"Mademoiselle, do you want to swap seats with me?" tanya lelaki muda bertubuh jangkung itu pada Kiara.
Dari logat bicaranya, Kiara bisa menduga lelaki yang duduk di sampingnya ini orang Prancis.
"I'm sorry, am I disturbing you, Monsieur? "
Kiara malah khawatir sikapnya yang sebentar-sebentar melongok ke arah luar jendela yang berada tepat di samping lelaki itu telah membuat lelaki itu merasa terganggu.
"It's okay, Hanya sepertinya kamu senang memandangi pemandangan di luar kereta. Jadi, sebaiknya kamu saja yang duduk di samping jendela ini," jawab lelaki itu sambil tersenyum.
Matanya yang hijau cerah menatap sopan kepada Kiara.
"Kamu nggak keberatan?" tanya Kiara memastikan lagi.
"Silakan. Aku cukup sering ke Nice. Aku nggak terlalu antusias ingin memandang keluar jendela sepanjang perjalanan," jawab lelaki itu lagi.
Kiara mengernyit.
"Apa aku terlihat jelas baru pertama kali naik kereta menuju Nice?"
Lelaki itu hanya tersenyum mendengar pertanyaan Kiara. Ia berdiri dari duduknya, lalu keluar dari deretan dua kursi berdampingan itu, membiarkan Kiara masuk lebih dahulu kemudian duduk di kursi dekat jendela.
Setelah Kiara duduk, barulah lelaki itu menyusul duduk di samping Kiara.
"Karena kamu memandangi keadaan di luar jendela seolah seperti baru pertama kali melihatnya," kata lelaki itu disertai senyum.
"Oh. Iya, itu benar. Ini memang perjalanan pertamaku menuju Nice. Aku suka melihat pemadangan yang dilewati kereta ini," sahut Kiara.
"Nice memang spesial."
"Seberapa sering kamu berkunjung ke Nice?" tanya Kiara mulai menikmati perbincangannya dengan lelaki asing ini.
"Tiap kali ada proyek foto yang harus kukerjakan di Nice sekalian mengunjungi kedua orangtuaku."
"Oh, berarti kamu memang tinggal di Nice?"
"Bertrand."
"Hah?"
"Panggil saja aku Bertrand. Bertrand LaForce nama lengkapku. Kedua orangtuaku warga asli Nice. Tapi aku sendiri nggak pernah menetap lama di satu tempat. Pekerjaanku membuatku harus sering pindah dari satu tempat ke tempat lain. Rasanya aku sudah hampir berkunjung ke separuh dunia."
"Kamu fotografer?" tanya Kiara seraya melirik sebuah tas lumayan besar yang dibawa lelaki itu.
"Fotografer lepas."
"Apa yang biasanya kamu potret? Model majalah wanita, selebritas, alam, atau ...."
"Aku lebih suka memotret pemandangan. Sudut-sudut kota, desa, kampung-kampung, sampai hutan."
"Sudah pernah ke Indonesia?"
Lelaki itu mengeleng.
"Itu di Asia Tenggara, kan? Kamu berasal dari sana? Aku pernah ke Thailand."
"Ya, aku warga negara Indonesia. Nggak jauh dari Thailand. Suatu saat kamu harus datang ke Indonesia. Banyak obyek foto menarik di sana."
"Lebih menarik dari Nice?"
"Hm Indonesia luas sekali. Banyak kekayaan alam yang masih alami dan memukau."
"Akan kupertimbangkan. Dan kamu?"
"Kenapa?" Kiara balik bertanya, tak paham maksud pertanyaan Bertrand.
"Kamu belum menyebutkan namamu." Bertrand menjelaskan maksud pertanyaannya.
"Kiara Almira. Panggil saja Kiara," jawab Kiara.
"Kamu dari Indonesia ke negara ini sendirian?".
"Bersama beberapa orang. Aku sedang melakukan satu pekerjaan di Cannes. Tapi aku bosan dengan rutinitas acaranya. Karena itu diam-diam aku melarikan diri ke Nice untuk menghibur diri," jawab Kiara, entah mengapa dia bisa sejujur ini pada lelaki Prancis yang baru dikenalnya ini.
"Untunglah kamu pergi sendirian," sahut Bertrand.
"Kenapa untung?" Dahi Kiara mengernyit.
"Kamu jadi duduk di sampingku dan kita berkenalan."
Kiara tersenyum lebar. Ia merebahkan kepalanya di sandaran kursi.
"Apakah semua gadis Indonesia seperti kamu?"
Kiara menoleh.
"Seperti aku bagaimana maksudmu?" tanyanya.
"Seperti kamu, cantik. Vous êtes belle."
Ucapan Bertrand membuat Kiara hampir tersedak. Sungguh luar biasa jika ia dinilai cantik oleh lelaki Prancis petualang yang ia yakin pasti sudah sering melihat wanita cantik di setiap kota yang disinggahinya. Ataukah Bertrand hanya sekadar iseng memuji dan coba-coba merayunya?
"Cantik itu relatif. Menurutmu cantik, belum tentu menurut orang lain cantik juga. Dan apakah semua lelaki Prancis seperti kamu?" Kiara balik bertanya.
"Seperti aku bagaimana?" tanya Bertrand bingung.
"Senang merayu wanita yang baru dikenal?" Kiara menegaskan maksudnya.
Bertrand tersenyum.
"Hanya pada gadis-gadis yang menarik dan membuatku nggak tahan untuk memuji. Apakah gadis di negaramu memang nggak suka dipuji?" Bertrand menjawab sekaligus bertanya lagi.
"Bukannya nggak suka. Terima kasih kamu bilang aku cantik. Indonesia itu terdiri dari banyak suku. Dan setiap suku punya pesona keindahan beda-beda."
Bertrand mengangguk-angguk. "I see," sahutnya.
"Aku suka warna kulitmu," lanjutnya.
"Ada apa dengan warna kulitku?" tanya Kiara sambil mengusap tangannya yang dipandangi Bertrand.
"Presque parfait."
Kiara hanya tersenyum.
"Jadi, apa yang kamu kerjakan di Cannes?"
Kiara enggan menjawab pertanyaan itu. Rasanya terlalu aneh jika ia bilang ia seorang artis dan datang ke Cannes untuk menghadiri acara pembukaan festival film Cannes.
Saat ini keadaannya sedang biasa-biasa saja. Bertrand pasti akan menertawainya jika ia mengaku pekerjaannya adalah seorang pemain film yang datang ke Cannes sebagai undangan spesial salah satu brand ambassador sebuah produk kecantikan ternama.
"Hal yang berhubungan dengan seni."
Kalimat itu yang akhirnya dia putuskan sebagai jawaban.
Bertrand terbelalak, kemudian mengamati keselurahan penampilan Kiara. Mata Kiara mengernyit menanggapi tatapan mata Bertrand yang seolah menilai penampilannya.
"Oh, kamu seorang seniman? Di bidang apa? Tari? Musik? Drama? Atau seni rupa?"
"Seni akting," jawab Kiara singkat.
"Ooh!" sahut Bertrand lebih singkat lagi.
"Kenapa reaksimu seperti itu?"
"Apa yang salah dengan reaksiku?"
"Seolah-olah seni akting bukan pekerjaan yang menarik."
"Aku nggak bermaksud begitu. Bagiku semua seni memiliki keunikan dan keindahan sendiri-sendiri."
"Kamu memandangiku seolah merasa heran."
Bertrand tertawa kecil.
"Maaf. Aku hanya nggak menyangka kamu seorang seniman. Penampilanmu nggak seperti seorang seniman."
"Memangnya penampilanku seperti apa?"
"Kamu terlalu manis dan rapi."
Kiara tertegun, kemudian memandangi tubuhnya sendiri.
"Memangnya seniman nggak boleh terlihat manis dan rapi?"
Bertrand tertawa.
"Aku hanya berpikir, kamu lebih cocok menjadi seorang model."
Kiara tersenyum dalam hati. Andaikan Bertrand tahu, di negerinya sendiri, Kiara memang biasa menjadi model. Bahkan saat ini ia adalah model produk perawatan kecantikan berlabel La belle.
"Kita sudah sampai."
Pemberitahuan dari Bertrand itu membuat Kiara menoleh ke arahnya, kemudian beralih ke arah luar jendela di sampingnya. Kereta ini telah berhenti di stasiun Kota Nice.
"Ayo kita turun," ucap Bertrand, lalu ia berdiri, bersiap melangkah keluar dari gerbong kereta.
Kiara ikut berdiri, melangkah perlahan mengikuti Bertrand tepat di belakanganya. Saat Bertrand lebih dulu keluar dari gerbong kereta, ia berhenti dan berbalik, menunggu Kiara juga keluar. Ia tersenyum setelah yakin Kiara masih berada di dekatnya.
"Kutunjukkan jalan keluar dari stasiun ini."
Kiara hanya mengangguk, menyetujui ucapan Bertrand itu, lalu ia kembali melangkah, kali ini ia berjalan di sisi Bertrand sampai mereka berhasil keluar dari dalam stasiun kereta yang cukup besar ini.
"Nah, sekarang kamu akan ke mana?" tanya Bertrand seusai menghela napas lega.
"Aku hanya ingin berjalan-jalan sendirian berkeliling Nice," jawab Kiara.
"Tanpa pemandu? Apa kamu sudah tahu, apa saja yang menarik untuk dikunjungi di kota ini?"
Kiara menggeleng, membuat rambutnya yang panjang ia biarkan tergerai, bergerak-gerak. Bertrand tak menampik daya tarik gadis yang berdiri di hadapannya ini. Ia mulai berpikir, sayang sekali jika ia melepaskan gadis ini begitu saja.
NOTE :
Mademoiselle, do you want to swap seats with me? : Nona, apakah kamu mau bertukar tempat duduk denganku?
I'm sorry, am I disturbing you, Monsieur? : maaf, apakah aku mengganggumu?
Vous êtes belle : kamu cantik.
Presque parfait : nyaris sempurna.
Ketemu lagi dengan lanjutan cerita ini. Langsung yuk baca bab berikutnya ya :) Salam Arumi
Kiara tak menyangka akhirnya dia dan Alaric bisa mewujudkan rencana mereka berbulan madu ke Labuan Bajo. Semua berjalan lancar. Mulai dari rangkaian promosi film "Lost in Bali" hingga pemutarannya selama sebulan di bisokop dan menghasilkan jumlah penonton cukup luar biasa, syuting film baru yang cukup melelahkan menuntut Kiara mengerahkan segala kemampuannya, akhirnya kini Kiara dan Alaric bisa beristirahat hanya berdua saja. Mereka menikmati indahnya pemandangan, bercinta sampai puas tak ada yang mengganggu karena resort yang mereka tinggali ini memang antara satu kamar dengan kamar lainnya berjarak lumayan jauh. Hari ini mereka masih akan bermalas-malasan hanya di hotel, kemudian nanti akan berenang di kolam renang, dan nanti sore mereka akan ke pantai menikmati sunset. Mereka baru selesai sarapan, lalu asyik merebahkan tibuh di hammock yang etrpasang di teras paviliun mereka. Kiara merebahkan kepalanya di dada Alaric. "Mas, bagaimana kalau setelah
Sebulan setelah Alaric dan Kiara menikah, film Kiara yang berjudul "Lost in Bali" mengadakan gala premiere sebelum resmi tayang di bioskop di seluruh Indonesia dua hari lagi. Di acara gala premiere itu tentu saja Kiara bertemu lagi dengan Kafka yang ternyata masih betah berpacaran dengan peran pendukung wanita film itu. Mereka masih tidak saling berbicara, tapi Kiara sudah mulai mau membalas senyum Kafka hanya sekadar sebagai sopan santun dan hubungan baik karena mereka berperan di film yang sama. Alaric selalu menggenggam erat tangan Kiara seolah ingin menegaskan kepada semua orang bahwa Kiara adalah miliknya. Beberapa kali malah Alaric memeluk pinggang Kiara. Bahkan di satu kesempatan ketika mereka sedang ebrbincang sambil menunggu dipersilakan masuk ke dalam studio, tiba-tiba saja Alaric mencium pipi Kiara lama, lalu bergerak ke bibirnya, kemudian mengecup lembut. Kiara terkejut, tetapi membiarkan aksi Alaric itu. "Mas, jangan ciuman di depan publik.
"He, Kiara, kenapa menangis? Aku bikin kejutan ini buat bikin kamu senang, bukan malah menangis," ucap Alaric ketika melihat mata istrinya basah dan perlahan satu dua tetes air mata mengalir di pipi Kiara. Kiara menggeleng. Dia mengambil tisu di atas meja makan, lalu menghapus air matanya. "Aku menangis bahagia, Mas. Aku etrharu. Aku nggak sangka kamu akan melakukan semua ini. AKu kira kamu masih lama bakal diemin aku. Aku mulai paham kebiasaan kamu. Tiap kali kita berdebat, kamu milih diemin aku daripada ribut melanjutkan perdebatan. Aku sudah mengalaminya saat kejadian dengan Kafka. Jadi, ketika semalam dan tadi pagi kamu diemin aku, aku ngerti. Kamu butuh waktu. Tapi aku nggak ngira mood kamu bisa berubah secepat ini," sahut Kiara. Lalu Kiara mencoba tersenyum walau bibirnya masih bergetar. alaric balas tersenyum. Dia mengecup bibir istrinya lembut, lalu dia raih tubuh Kiara dalam pelukannya. Dia biarkan dada Kiara bersandar ke dadanya, dan Alaric me
Hari ini kesibukan Kiara seharian rapat di beberapa tempat. Setelah bertemu Livia dan mengecek lagi jdwal kerjanya untuk satu bulan ke depan, Kiara ditemani Livia menghadiri rapat di sebuah perusahaan iklan yang akan membuat iklan untuk produk minuman kesehatan. Pertemuan itu selesai pukul setengah enam. Kiara berniat akan makan malam dulu bersama Livia sebelum pulang ke apartemen. Karena dia memperkirakan Alaric akan pulang larut, mungkin sengaja untuk menghindari bertemu Kiara. Kiara memang bertekad akan membiarkan Alaric membenahi perasaannya dulu. Dia bukan wanita manja yang senang merajuk dan ngambek bila keinginannya tidak dituruti. Sudah bertahun-tahun dia terbiasa mandiri. Apalagi Kiara menyadri dalam masalahnya saat ini, dia memang salah karena dengan tiba-tiba menghentikan Alaric dan melarangnya berhubungan tanpa pengaman tanpa membicarakan tentang itu lebih dulu. Saat bertemu Livia, ada keinginan Kiara untuk mencurahkan perasaannya, tetapi di
Kiara tak menyangka, pernikahannya dengan Alaric baru berlangsung empat hari, tetapi di hari keempat, mereka sudah tidak saling bicara. Kiara sudah mencoba mengajak Alaric bicara, tapi Alaric hanya menganggapi dengan 'hm' yang pendek. Kiara sadar, mereka memang salah. Padahal mereka berhubungan menjadi kekasih cukup lama sebelum menikah, tapi masih banyak hal dasar dan prinsipal yang belum mereka bahas. Salah satunya tentang menunda punya anak dan bagaimana program penundaan terbaik yang tidak menyakiti kedua pihak. Kiara berpikir jika Alaric mengenakan sarung pengaman saat mereka berhubungan intim, maka itu adalah pengaman terbaik yang paling tidak berbahaya. Atau ada jalan lain dengan memantau masa subuh Kiara. Tetapi Kiara tidak mau jika ada alat kontasepsi yang dimasukkan ke tubuhnya karena biasanya alat seperti itu ada efek sampingnya. Namun Alaric sepertinya masih kehilangan minat untuk menobrol dengan Kiara. Kiara pun menyadari, ini adalah
"Mas, sebentar," ucap Kiara lagi setelah mereka mandi dan mereka sudah bersiap di tempat tidur. Alaric sudah menciumi Kiara beberapa kali. Keningnya mengernyit mendengar Kiara menginterupsinya lagi. "Ada apa lagi, Sayang? Kalau kamu bilang sebentar terus, nanti keburu mood-ku hilang nih," sahut Alaric. "Kita belum benar-benar ngobrolin tentang rencana kita punya anak," kata Kiara. Alaric terbelalak. "Hah?" tanyanya terkejut, tak menyangka Kiara akan mengajaknya membahas tentang rencana punya anak ketika hasratnya sudah semakin tinggi seperti sekarang. "Maksudku, sebaiknya kita pakai pengaman sebelum kita benar-benar membahas tentang rencana kita punya anak," kata Kiara lagi. Minat Alaric langsung lenyap. Dia pun duduk di tempat tidur, menyandarkan punggungnya ke kepala tempat tidur. "Oke, aku memang salah. Nggak pernah mengajak kamu membahas tentang rencana punya anak denganmu sebelum kita menikah. Jadi, ap