Beranda / Romansa / Tuan Presdir, Jangan Kejar Aku! / Bab 1. Skandal Malam Panas

Share

Tuan Presdir, Jangan Kejar Aku!
Tuan Presdir, Jangan Kejar Aku!
Penulis: Dewi

Bab 1. Skandal Malam Panas

Penulis: Dewi
last update Terakhir Diperbarui: 2024-03-09 20:45:20

"Ahh, kenapa badanku terasa begitu panas?" Vania bertanya-tanya sambil mengibaskan tangannya di depan wajah.

Rasa panas kian menjalari seluruh tubuhnya, membuatnya gelisah tidak karuan. Ia lantas meraih minuman yang ada di depannya dan meneguknya sekaligus. 

Namun, bukannya merasa lega, Vania semakin merasa gerah. Kepalanya berdenyut-denyut, membuat ia mengernyitkan kening saat pandangannya mulai mengabur.

Gadis itu mengangkat gelas yang berada di depannya dan menatapnya lekat. Ada sisa butiran bubuk di dasar gelas yang seketika membuatnya membelalak. 

"Minuman ini pasti sudah dimasukkan sesuatu!” desis Vania panik. 

Pandangannya langsung tertuju pada laki-laki yang berada di depannya. Pria itu menatap dirinya dengan sebuah senyum congkak tercetak di wajahnya yang keriput karena usia. 

“Apa yang kau masukkan ke dalam minumanku?!” geram Vania dengan mata memerah. 

Pria itu malah tertawa kencang. Ia memajukan wajahnya hingga hanya berjarak beberapa senti dari Vania. “Aku tidak memasukkan apapun ke dalam minumanmu, Cantik,” katanya masih dengan senyuman mesum. 

Vania langsung menarik diri dan berusaha berdiri dari kursinya. Ia merasa ada sesuatu yang tidak beres. Instingnya mengatakan ia harus pergi dari sana sekarang juga. 

“Hey, mau ke mana?” Pria paruh baya itu berusaha meraih tangan Vania, tapi gadis itu lekas menepisnya dan berjalan sempoyongan keluar dari restoran dengan cahaya remang-remang itu. 

"Ah, sial!” gerutunya saat menabrak dinding lorong yang gelap. Gadis itu mempercepat langkah saat mendengar suara pria asing yang tadi bersamanya di dalam ruangan privat restoran.  

"Mau ke mana kau?!" 

Vania terperanjat saat suara itu semakin dekat.

“Hey, jalang! Aku sudah membayarmu mahal!” Pria itu memaki kesal sambil tergopoh-gopoh mengejar Vania. Tetapi karena kesadarannya sudah menurun jauh akibat alkohol, ia kalah cepat dari gadis itu. 

"Berhenti! Jika tidak berhenti, aku akan menghabisimu!" ancam laki-laki paruh baya itu. Tapi Vania tidak peduli. Ia terus berlari tergesa menghindari bahaya. 

Dalam hati ia menangis kesal karena ibunya telah tega menjualnya pada lelaki hidung belang. 

“Pasti Ibu yang memasukkan obat sialan itu ke dalam minumanku!” gerutunya dengan napas terengah. Ia menoleh ke belakang dan mendapati pria itu ternyata masih berusaha mengejarnya.  

Vania akhirnya melepas sepatu hak tingginya agar bisa berlari lebih cepat. Nafasnya sudah tak beraturan, bibirnya terus saja mendesis, namun dia harus tetap bisa menghilangkan jejak dari tua bangka itu.

"Aku sudah tidak kuat lagi..." lirihnya sambil berlari tak tentu arah, tak tahu harus pergi ke mana. Rasanya semua lorong yang ia lewati tidak menemukan jalan keluar.

Saat itu lah pandangannya tertuju pada pintu yang sedikit terbuka di ujung lorong. Vania segera membawa langkahnya ke sana. 

Gadis itu langsung mendorong pintu lebih lebar dan masuk ke dalam. “Maaf!” serunya sambil menutup pintu dengan cepat. 

Nafasnya tersengal. Sekujur tubuhnya terasa panas dan lengket karena keringat. Sesuatu dalam dirinya seolah baru saja meledak, membuat Vania kehilangan akal.  

"Siapa kamu?” tanya sebuah suara bariton yang langsung membuat Vania menoleh. “Kenapa masuk kamarku?" tanyanya lagi, tampak terkejut melihat wanita asing yang masuk sembarangan ke ranah pribadinya.

Pria itu, Hans, adalah tamu yang sedang menginap di kamar hotel bernomor 1433 itu.

“Ma-maaf…” lirih Vania dengan suara bergetar, nyaris kehilangan fokus. Tatapan mata tampak sayu seolah tak memiliki kekuatan.

Bibirnya tak henti-hentinya mendesah tanpa bisa dikontrol. Ia menatap Hans sayu. “Maafkan saya Tuan… bolehkah saya bersembunyi di sini se-sebentar?” tanyanya terbata-bata, tampak berusaha mengumpulkan fokusnya yang telah buyar. Akan tetapi, kesadarannya sudah di ambang batas. Kepalanya terasa begitu berat, dan pada detik berikutnya, Vania terjatuh ke lantai.

Hans memaksa dirinya untuk tetap sadar meskipun kadar alkohol dalam darahnya tak bisa berbohong. Kepalanya berdenyut dengan pandangan yang mengabur. 

Namun, pemandangan di hadapannya tak dapat terelakkan. Posisi Vania yang ambigu membuat Hans dapat melihat pahanya putih mulusnya terekspos, belum lagi gaun mininya itu membuat belahan dadanya terlihat jelas. 

Hans menelan ludah. 

“Tu-Tuan tolong … panas ….” lirih Vania yang masih tergeletak di lantai. “Saya sudah tidak tahan lagi ….”  

Hans lantas menggendong Vania dan meletakkannya di atas kasur dengan susah payah karena ia sendiri mulai kehilangan kontrol. 

Tanpa diduga, Vania tiba-tiba melepas tali gaun yang menempel di bahunya begitu saja, memperlihatkan bagian atas tubuhnya yang terbalut bra putih. "Ahh, panas!" 

Hans memalingkan wajahnya ke arah lain. Ia melihat AC yang terpasang di kamar yang menunjukkan suhu 16 derajat.

"Yang benar saja?” tanya Hans bingung.  

Tidak berhenti sampai di sana, Vania tampak berusaha melepaskan gaun yang membalut tubuhnya. 

Pria itu seketika panik dan berusaha menahan tangan Vania agar tidak berbuat nekat. Namun, Vania langsung berontak dan berusaha mendorong Hans dengan tenaga seadanya. 

“Lepas!” lirihnya di sela desahan tak menentu. 

Melihat Vania yang menggeliat-geliut di atas kasur membuat jiwa kelelakian Hans bangkit. Tapi ia berusaha keras mengabaikan gadis asing di hadapannya. 

Kesadaran Vania sudah di ambang batas. Saat Hans hendak beranjak dari kasur, Vania segera menarik tangannya, membuat pria itu kehilangan keseimbangan dan jatuh tepat di atas Vania. 

Dengan jarak yang begitu dekat, keduanya dapat merasakan hangat napas menerpa wajah satu sama lain. Entah siapa yang memulai duluan, tapi bibir keduanya akhirnya bertemu dan saling berpagut mesra. 

Lumatan demi lumatan mengikiskan akal sehat masing-masing. Keduanya bergerak liar, melucuti pakaian satu sama lain seiring dengan memanasnya suasana di kamar hotel tersebut. 

Vania lepas kendali. Ia tidak dapat menahan hasrat yang bergelora, apalagi Hans dengan lihai menyentuh titik-titik sensitifnya, memanjakannya dengan begitu banyak kenikmatan yang membuat ia melayang. 

“Ah…” 

Desahan demi desahan memenuhi kamar itu. Mereka tanpa sadar menikmati setiap momen panas yang tercipta dari penyatuan mereka. 

Sampai akhirnya, sepasang insan yang tidak saling mengenal itu tertidur dalam satu selimut dan satu bantal yang sama menikmati malam yang panjang.

Menjelang pagi, Vania terbangun dari tidurnya. 

Ia tampak linglung menatap seluruh isi ruangan yang asing, lalu mengalihkan pandangannya kepada seorang laki-laki yang berada di sampingnya.

Laki-laki berumur matang berwajah tampan, dengan alis yang tebal serta hidung mancung itu membuat Vania terbelalak. 

Ia mengusap wajahnya dengan kasar. "Astaga! Apa yang telah kulakukan?!” Vania mendesis panik, mencoba mengingat-ingat kejadian semalam. 

Takut, ia melihat ke bawah selimut dan membelalak ngeri. Mereka berdua tidak mengenakan sehelai benang pun! 

Sambil berusaha menenangkan diri, Vania akhirnya memutuskan untuk beranjak. Ia menatap laki-laki yang masih terlelap itu, mencatat raut wajah tampannya ke dalam memori, sebelum turun dari kasur dan memungut pakaian yang berceceran di lantai. 

Ia segera mengenakan pakaiannya dengan cepat. Sebelum membuka pintu, ia menatap ke arah kasur sekal lagi. 

"Terima kasih telah menolongku,” gumam Vania lirih. Matanya tampak berair. “Tapi kamu juga telah merenggut kehormatanku…” 

Wanita itu menghela napas panjang sebelum akhirnya menutup pintu. 

Vania keluar dari hotel dengan langkah yang gontai. Air matanya tiada henti mengalir ke kedua pipinya. 

Hampir dijual kepada pria hidung belang, lalu tidur bersama pria asing … benar-benar malam yang panjang dan tidak terduga. 

Vania tidak tahu harus marah ke siapa. Kepada ibu tirinya, kepada semesta, atau kepada diri sendiri? 

 "Ya tuhan, apa yang harus aku lakukan?” tanyanya lirih.

Ia terus berjalan, menuntunkan langkah kakinya yang mau tak mau harus pulang ke rumah ibu tirinya beberapa tahun terakhir. Meskipun sangat ingin pergi jauh, tapi Vania tidak punya tempat tujuan lain.

Baru saja membuka pintu, sebuah suara yang melengking langsung menghadang langkah Vania. 

“Anak sialan! Dari mana saja kamu!?”

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Tuan Presdir, Jangan Kejar Aku!   hidup bahagia

    "Ya sudah kalau begitu ikut saya ke kantor polisi, aku ingin kalian menjadi saksi atas peristiwa ini, dan saya akan melindungi privasi kalian." ucap Hans.Dan mereka pun yang tengah duduk langsung terkejut mereka membulatkan mata mereka masing-masing karena mendengar hal tersebut."Hah kenapa ke kantor polisi pak?" tanya wanita yang memakai baju berwarna merah.Dan Hans menjelaskan apa yang tengah terjadi, dan menjelaskannya secara perlahan terhadap mereka.Dan atas dasar itu juga Vania memberikan sebuah kompensasi diantara mereka karena mereka sudah mau memberikan kesaksian di kepolisian."Ya sudah semua kesepakatan sudah kita atur saatnya kita pergi ke kantor polisi," sahut Vania yang tak ingin mengulur-ngulur waktu.Dan mereka malam itu juga langsung membuat laporan terhadap Sisilia dan juga Cantika atas dasar pencemaran nama baik, Dan jam sudah menunjukkan pukul 11 malam mereka keluar dari kantor polisi, dan mereka yang tengah berdiri di parkiran saat ini tengah menerima amplop

  • Tuan Presdir, Jangan Kejar Aku!   Bab 147. Mengetahui siapa dalangnya

    Dan Hans yang tengah duduk dia pun meraih ponsel yang berada di dekatnya Dia sedang melakukan panggilan telepon dengan Andre untuk menanyakan persiapannya.Dia menempelkan ponselnya ada telinga kanannya, dan tak beberapa lama panggilannya pun akhirnya diangkat oleh Andre." Bagaimana Andre?" tanya Hans dibalik telepon.Andre yang tengah berada di kantor dia pun saat ini sedang sibuk karena harus menyiapkan beberapa hal oleh Vania dan juga Hans dan di samping itu dia akan memberikan sebuah kejutan kepada mereka berdua."Aman bos." jawabnya.Dan Hans pun yang berada di balik telepon dia pun juga merasa sangat siap. " Oh ya nanti kamu suruh orang untuk datang ke restoran tersebut dan tolong abadikan momen tersebut ya, karena nanti akan kita upload di media sosial resmi perusahaan." ucap Hans.Andre pun mengiyakan apa yang diperintah. "Siap bos, aku akan menyuruh beberapa orang untuk segera meluncur ke sana." jawabnya.Dan Hans mematikan panggilan telepon tersebut.Lalu Hans mengatakan po

  • Tuan Presdir, Jangan Kejar Aku!   Bab 146. Di usir

    Setelah sekian lama Vania negosiasi dengan berbagai akun yang telah memberikan komentar jelek atas karya yang dikeluarkan dari perusahaan Hans akhirnya vania menemukan hasil."Bagus sekarang di antara mereka sudah ada yang masuk perangkap ku, hanya tinggal beberapa saja." ucap Vania kepada Hans, lalu Vania pun mengalihkan pandangannya kepada Andre, "nanti aku akan mengabari kamu, kamu harus menyiapkan sedetail mungkin yang aku butuhkan." lanjut Vania.Andre yang mendengar itu dia pun mengganggukan kepalanya, Laki-laki tersebut menaati apa yang diperintahkan oleh bosnya, "oke siap bu, nanti aku akan urus. Kalau begitu aku keluar dulu ya." ucap Andre.Dan Andre pun keluar dari ruangan tersebut meninggalkan Vania dan Hans, dia keluar karena ingin mengurusi beberapa pekerjaan yang sudah menunggu dirinya.Hans dan Vania pun langsung melanjutkan pekerjaannya kembali.*****Di sisi lain rumah tangga dari bu Lita dan papa kandung dari Vania sudah tidak bisa diselamatkan lagi, semakin hari

  • Tuan Presdir, Jangan Kejar Aku!   Bab 145. Jebakan

    Dan Andre yang mendengar itu dia pun langsung menganggukkan badannya, "baik bu." jawabnya kepada Vania.Dan Andre pun langsung keluar dari ruangan tersebut, kini tinggal Hans dan Vania yang berada di ruangan tersebut.Hans yang melihat Andre sudah keluar dia pun langsung beranjak dari tempat duduknya, lalu dia melangkahkan kakinya menuju pintu, dia sedang mengunci pintu tersebut supaya tidak ada orang yang bisa masuk.Membuat Vania yang tengah duduk melihat itu, dia pun langsung mendengus kesal, "gebrakan apa lagi yang dia lakukan?" tanyanya di dalam hati.Dan Hans pun kini melangkahkan kakinya mendekati Vania yang tengah duduk, lalu dia memeluknya dari belakang, laki-laki tersebut langsung mencium tengkuk leher dari Vania.Membuat Vania yang merasakan itu dia merasa kegelian, "ahhh sayang bisa gak jangan seperti ini." ucapannya kepada Hans.Dan Hans yang mendengar itu dia tak menghentikan kegiatannya justru dia melangsungkan kegiatannya secara lebih mendalam lagi. "Emang kenapa say

  • Tuan Presdir, Jangan Kejar Aku!   Bab 144. Mencari jalan keluar

    Sheilla yang mendengar itu dia pun terdiam, dia tak berani mengatakan sepatah kata pun.Membuat mamanya langsung beranjak dan mendekatinya, dia menatap anak kandungnya tersebut yang terlihat memiliki Tatapan yang kosong." Sheilla bicara kamu Sheilla, jawab pertanyaan mama, kenapa kamu tidak ngomong?" Tanyanya yang sedikit memaksa kepada Sheila.Sheila pun menatap mamanya dia menatap mamanya dengan pandangan yang sangat sayu.Lalu dia pun membuang pandangannya.Dia membuang pandangannya keluar arah jendela yang berada di dekatnya.Dan saat Sheilla terdiam membuat papa tirinya itu yang tak lain Papa kandung dari Vania menyela."Aku tahu kenapa kamu tidak mengatakan itu kepadaku, kamu takut kan kehadiran Vania membuat kamu tersaingi?" ucapnya yang sedikit bertanya kepada Sheila.Sheilla yang mendengar itu dia pun menundukkan pandangannya, Sebenarnya apa yang dikatakan oleh Papanya tersebut ada benarnya juga.Berbeda dengan Sheilla yang menerima dengan apa yang dikatakan oleh papa kandun

  • Tuan Presdir, Jangan Kejar Aku!   Bab 143. Tambah stres

    Dan saat itu juga amarahnya semakin memuncak laki-laki tersebut langsung melempar benda yang berada di sampingnya dan dia pun langsung mendorong meja yang terbuat dari kaca sehingga meja itu terjatuh dan pecah,Sheilla yang melihat itu dia langsung menutup kedua telinganya, dia merasa sedikit ketakutan melihat papanya yang begitu sangat ganas tersebut, ini adalah kali pertamanya dia melihat papanya yang begitu sangat marah terhadap mamanya,Membuat jantungnya berdetak begitu sangat cepat, dan dia pun menggeleng-gelengkan kepalanya dia tak menyangka dengan apa yang pernah dilihatnya saat ini.Dan dia pun menutup wajahnya dengan kedua telapak tangannya,"Sudah pa, sudah." teriak mamanya yang berusaha menghentikan amarah dari suaminya,Namun suaminya yang dari tadi berusaha sabar kini sudah tidak bisa dihentikan lagi, Membuat bu Lita langsung beranjak dari duduk ya, dan dia pun berusaha untuk meraih tangan dari suaminya tersebut namun saat dia berusaha meraih suaminya tak sengaja suamin

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status