Share

Chapter 259

Penulis: Sya Reefah
last update Terakhir Diperbarui: 2025-08-16 23:58:56

“Eeh…” potong Eva cepat. Tangannya menunjuk balik ke arah Julia dengan sikap tenang ya. “Tidak perlu repot-repot mengancamku, Julia. Ancaman itu terlalu murahan, sama sepertimu.”

Henry membeku, tidak percaya Eva bisa mengatakan kata-kata setajam itu.

Sementara Ryan menelan ludahnya, matanya terarah penuh ke arah Eva, seperti baru melihat sisi dirinya yang lama tersembunyi.

Julia berteriak marah, tak terima hinaan seperti itu. “Sialan kau!” Dia melangkah maju, berniat menjambak Eva.

Namun, sebelum tangannya mengenai Eva, suara Henry terdengar meninggi, “Berani menyentuh Istriku, Julia?!”

Julia terdiam. Amarahnya membuatnya lupa jika Henry di sana. Andai saja pria itu tidak ada di sana, sudah pasti dia akan menjambak Eva tanpa ampun.

Henry kembali melanjutkan dengan nada mengancam, “Kalau ka berani menyentuhnya, aku pastikan kau tidak akan tenang di kota ini!”

Julia menahan amarahnya, hingga urat-urat di lehernya menonjol.

Sementara di sana, Eva tersenyum mengejek ke arahnya.

Juli
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Bab Terkunci

Bab terbaru

  • Tuan Pewaris, Nyonya Memilih Pergi    Chapter 263

    Eva mengamati wajah Henry dengan serius. Wajah yang dulunya lesu dan tidak bersemangat, kini terlihat sangat cerah di balik wajah kantuknya. “Apa itu yang membuatmu kerja semalaman?” Henry semakin mengeratkan pelukannya. “Ini hanya sementara, tidak akan lama. Aku sudah berjanji padamu, ‘kan?”Eva hanya mendengus dan memasang wajah cemberut. “Tidurlah dulu sebelum ke kantor, setidaknya selama 2 jam.” Henry mengangguk dengan senyum tipisnya. “Baiklah.”***Sebelum Henry benar-benar ke kantor, dia terlebih dulu mengantar Eva ke kediaman Tuan Lawson–bertemu Sophia. Meski berlawanan arah, dia tak keberatan.Baginya, melihat senyum Eva ketika tiba di rumah Tuan Lawson sudah lebih cukup. Senyum itu akan selalu menjadi semangatnya. “Hubungi aku jika kau kembali,” kata Henry pelan. “Oke. Kau juga harus berhati-hati di perjalanan.” Henry mengangguk tanpa menjawab. Sebelum Eva keluar, Henry lebih dulu memberikan satu kecupan singkat di kening istrinya. Setelah memastikan Eva masuk denga

  • Tuan Pewaris, Nyonya Memilih Pergi    CHAPTER 262

    Henry bisa membayangkan wajah Martin saat ini, kerutan di keningnya, dan ekspresi wajahnya garang. Martin kembali bersuara, “Ada apa? Tidak biasanya kau menghubungi Papa.” Nada suaranya penuh dengan sindiran. Terjadi jeda beberapa saat, hingga akhirnya Henry menjawab, “Maaf, Pa, ada yang ingin Henry bicarakan.” Tiba-tiba saja, tawa keras terdengar di ujung telepon. Martin tertawa keras seperti baru saja mendengar lelucon. Dia tidak percaya dengan apa yang didengar.“Sejak kapan di kamusmu ada kata maaf, Putraku? Kau lebih ramah dari biasanya. Sudah berapa jauh Eva mengubahmu?” Martin kembali tertawa. Henry menghembuskan napas panjang. Detik itu itu juga, wajahnya datar, sedangkan mulutnya membentuk garis lurus. Rasanya kesal mendengar Martin menertawakannya, tetapi, kini dia tak ada tenaga untuk sekedar kesal dan marah. “Pa …!” ucapnya, dengan nada protes.Di seberang sana, tawa Martin kembali pecah. Dia merasa geli mendengar kata-kata asing dari mulut Henry. Di mana putranya ya

  • Tuan Pewaris, Nyonya Memilih Pergi    Chapter 261

    Jam sudah menunjukkan pukul satu pagi, tetapi Eva masih terjaga. Dia duduk di sofa ruang tengah ditemani secangkir teh di tangannya. Berulang kali dia menatap ke arah pintu, berharap pintu itu terbuka dan menunjukkan sosok Henry. Namun, sampai detik itu juga, yang ditunggu tak kunjung terlihat. Meski udara terasa dingin, Eva tak beranjak dari sofa. Hatinya diliputi kecemasan. Masalah di perusahaan yang tak kunjung reda, dan skandal yang menjerat suaminya, membuatnya harus berhadapan dengan tekanan berat. Henry juga sering pulang larut, dan saat tiba, wajahnya tampak lelah. Tiba-tiba saja, pintu terbuka. Henry berdiri di ambang pintu dengan wajah lelah. Dia masuk dan menutup pintu. Melihat hal itu, Eva segera meletakkan cangkirnya lalu berjalan mendekat ke arah suaminya dan langsung memeluknya. “Baru pulang.”Henry kemudian membalas pelukan Eva. Perasaan bersalah memenuhi hatinya, karena masalahnya, istrinya harus terjaga sampai selarut ini. “Kau terbangun?” Suaranya serak, dan

  • Tuan Pewaris, Nyonya Memilih Pergi    Chapter 260

    Henry menghela napas panjang, lalu menunduk sedikit–menempelkan dagunya di kepala Eva. Helaan napas berat terdengar, tetapi kali ini bukan karena lelah–melainkan karena merasa lega. Henry begitu bersyukur, kali ini, dia tak sendiri. Dia teringat bagaimana Eva mengomelinya habis-habisan semalam karena kebodohannya yang tak jujur dari awal. Pelukannya semakin erat, seakan takut kehilangan. Selang beberapa detik, Eva menormalkan posisi tubuhnya, sehingga Henry mengendurkan pelukannya. Pelukan itu tak sepenuhnya terlepas, hanya mengendur, memberikan ruang untuk istrinya bergerak. “Kau ingin sesuatu?” suaranya terdengar pelan, tetapi penuh perhatian.Eva menggeleng pelan. “Tidak. Aku ingin bertemu Sophia,” jawabnya. Henry mengerutkan keningnya. Pandangannya menyapu ke arah dress yang dikenakan istrinya. Ditambah lagi sepasang heels di kakinya. “Dengan baju seperti ini?” Nada suaranya menunjukkan ketidaksetujuan. Pandangannya beralih ke arah heels yang dikenakan Eva. “Apalagi dengan h

  • Tuan Pewaris, Nyonya Memilih Pergi    Chapter 259

    “Eeh…” potong Eva cepat. Tangannya menunjuk balik ke arah Julia dengan sikap tenang ya. “Tidak perlu repot-repot mengancamku, Julia. Ancaman itu terlalu murahan, sama sepertimu.” Henry membeku, tidak percaya Eva bisa mengatakan kata-kata setajam itu. Sementara Ryan menelan ludahnya, matanya terarah penuh ke arah Eva, seperti baru melihat sisi dirinya yang lama tersembunyi. Julia berteriak marah, tak terima hinaan seperti itu. “Sialan kau!” Dia melangkah maju, berniat menjambak Eva. Namun, sebelum tangannya mengenai Eva, suara Henry terdengar meninggi, “Berani menyentuh Istriku, Julia?!”Julia terdiam. Amarahnya membuatnya lupa jika Henry di sana. Andai saja pria itu tidak ada di sana, sudah pasti dia akan menjambak Eva tanpa ampun.Henry kembali melanjutkan dengan nada mengancam, “Kalau ka berani menyentuhnya, aku pastikan kau tidak akan tenang di kota ini!”Julia menahan amarahnya, hingga urat-urat di lehernya menonjol. Sementara di sana, Eva tersenyum mengejek ke arahnya. Juli

  • Tuan Pewaris, Nyonya Memilih Pergi    Chapter 258

    Senyum Julia langsung luntur. Dia menatap Henry dengan tidak percaya. “Henry, apa maksudmu?” "Aku tidak suka mengulanginya. Pergi dari ruanganku sekarang juga!" Julia tidak menyerah. Dia melangkah maju, tangannya mencoba menggapai tangan Henry. "Tapi, Henry, kau tidak bisa mengusirku. Aku membawa anakmu." Henry menepis tangan Julia dengan kasar. Amarahnya memuncak saat wanita itu menyebutkan kata ‘anakmu’. Matanya membulat, menatap Julia tajam, seolah siap membakar wanita itu. "Cukup, Julia!" serunya, suaranya menggelegar. Jari telunjuknya teracung ke arah Julia. "Jangan pernah menggunakan kehamilanmu untuk membodohiku. Aku tidak pernah menyentuhmu. Aku bersumpah, anak yang kau kandung itu bukan darah dagingku!" Julia mundur selangkah, wajahnya pucat pasi. Dia tidak pernah melihat Henry semarah ini. Aura dingin dan penuh bahaya terpancar kuat dari pria itu, membuatnya tak berkutik. Ryan yang sedari tadi hanya diam mengamati, dibuat terkejut. Dia juga belum pernah melihat

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status