Arya perlahan bangkit, walau dia masih merasa nyeri pada bagian dadanya. Matanya masih memindai sekeliling tempat itu. Mereka terdampar di sebuah hutan yang sangat lebat. Dasar atau lantai hutan itu terasa sangat lembab dan juga sedikit berlumut.
“Sepertinya kita sudah memasuki bagian dalam hutan,” ucap Angel sembari menepuk-nepuk pakaiannya yang terlihat sedikit kotor.
“Jarak tempuh kita tinggal 4.900 km lagi,” ucap Idun yang sedang mengecek peta pada layar digital miliknya.
“Hah? 4.900? Bukan 4.500?” pekik Candra. Dia buru-buru mengecek dan ternyata yang dikatakan Idun benar. “Sial! Gini, nih, kalau bukan tim nomor satu. Kita cuman mengurangi jarak tempuh sebanyak enam ratus kilometer? Cih!” cecar Candra kesal.
Muak. Arya mulai merasa kesabarannya sudah habis. Dari kemarin Candra selalu mengoceh karena timnya tidak bisa duduk di peringkat pertama. Awalnya Arya malas menanggapi, tapi lama-kelamaan, dia mera
Dida tersungkur dan meringis. Badannya terasa sakit, ketika dengan tidak sengaja tubuhnya itu membentur sesuatu di depannya. “Kak Dida, Kakak baik-baik saja?” tanya Arya, mencoba mengecek keadaan salah satu anggota timnya. “Sepertinya tempat ini dihalangi dinding kaca,” ucap Firman. Arya langsung menoleh saat mendengar ucapan dari Firman itu. Terlihat laki-laki itu sedang meraba sebuah dinding kaca yang tak begitu nampak. Iya, dinding itu tidak akan terlihat, jika tidak bersentuhkan dengan manusia—lebih tepatnya avatar manusia. Selang beberapa detik, dari jam digital yang melingkat di tangan kanan para pemain, terdengar bunyi notifikasi pesan. Dengan serempak, mereka langsung mengalihkan fokusnya pada jam tersebut. Membuka layar digital masing-masing dan melihat sebuah pesan muncul begitu saja. [Side Quest] Arya mengerutkan keningnya. Ternyata memang ada misi lain seperti ini, dia kira seperti di level pertama yan
Seseorang mengintrupsi Arya, ketika dia hendak menekan tombol ‘lanjutkan’ untuk mengkonfirmasi pemain yang sudah dipilihnya untuk menyelesaikan misi ini. “Ada apa?” tanya Arya dengan wajah kesal. “Kenapa tidak ada nama saya?” protes Candra. Dia melihat dengan jelas, bahwa dirinya tidak di pilih oleh sang leader. “Tidak bisa! Pokoknya kamu harus memilih saya!” tegasnya lagi. Ya. Memang pada daftar pemain yang Arya pilih untuk menyelesaikan side quest ini, tidak ada nama Candra. Arya hanya memilih dirinya dan empat anggota tim RD; Idun, Dida, Reza dan Firman. Untuk Candra dan Angel, Arya tak memilihnya. “Begini juga sudah cukup, Pak,” balas Arya. “Tidak bisa! Tetap kamu harus memasukkan saya ke dalam daftar pemain yang kamu pilih! Kenapa kamu harus memilih Di? Jelas-jelas level dia itu jauh di bawah saya. Level dia itu masih 24, setara dengan salah satu buaya di sana,” tunjuk Candra yang mengungkapkan protesnya. Benar. Anggota tim
Candra mengeluarkan skill yang memiliki efek sangat kuat dan besar untuk musuhnya. Ah, tidak! Bukan hanya untuk musuhnya, tapi untuk siapa pun yang ada di dalam jangkauannya. “Bangsat!” umpat Arya saat dirinya merasa sedikit sesak. Helth Poin miliknya benar-benar berkurang. Dia tahu betul, ini adalah efek yang dia dapatkan dari skill yang baru saja dikeluarkan oleh Candra. “Dasar laki-laki tua!” desisnya. Prang. Terdengar suara seperti pecahan kaca. Kelima buaya tadi langsung dikalahkan oleh Candra. Tubuhnya yang besar dan menyeramkan itu, seketika hancur, saat HP milik kelima buaya itu terkuras habis oleh Candra. Seketika, lingkaran hitam yang tadi muncul akibat efek dari skill Forgo Sarlo milik Candra menghilang. Terlihat laki-laki berumur kepala tiga itu, terengah-engah, tapi sejurus kemudian dia tersenyum penuh. Wajahnya terlihat sangat segar dan bugar. Jelas saja, dia mengisap semua HP musuh dan bahkan rekan satu timnya—yang tadi ada dalam jangka
“Ja-jangan!” Teriakan itu berasal dari Dida. Perempuan itu mencoba berdiri, walau butuh sedikit perjuangan. “Jangan keluar. Aku tahu dan sadar, kalau levelku masih di bawah kalian … tapi, dari pada mengeluarkan Pak Candra yang jelas memiliki skill lebih baik dari aku. Lebih baik aku aja yang keluar, karena aku pasti jadi beban buat kalian,” ucapnya. “Loh, kok, kakak yang keluar, sih?” sergah Idun. Dari raut wajahnya terlihat, bahwa anak laki-laki itu tak ingin Dida meninggalkan timnya. “Lagi pula sebelum dia, Kak Dida yang lebih dulu masuk ke tim ini.” Idun menunjuk Candra tanpa segan. “Tapi … aku-aku nggak mau jadi beban kalian.” Dida menunduk dengan perasaan bersalah. “Nggak, siapa yang bilang Kakak beban kita?” “Pak Candra yang bilang,” timpal Dida dengan setengah berteriak. Terlihat mata perempuan itu berkaca. Jauh dari dalam lubuk hatinya, Dida merasa sakit ketika dianggap sebagai beban tim. Memang, kemampuan Dida berbeda dari yang lain,
“Eh? Itu apa?” seru Firman. Arya yang penasaran, dia mendekat ke cahaya tersebut. “Sepertinya ini item yang kita dapat dari buaya tadi,” ucap Arya. Tangan anak laki-laki itu terulur ke depan. Sedetik kemudian cahaya emas yang sedang mengapung itu turun dan sebuah benda asing mendarat di telapak tangan Arya. Dia menautkan alisnya, saat melihat benda bulat dan kecil berwarna emas. Dalam benda itu terdapat sebuah tombol. Tiba-tiba terdengar bunyi notifikasi dari jam digital milik Arya. Dengan sekejap pada jam itu keluar sebuah hologram yang menampilkan sebuah benda yang menyerupai barang yang sedang dipegang di tangan kanan Arya. [Tombol Pembuka Portal. Kamu bisa menggunakan benda ini untuk membuka portal otomatis. Sebelumnya tentukan titik koordinat tempat yang ingin kamu tuju. Memiliki jarak maksimal 1500 km.] “Wah! Ini item bagus, kita sangat membutuhkan benda seperti ini.” Arya membalikkan badannya, wajahnya nampak sumringah. “Apa?” s
“Apaan ini?” pekik Arya, saat dirinya selesai membaca sebuah pesan yang baru saja masuk ke akun miliknya.Penasaran, rekan satu timnya langsung menoleh dan mendekat kea rah Arya. Mereka pun membaca secara saksama isi pesan itu.“Maksudnya apa? Besok tempat ini akan dilanda bencana kekeringan?” ujar Firman.“Sepertinya begitu,” timpal Arya.Menurut pesan yang baru saja Arya dapatkan, kekeringan akan melanda tempat ini besok. Semua persediaan air dan makanan tidak tersedia lagi. Itu berarti sumber kehidupan mereka akan hilang. Sedangkan, untuk memenuhi kebutuhan pangan, mereka harus memanfaatkan alam. Dalam misi kedua ini mereka tak menemukan toko sama sekali.“Terus gimana dong?” keluh Dida. Bibirnya itu melengkuk ke bawah dan wajahnya pun nampak memelas.Arya menarik napas dalam. Kedua bola matanya bergerak ke kanan dan ke kiri. Sesekali dia mengigit bibir bawahnya. Kemudian dia mencoba melihat
“Siapa yang beraninya mengambil makananku di sini!” teriaknya lagi.Arya terus mendongak, memindai daerah di sekitar hutan yang bisa terjangkau oleh pandangannya. Namun, dia tak menemukan apa pun. Hanya saja, dia merasa bahwa suara itu sangat dekat dengannya.Brug!Arya menoleh ke belakang, dan dia mendapati Dida tersungkur ke tanah. Dida mengangkat kepalaya dan mata hitamnya membelalak maksimal.“A-Arya,” ucapnya lirih. Telunjuknya itu di arahkan ke satu titik di atas sana. Tangan kanan Dida terlihat bergetar hebat.Arya langsung memperhatikan ke mana Dida menunjuk. Sontak mata Arya pun langsung membulat. Tubuhnya seketika menengang, sampai-sampai dia tidak bisa bergerak sama sekali.“Keluar kalian! Aku bisa mendengar suaramu!” raung makhluk itu lagi.Ternyata benar, sosok itu adalah seorang monster. Di lihat dari perwujudannya; kepala besar, mata dan mulut pun besar, gigi bertaring tajam. Arya men
Tak membantah perintah dari Arya, Dida pun hanya mengangguk dan langsung berlari dengan cepat. Sedangkan Arya dan Idun berhenti, lalu saling bertatapan.“Tes drive, lo keluarin satu item yang lo ambil dari hutan itu,” bisik Arya. Idun hanya mengangguk dan langsung mengeluarkan item yang baru saja diambil olehnya beberapa saat lalu. Sedetik kemudian dia langsung melemparkannya dengan sekuat tenaga. Mata monster itu bisa menangkap apa yang dilempar oleh Idun. Labu! Mata monster itu langsung berbinar. “MAKANANKU!” pekiknya, yang kemudian lidahnya itu terulur. Menangkap labu besar itu dengan cara melilitnya. Dengan cepat, buah labu itu ditarik oleh lidahnya yang ternyata bisa memanjang, dan dia langsung melahapnya.“Mana makananku yang lain?!” berang Tao-Tie. Monster itu tidak bodoh, dia tahu bahwa Arya dan Idun masih menyembunyikan sebagian besar makanan yang diambil tanpa seizinnya. Ah, lagi pula, jika mereka meminta izin