Pak Karsa sedang sibuk mencari-cari buku yang dibawa dari rumah Pak Guruh, ia bahkan kelupaan bahwa buku itu sebenarnya justru tertinggal.
"Ditaruh di mana ya, asem tenan!" Gerutunya tanpa henti.Sementara tangannya masih bergerak sibuk untuk memeriksa keberadaan buku tersebut, suara pintu terdengar diketuk dari luar."Abah, punten...!" Abah Karsa terkejut mendengar suara yang sudah ia kenal, yaitu Sakti."Ada apa gelap-gelap begini, Cah, apa bapak kumat?" Teriak Abah Karsa dari dalam rumah.Tak ada jawaban, namun suara ketukan pintu semakin keras.Abah Karsa merasakan kepanikan terdengar dari suara ketukan pintu itu, sepertinya memang terjadi sesuatu hingga membutuhkan dirinya saat ini. Ia segera cepat-cepat menuju ke arah pintu lalu membukanya.Terlihat wajah Sakti menghitam terkena bayangan cahaya lampu, Sakti menyodorkan sebuah buku yang selama ini sedang dicari Abah Karsa."Asem!" Jerit Abah Karsa dalam hati, ternyata buku itu sudah ada di tangan Sakti."Ini apa toh, Bah!?" Suara Sakti pelan namun tegas, Abah Karsa merasa jika Sakti sudah membaca keseluruhan buku itu.Sekalipun suatu saat Sakti mengetahui semua yang ditulis di dalam buku itu, tapi Abah Karsa belum siap jika harus menjelaskan segalanya malam ini juga. Karena ia pun belum tahu bagaimana Pak Guruh menjabarkan dirinya dalam buku itu. Abah Karsa akan sulit untuk mengelak jika ada bagian dalam buku itu yang menyudutkannya."Itu buku harian bapakmu, toh?" Jawab Abah Karsa, tenang."Iya, tapi kenapa bahas nama Abah di sini!?" Suara Sakti semakin meninggi dan dipenuhi amarah.Abah Karsa paham dengan perilaku Sakti, ia hanya bisa memaklumi kemarahan itu sambil berusaha menenangkannya. "Sabar toh Cah Bagus, pelan-pelan, bapakmu itu butuh dukungan kita loh, Cah Bagus."Terlihat mata Sakti mulai berkaca-kaca, semakin Abah Karsa melihat tatapan itu, semakin jelas bahwa Sakti juga merasa terpukul dengan apa yang diketahuinya mengenai masa lalu sang ayah.Perlahan Sakti mulai merasa keterpurukan menimpa pundaknya, berat, ada sebuah beban baru yang kini bertambah. Abah Karsa berusaha menenangkan Sakti dengan memeluknya.Tangisan Sakti mulai terdengar, suara isakan itu memenuhi ruangan Abah Karsa yang berantakan.Abah Karsa mengelus punggung Sakti sambil berkata, "Turut prihatin ya Cah Bagus, maaf usaha Abah selama ini masih belum ada apa-apanya."Saat mengelus punggung Sakti, Abah Karsa merasakan energi yang aneh terpancar dari dalam tubuh Sakti. Dari pengelihatannya energi tersebut menimbulkan sensasi unik tertentu yang berupa paparan mirip cahaya api.Tipis, namun cukup terlihat jelas. Bergerak perlahan dan menguap pelan-pelan lalu menghilang seperti asap.Bagi Abah Karsa, fenomena aneh itu bukan pertama kali terlihat. Hanya saja, Abah Karsa merasa heran kenapa Sakti bisa memancarkan energi hebat itu.Apa yang terlihat dan dirasakan Abah Karsa adalah Aura Dewi, aura itu bercampur dengan aura asli milik Sakti hingga menimbulkan dampak tertentu yang sifatnya masih belum jelas. Apakah pertanda baik atau buruk.Abah Karsa yang merasa kesulitan dari mana ia harus menjelaskan keadaan ayahnya, sekarang mulai yakin jika hal itu akan lebih mudah daripada perkiraannya. Berkat Aura Dewi yang ada pada tubuh Sakti.Karena apa pun yang dilakukan Sakti hingga membuat auranya tercampur dengan Aura Dewi, sudah pasti akan mempermudah Sakti untuk segera paham apa yang sedang dialaminya.Sambil menuntun Sakti untuk masuk ke dalam ruangan, Abah Karsa berencana untuk mengorek informasi tentang apa pun yang Sakti kerjakan belakangan ini, demi mengetahui kenapa Sakti bisa mendapatkan Aura Dewi yang selama ini dicarinya.Di rumah...Pak Guruh masih merasakan kegelapan yang menyelimutinya, ia tak bisa merasakan apa pun, ia tak bisa melihat apa pun. Dia merasa seperti benda mati yang bernapas.Saat Sakti datang pun ia tak sadar, namun terlihat di dalam benaknya bahwa sebuah energi yang ia kenal telah datang padanya.Tak yakin dengan apa yang ada di dekatnya saat itu, Pak Guruh merasa jika waktunya tiba. Pembalasan dari apa yang diperbuatnya terdahulu.Energi itu membuatnya takut, tanpa bisa melihat, Pak Guruh tidak tahu keadaan yang sebenarnya. Padahal, Sakti-lah yang memancarkan energi Aura Dewi tersebut. Aura itu bisa menembus alam bawah sadar Pak Guruh. Sayangnya, ia tak tahu apakah dirinya benar-benar kedatangan Dewi yang dahulu pernah ia sakiti, atau hanya halusinasinya saja? Apakah kini ia harus membayar ganjarannya?Tapi sudah berjam-jam berlalu sejak Pak Guruh merasakan kehadiran aura itu, namun keadaannya yang buta segalanya membuat ia putus asa. Tiba-tiba Pak Guruh menghujamkan jarinya ke arah kedua matanya berkali-kali. Darah mengucur deras, Pak Guruh berteriak namun tentu saja tak terdengar suara apa pun, hanya ekspresi menyedihkan nan penuh derita.Ia benar-benar sangat menyesal dengan perbuatannya di masa lalu.Nafsu liarnya yang sulit dibendung dan keserakahan membuatnya kini merasakan akibatnya. Sambil merasakan ketakutannya sendiri, Pak Guruh kembali membayangkan masa lalunya.Dahulu, Pak Guruh adalah salah satu pemuda idaman di wilayahnya. Banyak lelaki yang iri dan marah padanya karena pasangan mereka kadang terpincut oleh daya tarik Pak Guruh.Guruh yang memiliki banyak ambisi malah menjalani hidup seenaknya, terutama masalah wanita. Ia memanfaatkan para wanita polos itu demi keinginannya semata, bahkan ia tak sungkan-sungkan untuk menggoda wanita bersuami karena mereka lebih banyak uang.Sampai suatu ketika, ia dimintai sebuah pertolongan aneh oleh dukun langganan ayahnya, yaitu Abah Karsa.Abah Karsa melihat sebuah potensi tertentu dalam diri Guruh, ia menyayangkan sikap yang seenaknya itu. Sampai akhirnya, Abah Karsa ingin menjodohkan Guruh dengan seorang wanita yang ayu, alim, dan baik perangainya. Demi menghentikan sifat buruk Guruh yang sering memanfaatkan wanita.Pergilah mereka berdua ke tempat kediaman wanita itu, Guruh yang bertemu dengan calon pasangannya di sana, langsung saja jatuh hati dengan wanita tersebut.Saat mereka kembali ke tempat kediaman Guruh, orang-orang heboh karena melihat Guruh membawa wanita asing yang menarik banyak perhatian pemuda sekitar karena kecantikannya.Wanita ayu nan berperangai baik itu benar-benar kebalikan dari sifat Guruh yang grasa-grusu dan seenaknya sendiri.Apalagi tersebar gosip bahwa Guruh akan menikahi wanita itu, gemparlah seluruh desa. Mereka tidak rela apabila wanita baik-baik harus dinikahi bajingan seperti Guruh.Situasi yang tak terkendali membuat Guruh ketakutan dan panik, bahkan Abah Karsa tidak menyangka jika hal ini akan terjadi.Para pemuda yang cemburu dengan kemujuran Guruh mulai berlaku anarkis, mereka sering meneror Guruh diam-diam demi mencegah pernikahan itu.Guruh pernah merasa hampir mati karena dikeroyok oleh beberapa pemuda yang marah padanya, ini tidak pernah terjadi sebelumnya bahkan saat ia berhasil menggaet istri orang lain. Yang terjadi sekarang lebih parah dari itu.Kemarahan warga sekitar terhadap kemujurannya membuatnya kembali ditolong oleh Abah Karsa.Abah meminjamkan sebuah pusaka berupa cincin dengan ukiran hewan melata seperti ular naga membentuk lingkaran mengelilingi jari manisnya.Pusaka itu untuk melindungi dirinya dari kemarahan orang-orang.Setelah memakai pusaka itu, memang kemarahan orang-orang mulai mereda. Sudah tak terlihat lagi sikap anarkis demi menentang pernikahan Guruh dan wanita idamannya itu.Namun, semenjak Guruh memakai pusaka tersebut, pandangan terhadap calon istrinya berbeda. Ia merasakan daya tarik yang dahsyat, bahkan ia melihat wanita itu memancarkan suatu aura aneh di belakang badannya membentuk sayap nan indah berwarna keunguan.Rasa cinta terhadap wanita itu semakin bertambah, sampai akhirnya waktu pernikahan mereka tiba.Saat malam pertama, Guruh sangat senang bisa menggauli istrinya itu dengan lebih leluasa. Kebanggaan tersirat di matanya karena berhasil memiliki wanita itu sepenuhnya.Aura aneh di belakang istrinya semakin membuatnya bergairah, setiap kali Guruh bercumbu dengan istrinya tersebut, ia merasakan aura itu masuk terhisap ke dalam tubuhnya hingga membuat dirinya semakin merasakan sensasi indah yang belum pernah dirasakannya dengan perempuan manapun.Hari demi hari, tahun demi tahun, ia sangat puas mencumbu istrinya hingga aura yang berbentuk sayap tersebut benar-benar habis. Membuat Guruh tidak lagi merasakan sensasi hebat tersebut tiap kali ia bercinta dengan istrinya, hanya buncahan orgasme normal seperti biasanya yang ia rasakan kini. Hal itu membuatnya bosan.Terasa seperti candu, ia menginginkan sensasi itu lagi.Hingga pada suatu ketika, para saudari istrinya datang berkunjung ke rumahnya. Mereka adalah perempuan-perempuan barparas indah nan teduh menenangkan batin lelaki manapun yang memandangnya. Saudari istrinya itu berjumlah tiga orang.Guruh semakin terkejut karena para perempuan itu juga memancarkan aura yang mirip dengan istrinya, sepasang aura sayap terlihat di belakang mereka, benaknya semakin tak karuan karena daya tarik itu sepertinya benar-benar menggugah Guruh untuk mencumbu mereka satu per satu.Hasrat terlarang Guruh mulai kembali diuji akibat kedatangan saudari-saudari istrinya itu. Gejolak birahinya mulai tak terbendung. Ia ingin merasakan nikmatnya sensasi bercinta yang tak terlupakan seperti dahulu.Dan petaka itu dimulai ...
Rasa penasaran Guruh terhadap para saudari istrinya semakin menjadi, ia merasakan dorongan itu semakin kuat dan sulit sekali ditahan-tahan lagi. Entah kenapa perasaan terhadap istrinya, Asih, malah kian hambar.Dimulailah akal-akalan Guruh demi mendekati salah satu saudari sang istri yang paling disukainya, yaitu Safiah. Dengan meletakkan sejumlah uang yang diikat lalu dimasukkan ke dalam tas milik Safiah, Guruh mengaku kalau ia kehilangan uang itu.Seisi rumah gempar dengan berita hilangnya uang yang dimaksud, apalagi jumlahnya tidaklah kecil. Guruh membujuk Asih untuk menggeledah setiap barang bawaan para saudarinya itu.Merasa tersinggung, Asih merasa perlu untuk membela para saudarinya. Ia hendak mengganti setiap lembar uang yang hilang itu."Beraninya! Biar kuganti uangmu!" Ucap Asih sambil menahan emosi.Walaupun Guruh merasa tak lagi cinta dengan istrinya, tapi kemarahan Asih membuatnya khawatir. Untungnya para saudari Asih mengerti situasi itu dan mengizinkan Guruh untuk mengg
Guruh menyaksikan kegilaan yang sedang terjadi di dapur, ayahnya sedang melakukan hal kotor terhadap Safiah. Sesaat tatapannya membeku.Terlihatlah aura sayap misterius yang berada di belakang Safiah, mulai tersedot ke arah Pak Bahja. Jelaslah Guruh paham dengan situasi yang terjadi.Guruh memalingkan wajahnya kepada sosok lain yang tersandar lemah di pojokan, Kemala, ia terlihat rapuh, pelan-pelan wajahnya berpaling ke arah di mana Guruh sedang terpaku menatapnya, matanya berkedip perlahan, sebagai ganti permintaan tolong yang tak bisa terucapkan.Reaksi wajah Pak Bahja yang kaget melihat Guruh memergokinya, justru tetap bergerak santai seolah tak terjadi apa pun. Tapi matanya menggambarkan kekhawatiran yang sangat. Menelisik respon anaknya dengan hati-hati.Ia pikir, untunglah hasratnya telah tersalurkan. Ia merelakan tubuh Safiah dan membiarkannya tergeletak begitu saja, walaupun sebenarnya hasrat terlarangnya masih ingin ia lampiaskan lagi, tapi kini ada urusan yang lebih mendesak
Suasana di dapur masih berantakan, Guruh tidak mampu menghentikan Pak Bahja. Kini ia sudah terkapar tak sadarkan diri. Perkelahian keduanya berakhir dengan keleluasaan Pak Bahja untuk mengatasi keadaan dapur sebelum Asih kembali. Keterampilan Pak Bahja dalam urusan mempertahankan diri dan menyakiti orang lain berada di atas Guruh, ditambah lagi, Pak Bahja pemegang salah satu Pusaka Iblis yang ia dapat dari Abah Karsa. Guruh juga memegang pusaka sejenis, bedanya adalah, Pak Bahja sudah lebih dulu menyadari potensi pusaka tersebut daripada Guruh. Di sela-sela perkelahian sebelum Guruh pingsan, Pusaka Iblis milik Pak Bahja bereaksi karena di sana ada kekuatan beberapa dewi, setelah Guruh datang, reaksi pusaka tersebut semakin tidak menentu karena ada dua Pusaka Iblis yang bersitegang. Energi dari pusaka itu mampu mempengaruhi isi kepala orang-orang di sekitarnya, terutama Pak Bahja, kekuatan manipulasi merasuk dalam benaknya, menghasut Guruh untuk sama-sama melakukan kebejatan yang dil
Isak tangis Asih terdengar hilang perlahan-lahan, kepanikannya sudah sedikit mereda. Walaupun begitu, ia masih tetap berusaha mencerna kejadian itu dengan susah payah.“Aku akan membalas lelaki jahat itu, sampai akhir hayatnya tiba.” Suara Nafika bergetar penuh kemarahan.Asih melepaskan tubuh Nafika dari dekapannya, ia hanya bisa mengangguk pelan, tak bisa lagi mengelak atas kesalahan mertuanya. Bahkan kalau perlu, suaminya pun pantas dihukum juga. Dari sudut pandangnya, Guruh pun memiliki itikad yang sama buruk dengan Pak Bahja. Lewat Aura Dewi yang kembali kepada Asih, semuanya terlihat bak memori yang tak akan bisa dihapus.Nafika terbangun dari posisi duduknya, memulihkan diri dari setiap goresan lukanya yang tersisa, lalu ia menjulurkan tangannya ke arah gundukan-gundukan tanah yang ada di hadapannya.Seketika itu juga tanah merekah, terbuka lebar, jasad yang ada di dalamnya terbangun. Safiah dan Kemala terlihat bangkit dari dalam tanah
Sakti baru saja membaca beberapa bagian isi buku harian milik ayahnya, sesekali ia bertanya pada Abah Karsa tentang kejadian yang menurutnya di luar nalar tersebut.Terutama di bagian saat kakek yang ia kenal ternyata tidak seperti yang diduganya. Pertanyaan lainnya yang dilontarkan oleh Sakti adalah kenapa rahasia besar seperti ini tidak ada yang cerita.Walaupun Sakti tidak terlalu dekat dengan kakeknya, tapi ia sangat prihatin dengan keadaan kakeknya yang juga menderita karena penyakit tertentu. Apalagi saat di mana istri-istri kakek mulai meninggalkannya dengan menggasak harta benda yang jumlahnya tak sedikit. Kecuali istri pertamanya yang senantiasa menemani.Sudah jatuh tertimpa tangga pula.Pada saat itu, Abah Karsa sering mendatangi kediaman kakeknya Sakti, yaitu Pak Bahja, untuk memberikan pengobatan tertentu. Sampai akhirnya Pak Bahja tidak tertolong lagi, ia meninggal saat Sakti berusia lima tahun. Dalam kondisi yang membuat siapa pun ber
Berubahnya suasana yang dialami Rosa terjadi begitu cepat, walaupun Rosa tahu bahwa ia sedang berada dalam ilusi saudarinya, tapi suasana di sekitarnya begitu terasa sangat nyata, seolah benar terjadi.Cahaya matahari memancar ke arah mata Rosa, silau, matanya tak bisa ia biarkan lama-lama menatap langit.Jiwa Rosa sedang terjebak di dalam dewi yang hendak dihukum mati.Di depannya, algojo sedang menunggu perintah. Sepertinya orang tampan di sebelahnya itulah yang memegang kendali.“Oh..,” gumam lelaki tampan itu. “…katanya kau perlu bicara sesuatu?” Lanjutnya lagi. Pandangan lelaki itu seolah sedang menunggu Rosa bicara.“Bukan a…” belum selesai Rosa bicara, lelaki itu menyelanya.“Baiklah, hukum dia!” Ucap lelaki itu, diikuti dengan algojo yang seketika itu juga bersiap mengayunkan pedang.Suasana penonton semakin riuh, “Hukum! Hukum! Hukum dia!”&ldquo
Rosa masih belum tersadar dari ilusi yang diberikan oleh saudarinya, yaitu Malea. Saudari Rosa yang lain, Anggi, mulai sedikit khawatir.Bahkan, Malea sendiri tidak menduga kalau Rosa tetap tak sadarkan diri, padahal kekuatannya sudah ia hentikan beberapa saat lalu.“Kenapa belum sadar juga?” Anggi bertanya.Dengan wajah khawatir, Malea sedikit gelagapan, “Ti, tidak tahu, terawanganku hanya sampai para dewi kembali ke Suarga. Ha, harusnya Rosa sudah sadar.”Anggi menghampiri tubuh Rosa yang masih belum terbangun, ia menepuk-nepuk pipi Rosa perlahan. “Rosa! Rosa! Sadarlah!”Rosa masih tetap tak sadarkan diri.Para saudari Rosa hanya bisa saling menatap, apakah mereka sudah melakukan hal buruk? Gumam masing-masing dari mereka dalam hati.Mungkin saja pertanyaan itu ada benarnya. Karena dalam bawah sadar Rosa yang masih merasuki tubuh Anggana, dan juga pengaruh ilusi milik Malea, menghasilkan kombinasi
Tiga saudari Rosa, yaitu Anggi, Rubi dan Ramona pergi menuju lokasi yang diberikan oleh Sakti. Mereka bergegas sembari terus mengingat wajah Sakti yang mereka lihat di ponsel Rosa. Sesekali Anggi menatap layar ponsel itu untuk memastikan seberapa jauh lagi jarak yang harus mereka tempuh. Anggi berharap agar Sakti tiba di tempat perjanjian terlebih dahulu, karena jika mereka yang lebih dulu sampai, bisa jadi Sakti akan menghindari pertemuan itu karena bukan Rosa yang datang. Ketika hampir sampai di tempat pertemuan, Anggi memerintahkan kedua saudarinya untuk berjaga-jaga dari jarak yang tidak terlalu jauh. Akhirnya Ramona dan Rubi menunggu di sebuah halte bus, berbaur bersama calon penumpang yang sedang menunggu. Lain halnya dengan Anggi, ia menunggu dengan sabar akan kehadiran Sakti. Mereka berjanji akan bertemu di sebuah minimarket yang menyediakan sebagian kecil areanya untuk bersantai dan menyesap kopi. Anggi belum bisa duduk-duduk di tempat pertemuan itu, ia menunggu Sakti yang