Beranda / Rumah Tangga / Tuan Pewaris, Nyonya Memilih Pergi / Chapter 39 Tidak Ada Hari Tanpa Debat

Share

Chapter 39 Tidak Ada Hari Tanpa Debat

Penulis: Sya Reefah
last update Terakhir Diperbarui: 2024-09-18 23:41:34
Setelah menempuh perjalanan selama 18 jam, Henry dan Eva telah tiba di Bandara Internasional Malé. Mereka tiba di sana di hari berikutnya, yaitu pukul 11 siang waktu setempat.

Eva dengan rambut dikuncir rapi, mengenakan gaun santai berwarna biru muda. Sementara Henry tampil kasual, tetapi tetap terlihat rapi dengan kaos polo dan celana pendek.

Meski Eva baru pertama kali melakukan perjalanan jauh, dia terlihat tenang dan segar. Sepertinya sepanjang perjalanan dia bisa beristirahat dengan tenang dan damai.

Mereka menuju area khusus, di mana di sana terdapat sopir yang sudah menunggu untuk membawa mereka ke dermaga.

Di Dermaga, mereka disambut oleh speedboat mewah yang siap mengantar mereka.

Dalam diamnya, Eva terpukau dengan birunya air laut membentang luas. Cahaya matahari yang menyinari membuatnya terlihat seperti kilauan-kilauan permata.

Ekor mata Henry melirik, mengamati setiap pergerakan Eva. Ia tahu saat ini Eva sedang menikmati setiap pemandangan di sana.

Di sekelilingnya, t
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Bab Terkunci

Bab terbaru

  • Tuan Pewaris, Nyonya Memilih Pergi    Chapter 237

    Eva melangkah pelan menuju ruang tengah, tubuhnya lemas akibat perutnya sensitif sejak tadi. Suasana di ruang tengah begitu hening. Eva meraih remote TV lalu duduk di salah satu sofa. “Rosa,” panggilnya pelan, dan sedikit serak. Merasa terpanggil, Rosa muncul dari arah dapur, berlari kecil mendatangi Eva. “Ada yang bisa saya bantu, Nyonya?” Melihat wajah pucat Eva, dia melangkah mendekat lagi dengan raut wajah cemas. “Ya ampun, Nyonya! Anda terlihat pucat sekali. Anda kenapa?” Tanpa menunggu jawaban Eva, Rosa segera mengangkat tangan dan dengan hati-hati memijat pelipis Eva. “Apa Anda merasa pusing, Nyonya? Bagaimana pijatan saya, apa ini bisa meredakan pusing Anda?”Eva memejamkan matanya, merasakan pijatan Rosa, tetapi kepalanya semakin pusing mendengar serentetan pertanyaan dari Rosa. Pelayan itu menjadi sedikit berlebihan saat tahu dirinya tengah mengandung. Tak jauh beda seperti Henry. Atau … ini perintah Henry?“Bagian mana lagi yang sakit, Nyonya? Katakan pada saya,” kata

  • Tuan Pewaris, Nyonya Memilih Pergi    Chapter 236

    Henry membenamkan dirinya di balik semua dokumen yang menumpuk di hadapannya, berusaha keras memusatkan perhatiannya pada deretan kata dan angka yang berjejer di layar komputernya. Namun, rasanya sia-sia. Pikirannya terus melayang, terbang jauh ke Millbrook. Kota kecil yang tenang, di mana papanya bertemu dengan mama mertuanya. Bukan hal aneh. Besan saling mengunjungi, itu hal wajar. Akan tetapi, entah mengapa kedatangan sang papa itu terus mengganggu pikirannya. Sejak papanya keluar dari rumah mama mertuanya, ada kegelisahan yang terus menggerogotinya, seperti bisikan yang tidak bisa dia abaikan. Sekuat apapun dia menepis pikirannya, rasanya dia terus tersedot ke dalamnya. Ini bukan kunjungan biasa, dia yakin. Tapi … bagaimana jika mereka memiliki hubungan terlarang?Apa dia harus membenci papanya?Ataukah dia harus membenci mama mertuanya?Bahkan berimbas kebencian pada istrinya sendiri? Henry menggeleng pelan. Tidak. Tidak mungkin dia membenci Eva.Dia mencoba meyakinkan diri

  • Tuan Pewaris, Nyonya Memilih Pergi    Chapter 235

    Pintu lift tertutup, meninggalkan Henry dan eva dalam ruangan yang terbatas. Hening. Tanpa berkata-kata, Henry menarik tubuh Eva mendekat. Dia merangkul pinggang wanita itu dengan satu tangan. Dia tak benar-benar membiarkan istrinya menjauh. Tak peduli meski di dalam lift itu terdapat CCTV yang mengawasinya. Lagipula, itu hanya CCTV. Apa pedulinya.Eva mendongak, wajahnya hanya beberapa inci dari pria itu. Senyum tipis mengembang di wajahnya. Matanya berbinar, menyimpan rasa terima kasih pada pria di sampingnya. “Kenapa kau tidak cerita padaku kalau kau mengunjungi Mama waktu itu?”Henry menoleh, menatap penuh kasih. “Terlalu fokus denganmu membuatku melupakan banyak hal.”Eva mencubit pelan pinggang Henry. “Kau mulai banyak membual.”Henry meringis, meski cubitan itu sebenarnya tak menyakitinya. “Harusnya kau tidak perlu repot-repot sampai mengganti semua barang di rumah.” “Semuanya sudah tidak layak digunakan. Sudah seharusnya semuanya diganti,” jawab Henry. “Biar Mama bisa

  • Tuan Pewaris, Nyonya Memilih Pergi    Chapter 234

    Henry berada di ruang tamu, satu tangannya memegang ponsel, sedangkan tangan satunya mengusap dagunya pelan. Siang itu, suasana di rumah tampak tenang. Dia memanfaatkan kesempatan sebelum Eva bangun.Henry menatap layar ponselnya sejenak sebelum menekan tombol hijau. Begitu panggilan terhubung ke pelayan, suaranya begitu tenang, tapi penuh perintah. “Dengar baik-baik,” ucap Henry. “Mulai hari ini, aku ingin semua tempat duduk di rumah–sofa, kursi makan, bahkan kursi di ruang ganti, ganti dengan yang lebih nyaman. Pastikan semuanya empuk dan menopang punggung dengan baik. Khusus ruang tengah dan kamar, tambah bantal sandaran. Kamar mandi juga, beri alas kaki anti-slip.”“Baik, Tuan, kami mengerti,” jawab pelayan di seberang. Tak berhenti sampai di situ, Henry melanjutkan, “Dan soal makanan. Katakan pada Lena. Eva tidak boleh makan sembarangan. Tidak ada lagi makanan kemasan, tinggi gula, tinggi garam atau yang mengandung pengawet.”“Fokuskan makanan sehat, makanan rumah yang hangat

  • Tuan Pewaris, Nyonya Memilih Pergi    Chapter 233

    Setibanya di rumah, Eva segera melepaskan sepatunya kemudian menaruhnya di rak. Lalu, dia menuju ke ruang tamu, mendudukkan dirinya di atas sofa empuk. Wajahnya masih tampak kelelahan, tetapi tubuhnya sudah lebih baik dibanding sebelumnya. Namun, baru saja dia duduk, suara langkah di belakangnya terus mengikuti. Dia melirik ke samping. Henry duduk di sebelahnya. Alis Eva sedikit berkerut. “Ada apa?”Henry menggeleng. “Aku hanya memastikan kau duduk dengan nyaman.”Eva mengerjap cepat. Dia baru dinyatakan hamil beberapa jam yang lalu, tetapi Henry sudah protektif. Seperti saat perjalanan pulang tadi, Henry selalu meminta sopir taksi untuk memperlambat laju taksinya. Bahkan dia mengomel ketika sopir itu mengerem secara tiba-tiba. Sepanjang perjalanan, Henry menggenggam tangannya, tanpa lepas sedetik pun. Awalnya, dia mengira pria itu tidak menyukai bayi ini, ternyata dugaannya salah. Suaminya begitu antusias, hanya saja, pria itu sulit menunjukkan ekspresinya. “Aku sudah duduk d

  • Tuan Pewaris, Nyonya Memilih Pergi    Chapter 232

    Matahari menggantung tinggi di atas kota Hudson, menyinari jalanan Hudson dengan terik. Langit tampak cerah—berwarna biru dan dihiasi awan putih tipis bergerak perlahan. Udara dipenuhi aroma daging asap, roti panggang bercampur wangi kopi dari kafe di sepanjang Warren Street. Henry dan Eva berjalan berdampingan di trotoar batu yang ramai dengan pejalan kaki. Suara sepatu di atas trotoar terdengar jelas saling beradu. Meski suasana terik, semilir angin membuat jalan-jalan terasa menyenangkan. Di sisi kanan jalan, aroma daging asap menguar dari sebuah food truck yang antriannya membentuk seperti ular. Henry sempat memandanginya dan beralih memandang Eva, dia sangat tahu istrinya menyukai makanan kaki lima.Langkah mereka terhenti. Tiba-tiba saja, Eva menutup hidungnya, wajahnya memucat. “Kau tidak apa-apa?” tanya Henry cemas, memegang kedua lengan Eva. Eva menggeleng cepat, tapi cepat-cepat dia berjongkok menahan perutnya di bagian atas. “Baunya terlalu menyengat,” katanya, menel

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status