"Dasar anak durhaka!” Begitulah kalimat terakhir yang Arya dengar dari mulut ibunya, sebelum kemudian dia terbangun dan mendapati dirinya terdampar di sebuah tempat asing. Dengan menahan panik, Arya mencoba mencari tahu di mana dia berada. Ternyata Arya sedang berada di dalam sebuah game yang sangat berbahaya. Usut punya usut, ternyata Arya dikirim oleh orang yang sangat mengasihinya. Arya ingin segera keluar. Tapi, tentu saja tidak mudah! Dia harus menyelesaikan setiap misi yang bisa melenyapkan nyawanya kapan saja. Apakah Arya berhasil menaklukkan setiap misi dan keluar dari dalam game tersebut? Dan siapakah orang terkasih, yang dengan teganya mengirim Arya ke dalam game mematikan tersebut? Follow instagram-ku di: @mayuunice.feli Cover's Credit: Desain by Azusa Rain
View More“Cuk! Mid!” seru seorang anak laki-laki yang berumur delapan belas tahun. Matanya sedang fokus menatap layar monitor lima belas inch. Anak itu sedang fokus memainkan game MOBA—permaian tim dalam jaringan berbasis pertarungan dalam arena—bersama tim kesayangannya.
“Woy! Anj—”
“Sabar, Arya! Aing otw nih,” sahut temannya dari dalam game tersebut.
“Lo kebanyakan farming, Cuk! Mid sampe ditinggal,” komentar anak laki-laki itu. Tangan kirinya tak berhenti memencet tombol pada keyboard-nya, memberikan efek skill pada lawan di dalam game tersebut. Sementara itu tangan kanannya sibuk memegang mouse, berjaga jika dia harus bergerak untuk menghindar dari serangan musuh.
“Arya! Arya!” panggil seorang wanita sembari menggedor pintu kamar. “Arya! Buka pintunya!” serunya lagi. Perempuan itu berteriak sangat keras, tapi Arya tak menggubrisnya.
“Arya, ibu lo manggil, tuh,” tegur seorang temannya di dalam game. Namun sayang, Arya tak menggubris ucapan temennya itu. Dia fokus memberikan skill demi skill pada lawan di dalam game, sampai dia mendapatkan triple kill-nya.
“Arya! Kamu denger Ibu, nggak? Ibu tahu kamu lagi main game!” teriak perempuan itu lagi. Dia terdengar sangat marah pada anak laki-lakinya itu.
“Arya, ke sana dulu, gih. Ibu maneh udah teriak-teriak. Mati sekali nggak papa kali.” Temannya yang lain menegur Arya.
“Bacot, lo, Hildan. Main, ya main aja. Gak usah peduliin Ibu gue!” sergah Arya yang tatapannya tak lepas dari layar monitor. Bola matanya itu bergerak mengikuti arah karakter hero-nya di dalam game.
“Yeh, aing gak enak aja. Ibu maneh kedengerannya udah marah-marah gitu,” timpal Hildan.
‘You have been slain.’ Terdengar suara dari dalam game dan seketika karakter hero Arya dalam game itu mati.
“Jancuk! Bacot anjayani!” geram Arya. Ia kemudian langsung membanting mouse dan juga headset yang sedang dikenakannya. Kemudian ia beranjak dengan perasaan kesal dan marah. Wajahnya pun berubah merah padam. Arya melangkahkan kaki menuju pintu dan menghampiri ibunya.
“Apa, sih? Arya kan bilang kalau lagi main game jangan diganggu!” sentak Arya saat dia membukakan pintu dan mendapati sang ibu dengan tatapan tajam.
“Game, game, game! Apa ibu perlu bakar komputermu itu, hah?” pekik sang ibu kesal.
“Ah! Ya udah mau apa manggil Arya?” Dia menyentak kembali wanita yang ada di hadapannya. Sungguh, Arya tidak memiliki sopan santun pada ibunya sendiri.
“Ya Tuhan, Arya!” sentak Eva, ibu Arya. Kini perempuan itu sudah tidak bisa menahan emosinya lagi. Anak laki-lakinya sudah sangat kelewat batas.
“Apa sih, Bu? Kalau nggak penting banget gak usah panggil-panggil Arya!”
Plak!
Sebuah tamparan keras mendarat di pipi Arya. Ini adalah kali pertama sang ibu menamparnya, membuat Arya sedikit kaget dan tersentak. Perlahan Arya menatap ke arah ibunya dengan pupil yang membulat.
Bahu Eva naik turun, dia melayangkan tatapan tajam dan penuh rasa marah pada anak semata wayangnya. Eva sudah tidak bisa membendung lagi rasa marah, kesal, dan kecewa pada anak laki-lakinya itu. Pasalnya ini bukan kali pertama Arya memperlakukan Eva demikian. Hampir setiap hari anaknya ini memarahinya, tak pernah sedikit pun menuruti perintah Eva.
“Ibu! Beraninya, ya, main fisik sama anak.” Arya menggeram. Wajahnya kini merah padam, matanya membulat maksimal, dan rahangnya pun mengetat.
“Apa? Beraninya main fisik pada anak?” Eva mulai murka. “Ibu setiap hari sudah sabar dengan sikap kamu yang kurang ajar. Dari dulu kamu selalu mementingkan game-mu itu. Sampai sekolah pun terbengkalai. Ibu capek hampir setiap semester dipanggil oleh pihak sekolah. Capek, Ya, capek!” cecar Eva pada anaknya yang menatap sang ibu dengan tatapan kesal. Perempuan itu menepuk-tepuk dadanya, saking sakitnya.
Arya tak langsung menanggapi ibunya. Entah kenapa hatinya benar-benar terluka dengan ucapan sang ibu. Kemudian di tengah emosinya yang mulai memuncak, Arya membatin. 'Arya kayak gini karena siapa? Karena Ibu sama Ayah! Kalau kalian nggak suka berantem dan akhirnya cerai. Arya nggak akan kayak gini!'
Saat Arya duduk di bangku kelas 3 SMP, dia selalu melihat kedua orang tuanya bertengkar. Akhirnya demi menenangkan diri dan pikirannya, anak laki-laki itu memutuskan untuk bermain game.
“Kamu dan ayahmu sama saja! Selalu membentak ibu, memarahi, dan berbuat seenaknya. Kenapa kamu tidak bisa menghargai ibumu sendiri, hah? Aku ibumu, Arya!” jerit Eva frustrasi. Kepalanya hampir pecah menghadapi anaknya ini.
“Kalau Ibu sudah tidak mau mengurusku tinggal bilang, Bu! Aku akan pergi dari sini!” sentak Arya. Bukannya sadar dengan kesalahannya, Arya malah mendorong ibunya sambil berlalu.
Eva tersungkur, kini air matanya sudah tak bisa dia bendung lagi. Tangisannya pecah, ketika mendapatkan perlakuan buruk dari sang anak. Sebagai seorang ibu hatinya benar-benar hancur sekarang. Sungguh, perbuatan anaknya itu sudah tidak bisa dimaafkan.
Anak laki-laki itu lantas pergi meninggalkan ibunya. Arya seperti manusia yang tak memiliki hati. Dia memperlakukan ibunya sangat kasar sekali. Apa dia tidak takut dengan dosa yang akan dia tanggung nanti?
“DASAR ANAK DURHAKA!” jerit Eva ketika melihat anak semata wayangnya itu pergi meninggalkannya.
***
Kicauan burung terdengar jelas di telinga Arya. Ia mencoba membuka matanya perlahan. Di hadapannya dia melihat seekor burung berwarna biru sedang bertengger di lengannya. Merasa sedang ditatap, burung itu tiba-tiba langsung terbang meninggalkan Arya.
Arya menggeliat dan mencoba bangkit. Namun, betapa terkejutnya dia, ketika mendapati dirinya berada disebuah tempat yang sangat asing. Sejauh mata memandang, Arya hanya melihat hamparan rumput berwarna hijau. Arya mendongak ke atas, dia melihat langit yang sangat biru dan beberapa burung berterbangan di atas.
Arya mulai panik. Seingatnya tadi malam dia tidur di depan sebuah mini market yang buka 24 jam. Dan di sana tidak ada hamparan rumput seperti ini.
'Sebenarnya di mana ini? Perasaan semalam di depan mini market nggak ada hamparan rumput kayak begini?' batin Arya.
Belum juga pertanyaan itu terjawab. Tiba-tiba saja Arya melihat sebuah hologram di hadapannya. Awalnya terlihat samar, tapi perlahan mulai jelas. Seorang laki-laki yang kira-kira umurnya empat puluh tahunan, dengan ajaibnya muncul di depan Arya. Hanya jarak sekitar tiga meter antara Arya dengan laki-laki itu.
“I-itu apa?” Mata Arya membulat, jantungnya berdegup kencang. Rasa takut kini mulai menjalar di sekujur tubuhnya. Kenapa tiba-tiba muncul sebuah hologram manusia di hadapannya?
BERSAMBUNG ….
Tut. Tut. Tut. Bunyi yang terdengar menggema di sebuah ruangan, bersumber dari mesin elektrokardiogram. Mesin untuk mendeteksi detak jantung itu, sedang bekerja memantau seorang pasien remaja laki-laki yang sedang terbaring tak sadarkan diri di atas ranjang pasien. Saat ini, di ruang pasien tidak ada siapa-siapa. Hanya dia seorang yang sedang tidak sadarkan diri. Tak lama kemudian, seorang wanita paruh baya memasuki ruang pasien tersebut. Dia datang dengan membawa bunga lily putih yang terlihat sangat segar. Sembari meletakkan bunga tersebut di nakas pinggir pasien, wanita itu memandang wajah pemuda tersebut. “Huhh….” Wanita itu menghela napas kencang. Wajahnya terlihat sangat putus asa. Kemudian dia pun duduk di samping ranjang pemuda tersebut. “Sudah tiga bulan, Ya. Dan kamu masih belum sadar juga, Nak,” ucapnya lirih. Dengan sangat hati-hati wanita itu meraih tangan anaknya yang masih belum sadarkan diri di atas ranjang. Selama tiga bulan, hidup anaknya ini bergantung pada oksi
Seratus persen. Ya, Arya berani bertaruh kalau target dalam misi ini adalah Candra. Jelas saja, sekarang jika dilihat dari leaderboard, si tua itu sudah memimpin permainan. Selain itu, selama game ini berlangsung hanya ada satu orang di tim Arya yang selalu protes masalah uang.Arya yakin dikehidupan nyata Candra adalah sosok orang yang money oriented. Atau lebih parahnya dia bisa melakukan berbagai macam cara dan menghalalkannya untuk bisa mendapatkan uang. Seperti ngepet misalnya. Ah, tapi rasanya tidak seperti itu. Terlihat dari gaya Candra yang sedikit high class. Apakah mungkin dia seorang … ah, sudahlah Arya tak ingin terlalu memikirkan bagaimana kehidupan si tua itu.“Kamu yakin kalau Candra targetnya, Ya?” tanya Dida, yang tadi tidak sengaja bertemu di persimpangan jalan.Arya memang menugaskan semua anggota timnya untuk mencari keberadaan lelaki tua itu.“Yakin. Memangnya Kakak tidak sadar dengan sikap dan kepribadian dia yang gila uang?” tanya Arya sambil berlari.Dida di sa
“Sudah tiga hari ini kami tidak mendapatkan makanan. Warga desa ini, dan desa lainnya pun hidup bergantung dari pada bison-bison ini,” ucap Arsen pada Arya dan Angel yang saat itu ikut bersamanya.Laki-laki itu sedang memotong daging bison yang tadi ia dapatkan. Kemudian dia bagikan kesetiap orang yang mengantre untuk mendapatkan bagiannya.“Bison-bison ini diburu oleh kalian. Entah apa tujuannya, tapi kami juga mmebutuhkan bison ini untuk keberlangsungan hidup.” Ada nada sedih dari kalimat yang baru saja Arsen katakan. Dan itu, terdengar jelas di telinga Arya.Selama hampir dua jam Arya berada di perkampungan ini. Dia mendapatkan sebuah informasi penting. Yaitu status Arsen dan para penduduk di sini adalah NPC. Mereka bukan pemain seperti Arya maupun Angel. Dan, pasti inilah misi yang sesungguhnya.“Tapi … bukannya bison-bison itu banyak. Bahkan aku saja sampai kewalahan,” timpal Arya.“Memang, tapi tetap saja. Jika bison itu diburu secara liar seperti ini, bagaimana nasib kami ke de
“Falcon Arventus!” seru Angel, yang kemudian melepaskan anak panahnya. Seketika anak panah itu melesat dengan cepat, lalu berubah menjadi seekor elang. Tak ingin kalah, dari sisi lain terlihat percikan api. “Fire Hawk!” seru Arya yang langsung dari ujung pedangnya keluar tiga ekor burung dan segera menuju ke arah Bison. Prang! Kemudian bison yang ukurannya sangat besar itu pun seketika terkalahkan. Berubah menjadi kepingan kaca, dan langsung menghilang. Ting. Terdengar suara notifikasi. Baik Angel maupun Arya sama-sama melihat ke arah jam tangan yang melingkar di pergelangan tangan kiri mereka. “Cih!” Arya berdecih kesal. Ternyata suara notifikasi itu bukan dari jam miliknya. “Gue yang dapat,” kata Angel sembari menyeringai. Rasa bangga kini sedang ia rasakan. Akhirnya dia bisa mengalahkan Arya, walaupun hanya dengan kontes kecil-kecilan seperti ini. “Harusnya itu jadi bagian gue!” protes Arya tak terima, dia langsung menghampiri Angel. Gadis itu hanya mendengus dan menatap Ar
“Slash fire!”Sebuah tebasan api berhasil membelah monster laba-laba yang memiliki ukuran lumayan besar. Kemudian tubuh monster laba-laba yang sudah terbelah itu langsung berubah menjadi pecahan kaca. Seketika menghilang tepat di hadapan Arya.Ting.Sebuah notifikasi muncul pada jam digital yang melingkar di pergelangan tangan kiri Arya. Kemudian dia bisa melihat bahwa gold miliknya bertambah.Saat ini Arya bersama teman satu tim—dan lebih tepatnya bersama pemain lain—sedang melewati hutan belantara. Sesuai dengan apa yang diucapkan Poppy beberapa jam yang lalu. Misi yang akan mereka hadapi kali ini ada di balik hutan ini.Selain itu misi kali ini adalah sebuah misi individu. Di mana, keterlilbatan tim tidak terlalu berpengaruh penting. Akan tetapi, Arya masih mendapatkan tanggung jawab untuk mengontrol semua anggota timnya.Arya melihat ke sekelilingnya, dia masih bisa melihat kelima anggota timnya yang baru saja mengalahkan monster-monster level rendah di hutan ini. Dan perlahan uan
Dengan atmosfer yang masih terasa panas, keenam anggota Ravens Destroyers mendarat di sebuah tempat yang sangat berbeda dari sebelumnya. Terlihat para pemain lain pun sudah mulai tiba dan memadati tempat tersebut.“Di mana ini?” Idun adalah orang pertama yang bertanya demikian. Sembari memandang ke sekelilingnya, laki-laki berrambut cepak itu hanya melihat padang rumput yang luas.“Entahlah,” timpal Arya, dia pun masih mengamati sekelilingnya. Sejauh mata memandang, nampak hutan ada di ujung tempat itu. Namun, Arya ragu kalau mereka bisa memasuki tempat itu.Di dalam otaknya Arya mencoba untuk memikirkan kemungkinan misi selanjutnya. Iya, benar, saat ini yang harus dia pikirkan adalah tantangan yang akan mereka hadapi ke depannya. Walau beberapa saat lalu dia masih memikirkan perasaan kesal dan amarahnya kepada Angel. Akan tetapi, jika dipikir ulang, itu akan membuang-biang waktu.Benar kata Dida, kalau Arya dan timnya harus me-reset semua yang sudah terjadi. Nasi sudah menjadi bubur,
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments