Share

Bab 10

Author: Musim Semi Sanai
"Tunggu aku sebentar, aku akan segera kembali." kata Nash yang menenangkan Sachi sebelum menarik Quinn menjauh dari keramaian.

Quinn tidak menolak, membiarkan dirinya dibawa ke sebuah ruang kerja.

Suasana kembali sunyi. Nash menatap Quinn lama sekali, lalu akhirnya bertanya dengan suara rendah, "Kita jangan bercerai ya? Aku bisa putus hubungan dengan Sachi!"

Quinn tersenyum pahit dan menggeleng. "Kalau kamu benar-benar bisa memutuskan hubungan dengannya, kamu nggak akan membawaku ke sini untuk bicara. Mungkin kamu nggak sadar, tapi kamu sudah jatuh cinta padanya sejak lama."

Selain itu, Sachi hanyalah permulaan. Setelah Sachi, akan ada wanita lainnya ....

Tangan Nash mengepal begitu erat sampai memutih, tetapi dia masih belum menyerah. "Kalau begitu, aku akan kirim dia ke luar negeri. Kalian nggak akan saling ganggu lagi. Bisa, 'kan?"

Quinn merasa hatinya semakin sakit. Dia hanya bisa menggeleng pelan. "Nggak bisa."

Mata Nash mulai memerah, tatapannya pun suram. "Kenapa kamu harus ngotot seperti ini? Kalau pergi dariku ...."

Quinn akhirnya tak tahan lagi. Satu tamparan keras mendarat di wajah Nash. "Nash! Aku nggak mencintaimu lagi! Paham? Sejak kamu mengkhianatiku, semuanya sudah berakhir!"

Hening, udara seolah-olah membeku.

Nash menoleh perlahan, matanya merah menyala menatap ke lantai dengan ekspresi tak percaya.

Saat tersadar, tangannya hampir terangkat untuk membalas. Namun, akhirnya dia hanya mengepalkan tangannya kuat-kuat hingga gemetar.

"Oke! Kamu mau cerai, 'kan? Kita cerai! Jangan nyesal!" Dengan marah, Nash merebut surat perjanjian cerai itu, menandatangani tanpa melihat isinya, lalu melemparkannya ke wajah Quinn. "Puas sekarang?"

Pipi Quinn memerah dan terasa perih. Dia mundur selangkah, tertegun beberapa saat sebelum memungut surat itu dari lantai. Kemudian, dia memeluk surat itu erat-erat sambil bergumam, "Akhirnya aku bebas."

Melihat ekspresinya, amarah Nash semakin meluap. "Kamu akan menyesalinya!"

Nash menggertakkan giginya, lalu berbalik dan berjalan pergi.

"Nash!" Quinn meraih lengannya. Mata yang basah oleh air mata perlahan kehilangan kemarahan, tersisa senyuman yang penuh kepedihan. "Bisa temani aku jalan-jalan sebentar ke hutan mapel di belakang bukit? Anggap saja perpisahan terakhir."

Nash termangu sejenak, lalu mengempaskan tangannya. Dengan dingin, dia menyahut, "Nggak bisa. Mulai sekarang, hidup dan matimu bukan urusanku lagi!"

Tanpa menoleh lagi, dia pergi begitu saja.

Quinn menatap punggungnya yang menjauh, hatinya mulai mati rasa saking sakitnya. Mungkin ini lebih baik. Jika suatu hari nanti Nash mendengar kabar kematiannya, dia tidak akan terlalu bersedih.

Langit mulai gelap. Quinn memandangi bulan di langit malam, memeluk surat perjanjian cerai, dan berjalan sendirian ke hutan mapel.

Cahaya bulan bersinar cerah, daun mapel berwarna merah menyala. Dia berjalan lama di dalam sana. Hingga pukul 11.58 malam, dia mengeluarkan ponselnya dan menulis pesan untuk Nash.

[ Nash, aku nggak menyesal telah mencintaimu. Karena masa lalu kita memang indah dan kebahagiaan yang pernah kita miliki juga nyata. Tapi kalau aku diberi kesempatan untuk mengulang segalanya, aku lebih memilih untuk nggak pernah mengenalmu. Karena aku nggak bisa menerima akhir seperti ini. ]

Tepat pukul 12.00 malam, Quinn menekan tombol kirim.

Denting lonceng kastel terdengar menggema di malam yang sunyi. Quinn termangu melihat pesannya yang tidak bisa masuk. Hatinya mencelos.

Di bawah cahaya bulan yang pucat, dia memejamkan mata dan menghela napas panjang. Saat berikutnya, tubuhnya menghilang tanpa jejak.

Pada saat yang sama, jauh di ibu kota, di samping selokan gelap yang bau, seseorang menelepon polisi. Telah ditemukan mayat wanita dengan wajah yang tidak bisa dikenali lagi.
Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • Tujuh Hari Pembalasan Dendam Sang Istri   Bab 27

    Quinn terdiam sejenak, lalu menggeleng. "Tunanganku diperkenalkan oleh teman ibuku. Latar belakang kami setara dan kami akan segera menikah."Nash mengepalkan tangan, masih belum menyerah. "Dari caramu bicara, sepertinya kalian nggak punya dasar perasaan yang kuat?"Quinn tersenyum. "Punya atau nggak, apa bedanya? Kalaupun ada, mungkin hasilnya tetap sama."Nash tak sanggup berkata apa pun lagi. Dia terdiam lama, lalu memaksakan senyum sambil berkata lirih, "Kalau begitu, semoga kamu bahagia.""Kamu juga." Quinn tersenyum sopan sekaligus asing, lalu berbalik dan pergi meninggalkan kafe.Nash menatap punggungnya yang perlahan menjauh. Air mata pun menetes dari matanya. Jadi, hubungan mereka benar-benar sudah berakhir.Dalam perjalanan pulang dengan mobil, Quinn melihat sosok yang familier sekaligus asing.Seorang wanita dengan wajah letih dan pakaian yang sudah pudar warnanya sedang bertengkar hebat dengan pedagang kaki lima. Di sampingnya, dua anak kecil menangis tanpa henti.Itu adala

  • Tujuh Hari Pembalasan Dendam Sang Istri   Bab 26

    Quinn tidak lagi memedulikannya dan naik mobil bersama kedua orang tuanya. Sang kepala pelayan yang menyaksikan semuanya hanya bisa menghela napas dan berkata, "Tuan Nash, lebih baik pulang saja. Jangan menyiksa tubuh sendiri."Namun, Nash tidak mendengar apa pun. Tubuhnya yang membeku terus gemetar. Dia bergumam lirih, "Aku sangat menyesal .... Kenapa semuanya jadi seperti ini ...."Suara mesin mobil segera menariknya kembali ke kenyataan. Matanya membelalak saat dia buru-buru berlari mengejar. "Quinn, jangan pergi!"Namun, tubuhnya yang lemah tidak mampu lagi menahan beban itu. Baru mengambil beberapa langkah, Nash ambruk ke tanah dan muntah darah sebelum akhirnya pingsan.Dari dalam mobil, Quinn secara refleks menoleh ke belakang dan tepat melihat Nash jatuh dengan lemas di salju.Tubuh kurusnya terlihat sangat menyedihkan di tengah putihnya salju, tetapi itu semua bukan lagi urusannya.Quinn menenangkan diri dan memejamkan matanya.Kehidupan di Yunan sangat tenang. Setelah masuk se

  • Tujuh Hari Pembalasan Dendam Sang Istri   Bab 25

    Brak! Pintu kelas terbuka dengan keras, Nash menerobos masuk. Dia langsung menarik gantungan jimat dari tas Quinn dan melemparkannya ke lantai!Quinn segera mendorongnya. "Kamu belum selesai juga? Apa hubungannya urusanku denganmu?"Setelah berkata begitu, dia memungut gantungan itu dari lantai dan meminta maaf kepada Vin.Mata Nash memerah. "Sekarang kamu mau terima dia ya? Kamu sengaja bikin aku sesakit ini? Kenapa sih nggak bisa kasih aku satu kesempatan?"Quinn memutar bola matanya. "Pergi periksa ke rumah sakit jiwa sana!"Tubuh Nash bergetar karena marah. Dia menoleh dan memelototi Vin. "Asal kamu tahu ya, dia itu milikku! Jangan pernah mimpi bisa mendapat Quinn!"Vin mengernyit. "Nash, Quinn itu bukan barang. Dia manusia. Nggak ada yang namanya milik. Kalau kamu benar-benar suka dia, kamu harus hormati dia."Nash pun membentak, "Apa hakmu ajari aku? Jangan pikir aku nggak tahu niat busukmu. Jauh-jauh dari Quinn!"Tepat saat itu, bel pelajaran berbunyi. Guru masuk ke kelas dan la

  • Tujuh Hari Pembalasan Dendam Sang Istri   Bab 24

    Tanpa ragu, Quinn langsung menunjuk ke arah Sachi. "Ayah, Ibu, semua boleh dibantu, kecuali dia."Ayah dan Ibu Quinn langsung mengangguk. "Oke."Sachi awalnya mengira bahwa nilai akademisnya yang cemerlang akan membuatnya terpilih untuk mendapatkan bantuan. Tak disangka, hanya dengan satu kalimat dari Quinn, harapannya pupus. Dia langsung menangis tersedu."Tolong ... aku benar-benar butuh kesempatan ini! Aku suka belajar, aku nggak mau putus sekolah!"Quinn bisa melihat bahwa Sachi tidak bereinkarnasi seperti dirinya. Dengan ekspresi datar, dia berkata, "Kalau begitu, cari bantuan ke orang lain. Aku kasih saran, cari saja Nash, putra Keluarga Suwandi. Mungkin kalau kamu minta tolong ke dia, dia bakal bantu."Sachi langsung berlutut di tempat. "Kumohon ... kalian kaya raya. Pasti sanggup kalau tambah aku lagi."Quinn tak ingin melihatnya lagi, jadi segera memerintahkan pengawal, "Bawa dia ke rumah sakit. Suruh dia temui Nash!"Bukankah Nash menyukai Sachi? Ya sudah. Di kehidupan ini, d

  • Tujuh Hari Pembalasan Dendam Sang Istri   Bab 23

    "Putra keluarga orang kaya itu sampai-sampai lompat ke danau demi Quinn! Sampai jidatnya berdarah segala, benar-benar cinta mati ya!""Umur baru belasan, mana ngerti cinta. Anak-anak paling gampang bertindak nekat, nanti kalau sudah dewasa pasti nyesal!""Menurutku Quinn itu hatinya keras banget! Sudah begini pun tetap nggak tersentuh!""Mungkin dia nggak suka orang yang menyiksa diri sendiri. Sekarang si Nash malah pingsan dan demam tinggi."Quinn baru saja kembali ke kamar rawat saat mendengar beberapa perawat sedang membicarakan kejadian malam ini.Dia pura-pura tak mendengar. Setelah mencuci muka dan menggosok gigi, dia langsung beristirahat.Di sisi lain, Nash terus demam tinggi. Tubuhnya seperti terjebak di antara sadar dan tidak.Menjelang tengah malam, Nash mulai berhalusinasi. Dia melihat Quinn dari kehidupan sebelumnya, berdiri sambil menatapnya dengan mata merah.Pakaian Quinn tampak compang-camping, di dadanya tertancap sebilah belati berkilat dingin. Setetes demi setetes d

  • Tujuh Hari Pembalasan Dendam Sang Istri   Bab 22

    Saat ini sudah memasuki akhir musim gugur. Cuaca mulai dingin dan suhu malam hari tak berbeda dengan musim dingin. Orang-orang yang menyaksikan kejadian itu pun tak bisa menahan diri untuk berbisik-bisik."Anak laki-laki itu masih sakit. Tega banget!""Jangan asal ngomong, kita nggak tahu apa yang sebenarnya terjadi di antara mereka"Seperti yang dikatakan para penonton, Nash memang masih sakit. Dalam perjalanan ke rumah sakit tadi, dia mulai mengalami demam ringan dan sekarang tubuhnya sangat tidak nyaman.Angin dingin bertiup, membuatnya batuk beberapa kali. Wajahnya pun tampak semakin pucat. "Quinn, kamu serius sama omonganmu tadi?"Quinn menjawab dengan dingin, "Terserah kamu mau percaya atau nggak."Nash mengepalkan tangannya dan memaksakan senyuman. "Karena kamu sudah ngomong begitu, aku bakal loncat!"Usai berkata begitu, dia langsung berlari menuju danau buatan!"Gawat! Dia benaran mau nyebur ke danau!""Cepat tarik dia! Bisa mati kalau nekat!"Orang-orang yang melihat sontak p

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status