Share

3. Pemandu Wisata Dadakan

Tujuan kedatangannya ke kota ini sebenarnya ingin mengunjungi kedua orangtuanya yang sudah lima bulan ini ia tinggalkan bertugas ke Afrika Selatan.

Sudah sejak seminggu lalu ia kembali ke Prancis dan tinggal di sebuah flat di Paris. Baru kemarin ia punya waktu untuk meninggalkan Paris, berencana ke Nice, tetapi sengaja ia mampir dulu di Cannes untuk menemui beberapa koleganya.

Ia tak menduga, keputusannya mampir ke Cannes telah berbuah pertemuannya dengan gadis Asia di hadapannya ini. Sejak awal ia melihatnya, ia sudah tertarik. Gadis ini memiliki kecantikan yang berbeda dari kecantikan gadis-gadis Prancis yang biasa ia lihat.

Wajah gadis ini nyaman sekali untuk dipandangi, membuatnya betah berlama-lama tidak berpaling dari menatap wajah oval berhias mata bulat dengan bulu mata asli yang lentik itu.

"Aku nggak akan membiarkanmu tersesat di kota ini. Sebagai pemuda yang lahir di sini, aku merasa punya tanggungjawab untuk menemanimu berkeliling Kota Nice."

Bertrand menyampaikan kesediaannya memandu Kiara, yang sebenarnya adalah alasannya agar bisa lebih lama lagi berbincang-bincang dengan gadis itu.

"Kamu serius mau menemaniku mengunjungi tempat-tempat menarik di kota Nice ini?"

Bertrand mengangguk mantap.

"Serius."

"Tapi  bagaimana dengan pekerjaanmu?"

"Oh, aku datang ke sini bukan untuk bekerja. Sudah kubilang, orangtuaku tinggal di kota ini. Aku datang untuk mengunjungi mereka. Tapi itu bisa nanti saja, setelah aku mengantarmu melihat-lihat kota cantik ini. Bagaimana? Apakah kamu setuju?"

Kiara tersenyum senang, tanpa sadar ia mengangguk cepat. Berjalan-jalan menikmati keindahan Kota Nice ditemani seseorang yang sangat paham kota ini tentunya lebih menyenangkan dibanding bila harus berjalan sendirian tanpa tahu dengan pasti apa yang harus dikunjungi. Ditemani Bertrand,. Kiara tidak perlu khawatir akan tersesat.

"Baiklah, mari kita mulai perjalanan kita."

Ajakan Bertrand itu membuat senyum Kiara semakin melebar.

“Queen of Riviera, itulah julukan untuk Kota Nice ini. Kamu pasti sudah pernah mendengarnya, kan?"

"Ya, aku pernah dengar itu.”

"Paling asyik berkunjung ke kota ini saat musim panas. Udaranya menyenangkan dan suasananya lebih ramai. Tapi di bulan Mei ini, udaranya juga sudah cukup lumayan. Sudah jauh lebih hangat dibanding saat musim dingin.” Bertrand menjelaskan.

Kiara mengangguk-angguk. 

"Ya, bulan depan sudah musim panas, kan?" sahut Kiara.

Ia bisa membayangkan indahnya Nice di musim panas. Sekarang pun sudah terlihat indahnya. Air laut tampak begitu bening, memantulkan cahaya mentari yang menciptakan kilauan kerlap-kerlip.

Bangunan-bangunan di kanan kiri jalan berhiaskan pohon palem yang berjejer rapi membentuk barisan dengan jarak yang teratur. Siluet bukit terlihat samar menjadi latar belakang panorama kota ini. 

"Kamu tahu, apa sebutan untuk penduduk kota ini?"

Pertanyaan Bertrand itu hanya disambut dengan gelengan kepala Kiara.

“Nicois, itu sebutannya. Para 'nicois’ ini kebanyakan lebih suka tinggal di apartemen. Lebih praktis dan biayanya relatif lebih murah. Kedua orangtuaku juga memilih tinggal di sebuah apartemen di pinggiran Kota Nice. Tapi kupilihkan apartemen yang menyediakan lift tentu saja. Kasihan jika mereka harus naik turun tangga. Orangtuaku tinggal di lantai empat dan papaku seringkali malah sengaja turun lewat tangga. Katanya, sekalian olahraga.”

Bertrand menjawab pertanyaannya sendiri. Kiara tersenyum.

"Itu sikap yang sangat postif. Memanfaatkan hal sekecil apa pun untuk bisa tetap bergerak dan berolahraga. Kamu juga nicois, kan?" sahut Kiara dilanjutkan dengan pertanyaan penegasan.

"Sekarang ini aku bukan benar-benar nicois. Aku tidak menetap di kota ini. Jadi, sudah tidak bisa disebut sebagai nicois lagi," jawab Bertrand.

Kiara menganggukkan kepalanya yang indah tanda mengerti. Ini pertama kalinya Kiara menjejakkan kaki di kota ini. Selama ini, jika ia berkunjung ke Prancis, selalu saja yang didatanginya hanya Kota Paris. Baru kemarin ia berkunjung ke Cannes.

Dan saat ini, Kiara tak menyesal memutuskan mengunjungi Nice untuk menghilangkan penatnya. Kesan yang ditangkap Kiara sejak awal kakinya melangkah menyusuri jalanan kota ini, suasana Kota Nice memang menyenangkan, memberi suasana santai dan nyaman. 

"Kalau kamu ingin ke Italia, mudah sekali. Nggak jauh dari sini.”

"Oh ya?"

Bertrand mengangguk.

"Jaraknya hanya tiga puluh kilometer dari sini ke Italia,” ucapnya.

"Itu kira-kira sekitar satu jam perjalanan dengan bus, kan? Wah, memang dekat sekali. Lebih cepat daripada perjalanan dari Jakarta Barat ke Jakarta Selatan,” komentar Kiara.

"Begitulah. Eh, Jakarta apa kamu bilang tadi?"

Kiara tertawa pelan.

"Jakarta itu kota tempat tinggalku di Indonesia. Kota itu dibagi menjadi lima wilayah. Sekarang ini keadaannya sangat padat sekali. Sering terjadi kemacetan lalu lintas. Membuat jarak dari satu wilayah ke wilayah lain harus ditempuh berjam-jam. Tapi di sini, dalam satu jam, kita sudah bisa sampai di negara lain. Amazing!" jawab Kiara sedikit panjang lebar.

"Wow, begitukah di kota tempat tinggalmu? Pasti ramai sekali di sana."

"Sangat ramai. Crowded."

“Andaikan kamu datang ke sini bulan depan, kamu bisa melihat karnaval dan pertunjukkan musik gratis.”

"Hm, jadi  apa yang ada di kota ini di bulan ini?”

"Musim semi seperti sekarang ini, saat yang tepat untuk berjalan-jalan menyusuri kota ini. Menghirup dalam-dalam udaranya yang sejuk dan menikmati sinar matahari yang hangat menyentuh kulit."

Kiara menarik napas panjang, seolah ingin mengikuti saran Bertrand, merasakan udara musim semi yang sejuk di Kota Nice. Untuk yang ke sekian kalinya senyumnya merekah.

Tidak sia-sia ia nekat berkunjung ke Kota Nice ini sendirian. Ia melirik ke arah pemuda di sampingnya. Pertemuan yang diawali perbincangan di dalam kereta yang sama-sama mereka tumpangi, tetapi telah membuat Kiara lega, telah berhasil keluar dari rutinitas tugasnya yang mulai menjemukan.

“Promenade des anglais. Pernah mendengar istilah itu?"

"Istilah apa itu?"

"Itu adalah sebutan untuk kota ini."

"Apa artinya?" tanya Kiara seraya memiringkan wajahnya lalu setengah menoleh kepada Bertrand yang berjalan perlahan di samping kanannya.

"Tempat jalan-jalan bagi warga Inggris."

"Oh, karena banyak orang Inggris yang jalan-jalan di sini?"

"Sepertinya begitu. Dulu, bangsa Inggris yang tinggal di sekitar pantai, membangun daerah ini menjadi tempat yang nyaman untuk bersantai menikmati udara laut di sore hari. Sekarang, tempat ini masih digunakan untuk bersantai. Tapi dengan kegiatan yang lebih beragam. Trotoar lebar ini nyaman sekali bagi pejalan kaki, kan? Cukup luas untuk berlalu lalang beberapa orang dengan kegiatan berbeda."

Kiara tersenyum lebar. Bertrand benar sekali. Berjalan-jalan menyusuri trotoar di kota ini tidak perlu was-was. Tidak ada motor yang tiba-tiba mengklakson dari belakang saat sedang berjalan di trotoar seperti yang pernah dialami Kiara di Jakarta.

Oh, segala yang ada di sini memang tidak bisa dibandingkan dengan Jakarta. Kota tempatnya tinggal itu punya segudang pekerjaan rumah yang harus dibereskan. Mungkinkah Jakarta bisa seperti Nice, memiliki trotoar sepanjang tujuh kilometer yang lebarnya lima sampai lima belas meter?

Kiara menggeleng-geleng samar. 

"Pertama, aku akan mengajakmu ke Place Massena.” 

Ucapan Bertrand itu mengembalikan fokus Kiara pada suasana kota ini.

"Nah, tempat apa lagi itu?" tanyanya sembari menoleh sekilas pada Bertrand sebelum kembali memandang ke depan.

"Kamu lihat sendiri nanti, sebentar lagi kita sampai," jawab Bertrand seraya mempercepat langkahnya.

Arumi E.

Halo ... lanjut lagi ya bacanya. Sambil sekalian nambah pengetahuan tentang Kota Nice di Perancis. Siapa tau suatu saat kita akan jalan-jalan ke sana. Salam Arumi

| 1

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status