Share

Chapter 254

Penulis: Sya Reefah
last update Terakhir Diperbarui: 2025-08-07 23:47:48

Henry mencengkeram setir kemudi erat, hingga buku-buku jarinya memutih. Pandangannya fokus ke depan, tetapi pikirannya berkecamuk. Tuduhan yang dilontarkan Elise masih terngiang jelas di kepalanya.

Tangisan Julia tak lagi menyentuh hatinya, justru menimbulkan kemarahan dan muak tak terbendung. Perasaan menyesal menguar begitu saja. Harusnya, dia tak memperlakukan wanita itu dengan istimewa hanya karena balas budi di masa lalu.

Kini, dia merasa dijebak. Bukan hanya Julia, tetapi dengan sepupunya.

Tiba-tiba, layar dashboardnya menyala.

Incoming call: Ryan.

Henry memandang layar itu sejenak. Detik berikutnya, dia menekan tombol talk. Dan suara berat Ryan mulai terdengar.

“Halo, Tuan,” suaranya terdengar panik di seberang sana. “Ada kabar buruk.”

“Kabar apa lagi?” tanya Henry dengan sedikit lelah.

Hanya dengan helaan napas Ryan di ujung sana, Henry tahu, bahwa kali ini pasti lebih mengejutkan dari masalah sebelumnya.

“Begini, Tuan ….” Ryan ragu-ragu mengatakan. “Media memberitakan
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Bab Terkunci

Bab terbaru

  • Tuan Pewaris, Nyonya Memilih Pergi    Chapter 254

    Henry mencengkeram setir kemudi erat, hingga buku-buku jarinya memutih. Pandangannya fokus ke depan, tetapi pikirannya berkecamuk. Tuduhan yang dilontarkan Elise masih terngiang jelas di kepalanya.Tangisan Julia tak lagi menyentuh hatinya, justru menimbulkan kemarahan dan muak tak terbendung. Perasaan menyesal menguar begitu saja. Harusnya, dia tak memperlakukan wanita itu dengan istimewa hanya karena balas budi di masa lalu. Kini, dia merasa dijebak. Bukan hanya Julia, tetapi dengan sepupunya. Tiba-tiba, layar dashboardnya menyala. Incoming call: Ryan. Henry memandang layar itu sejenak. Detik berikutnya, dia menekan tombol talk. Dan suara berat Ryan mulai terdengar. “Halo, Tuan,” suaranya terdengar panik di seberang sana. “Ada kabar buruk.”“Kabar apa lagi?” tanya Henry dengan sedikit lelah. Hanya dengan helaan napas Ryan di ujung sana, Henry tahu, bahwa kali ini pasti lebih mengejutkan dari masalah sebelumnya. “Begini, Tuan ….” Ryan ragu-ragu mengatakan. “Media memberitakan

  • Tuan Pewaris, Nyonya Memilih Pergi    Chapter 253

    Henry memasuki mension dengan langkah gontai, rasa malas dan beban di perusahaannya begitu menumpuk di pundaknya. Namun, langkahnya terhenti ketika tiba di ruang tamu. Keningnya berkerut, dia terkejut melihat pemandangan di depannya.Di sofa panjang, Samuel duduk seorang diri. Di seberangnya, Elise duduk sambil memeluk Julia yang terisak—menyembunyikan wajahnya di bahunya. Sementara Martin duduk di sofa single dengan tatapan tajam, seperti singa yang siap menerkam. “Ada apa, Ma?” tanya Henry begitu dia mendudukkan dirinya di sebelah Samuel. Matanya beralih menatap ke arah sepupunya yang tak biasa datang. “Kenapa kau di sini?” Namun, samuel hanya diam tak menjawab. Suara Henry membuat Julia menoleh, segera menyeka air matanya. “Masih bertanya ada apa?” Suara Elise meninggi, meledak-ledak dipenuhi amarah. “Kau tidak sadar dengan apa yang kau lakukan? Kau sudah menghamili Julia, tapi masih bertanya ada apa!” Kata-kata itu bagaikan petir yang menyambar. Tubuhnya mematung. Otaknya me

  • Tuan Pewaris, Nyonya Memilih Pergi    Chapter 252

    Ryan kembali ke ruang Henry membawa setumpuk kertas di tangannya dengan wajah yang cemas. Berita di portal sosial semakin liar menyebut Henry sebagai plagiat—pengusaha bermuka dua yang mencuri konsep perusahaan dari pesaingnya. Beragam komentar pedas membanjiri setiap unggahan, bahkan beberapa paket teror diperolehnya. “Tuan, ini sudah diluar kendali,” ucap Ryan, sambil meletakkan berkas itu di atas meja. “Banyak yang memberi rating buruk pada perusahaan kita. Beberapa karyawan mendapat bully-an para pengguna media sosial, bahkan beberapa berniat mengundurkan diri.”Henry tampak tenang menatap layar komputernya yang menampilkan grafik proyek. Grafiknya anjlok seiring beredarnya kabar buruk menimpa perusahaan. Namun tidak ada keraguan di matanya, dia yakin jika setelah ini, perusahaannya kembali bangkit. “Biarkan saja mereka pergi,” ujarnya tegas. “Jika mereka tidak bisa bertahan di masa sulit seperti ini, mereka tidak pantas di sini.”Ryan terkejut dengan jawaban Henry. Terdengar se

  • Tuan Pewaris, Nyonya Memilih Pergi    Chapter 251

    Eva meletakkan kantong kresek di atas meja lalu mendudukkan dirinya di sofa yang sama dengan Henry. Wajah kelelahan tampak jelas di wajahnya. Sebelumnya, dia tidak pernah melihat suaminya dengan wajah selelah itu.Dengan perlahan, Eva mengangkat tangannya dan menyentuh ujung hidung Henry, mengusapnya dari atas ke bawah. Senyum terukir di bibirnya.Henry merasakan sentuhan itu. Kelopak matanya bergetar, lalu perlahan terbuka. Dia mengerjap, menormalkan pandangannya, sebelum fokus pada wajah yang sangat dikenali.Dia terkejut. Seketika matanya melebar. “Eva?” suaranya serak karena bangun tidur. “Kenapa kau di sini?” Alis Henry saling bertaut. Bukan karena tidak suka, tetapi kasihan melihat istrinya harus datang ke kantornya di tengah malam seperti ini di tengah kondisinya sedang mengandung. Masih dalam kondisi setengah sadar, Henry membuka tangannya lebar-lebar, meminta Eva untuk mendekat. Sebuah kerinduan mendalam menyelimutinya, sehingga dia tak bisa menolak kedatangan istrinya.T

  • Tuan Pewaris, Nyonya Memilih Pergi    Chapter 250

    “Pa!” panggil Henry sedikit meninggi di tengah langkah kakinya yang tergesa-gesa. Martin menoleh ketika suara familiar putranya memenuhi ruangan. Apa yang membuatnya datang tiba-tiba? Wajah serius putranya tak biasa. Jelas dari sorot matanya, ada sesuatu yang ingin dibicarakan. Henry duduk tenang di atas sofa empuk yang ada mension keluarganya. Namun, hatinya begitu tidak sabar untuk mengeluarkan isi pikirannya selama. Dia ingin tahu apa sebenarnya hubungan papanya dan mama mertuanya—Helen. Persetan menunggu informasi selanjutnya. Lebih baik dia bertanya sendiri pada Martin. Akhirnya, Martin bersuara, “Duduklah dulu dan makanlah sesuatu. Kau terlihat seperti tidak sabar sekali.” Begitu Henry duduk di sofa empuk, Martin melanjutkan, “Bagaimana dengan Eva? Apa dia dan calon bayinya sehat?” Henry mengangguk. “Semuanya baik. Henry sudah mengantisipasi semuanya.” Begitu melihat antusias putranya, Martin tersenyum puas. Putranya yang begitu keras kepala, sekarang seperti

  • Tuan Pewaris, Nyonya Memilih Pergi    Chapter 249

    Eva berdiri di ambang dengan secangkir kopi panama yang baru saja diseduh. Tatapannya tertuju pada pria tak jauh dari hadapannya. Pria itu tengah duduk di meja kerjanya dengan tangan yang dilipat di depan dada dan tatapan kosong mengarah ke luar jendela. Wajah yang biasa tegas dan penuh ekspresi, kali ini tampak berbeda. Muram, seperti tengah memikul beban berat di pundaknya.Eva tidak berbicara. Dia hanya berdiri di sana, menatapnya diam-diam. Biasanya, Henry tampak tenang, meski tenggelam dalam pekerjaannya sekalipun. Namun, sedari pagi ini berbeda. Seperti ada sesuatu yang membuatnya kacau dan rapuh. Sebenarnya apa yang terjadi?Eva mengetuk pintu, membuat Henry mengalihkan pandangannya. Dia tak tahu sejak kapan istrinya berada di sana. Henry tersenyum tipis. “Kemarilah,” panggilnya lembut, sambil mengisyaratkan jarinya agar Eva segera mendekat. Perlahan, Eva mendekat. Kemudian, meletakkan kopi itu di depan Henry, lalu berdiri di sampingnya. “Apa yang kau pikirkan?” tanya Eva

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status