salah satu pelayan mereka. Perlahan, dia bangkit dan melangkah ke arah pintu, dan membukanya. Rosa berdiri di sana, dengan senyum hangat dan tangan tertaut di depan perutnya.“Maaf mengganggu, Nyonya,” ucapnya ramah. “Makan malam sudah siap. Tuan Henry sudah menunggu di meja makan.” Eva diam beberapa saat, lalu menjawab dengan datar, “Nanti saja, Rosa. Aku belum lapar.” Tangannya mulai menarik pintu dan menutupnya kembali.Tapi, Rosa memberanikan diri. “Nyonya ….”Eva mengurungkan niatnya, pintu tak sepenuhnya tertutup. Dia menatap Rosa dengan alis sedikit terangkat. Rosa kembali melanjutkan dengan berhati-hati saat memilih kata. “Maaf, Nyonya. Saya tahu ini bukan rana saya berbicara. Tapi, saya lihat, sedari

  • Tuan Pewaris, Nyonya Memilih Pergi    Chapter 198

    Henry duduk di sofa dengan mata terpaku di depan layar ponselnya, memutar rekaman CCTV yang baru saja dikirim oleh Ryan. Dalam video itu, awalnya menunjukkan koridor yang tampak sepi, dan beberapa staf berlalu lalang. Namun beberapa detik kemudian, video memperlihatkan dua wanita yang dia kenali.Eva dan Julia.Awalnya, Eva tampak tak memerdulikan keberadaan Julia, tetapi Julia mengikutinya dan mengatakan hal yang membuat rahang Henry mengeras saat itu juga. Detik-detik dalam video terus berputar. Dan Julia terus-terusan mengejeknya. Kata-kata dari mulut Julia itu meluncur cepat. Namun Eva tetap bersikap santai. Di sana, juga terlihat jika Julia hampir saja menampar istrinya. Kemudian, Eva menamparnya. Henry mematikan ponselnya dan mengusap wajahnya kasar. Dia merutuki dirinya sendiri saat ini. Membela seseorang bukan karena benar, tapi karena kasihan di depan istrinya, itu ternyata adalah sebuah kesalahan besar. Dan sekarang, Eva tengah marah padanya. Dan dia tahi, membujuk Ev

  • Tuan Pewaris, Nyonya Memilih Pergi    Chapter 197

    “Kirimkan rekaman CCTV itu padaku sekarang juga!”Ryan spontan menjauhkan ponselnya dari telinganya saat teriakan Henry tiba-tiba menggema di ujung telepon. Alisnya berkerut, dan sedikit terkejut karena suara Henry memekakkan telinga. Dia memandangi layar ponselnya sejenak dengan ekspresi bertanya-tanya. Dia menghela napasnya panjang kemudian bertanya dengan sabar, “Rekaman CCTV apa, Tuan?” “Koridor menuju ruanganku! Cepat lakukan!” Nada suaranya terdengar marah dan tidak mau tahu. “And—”Tut! Belum sempat Ryan kembali bersuara, telepon itu sudah berakhir. Dia kembali memandangi layar ponselnya yang sudah meredup. Otaknya masih mencerna apa yang terjadi, dan kenapa tiba-tiba Henry marah?“Apa yang terjadi? Kenapa sikapnya gampang sekali berubah?” desisnya. “Lagi-lagi aku yang jadi sasaran.” Dengan terburu-buru, Ryan segera menuju ruang informasi dan meminta rekaman CCTV sesuai permintaan Henry. Sebelum dia benar-benar memberikan rekaman CCTV itu, dia melihat apa yang baru saja

  • Tuan Pewaris, Nyonya Memilih Pergi    Chapter 196

    Kedatangan Eva saat ini seperti hadiah besar untuknya. Hatinya sangat tidak sabar bertemu dengan istrinya.Dari kejauhan, dia bisa menangkap sosok Eva yang tengah berbicara dengan Julia. Langkahnya semula mantap itu terhenti ketika suara tamparan menggema di udara. Matanya melebar saat melihat Julia tengah memegang pipinya, sementara Eva berdiri tegak, ekspresinya datar, tapi tegas. “Kurang ajar kau!” Julia ingin menyerang kembali. Namun, begitu matanya menangkap sosok Henry yang tak jauh jaraknya, dia segera berubah. Kakinya mundur selangkah. Wajah yang semula marah kini berubah sendu dan memelas.“Kenapa kau lakukan itu, Eva. Aku hanya ingin bicara baik-baik denganmu,” lirihnya, sedikit memohon.Alis Eva berkedut, bertanya-tanya, kenapa dengannya?Bisik-bisik mulai terdengar di sekitar mereka. Namun, Eva tidak memerdulikan. Karena dia tidak bersalah. Jika dulu dia selalu berhati-hati dalam bersikap, maka sekarang tidak. Dia akan membalas jika orang itu menyentuhnya.Saat itu, Hen

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status