Share

Bab 8

Penulis: Musim Semi Sanai
Janji-janji yang diucapkan saat itu masih terasa bergema di telinga, tetapi cincin yang dulu menjadi simbol cinta itu kini telah melingkar di jari Sachi.

Quinn menatap layar tanpa berkedip, air mata mengalir deras di wajahnya tanpa dia sadari.

"Hei, kamu nggak apa-apa?" Dua gadis yang tadi berdiri di halte memperhatikan Quinn, lalu buru-buru menyodorkan tisu.

Namun, etik berikutnya, ekspresi mereka berubah kaget. "Kamu 'kan istri Presdir Grup Peak, 'kan?"

Quinn menerima tisu itu dan mengucapkan terima kasih. Mendengar pertanyaan gadis itu, dia hanya tersenyum pahit dan menggeleng. "Bukan lagi."

"Nggak ada yang namanya cinta abadi di dunia ini. Mungkin perjalanannya indah, tapi akhirnya ... ya begitulah."

Setelah berkata demikian, Quinn berbalik dan berjalan pergi dalam keadaan limbung. Kedua gadis itu menatap punggungnya, lalu bertatapan.

Sesampainya di rumah, Quinn demam. Dia hanya bisa berbaring lemas di sofa. Matanya terpejam. Dia tenggelam dalam tidur panjang.

Dalam tidurnya, dia bermimpi kembali ke musim gugur saat usianya 17 tahun. Hari itu, daun mapel di sekolah berwarna cerah. Untuk pertama kalinya dalam hidupnya, dia datang terlambat. Di depan gerbang, dia bertemu dengan Nash yang sedang piket.

Pemuda itu bertubuh kurus dan tampak rapi. Saat melihat Quinn menulis namanya di daftar murid yang terlambat, dia tersenyum. "Quinn, nama yang indah."

Quinn menatap mata jernih pemuda itu, lalu wajahnya sontak memerah.

....

Menjelang dini hari, demamnya semakin tinggi. Kesadarannya terombang-ambing antara mimpi dan kenyataan.

Dalam kondisi itu, Quinn merasa ada seseorang yang menggendong tubuhnya dengan lembut dan menyeka keringat dari tubuhnya dengan saputangan.

"Nash?" Quinn memanggil tanpa sadar.

"Aku di sini." Suara itu terdengar muda seperti suara Nash saat berusia 17 tahun.

Quinn langsung membuka matanya, tetapi yang ada hanya ruang tamu yang gelap dan hening. Dia sendirian.

Dia terpaku cukup lama sebelum akhirnya menutup matanya kembali. Air mata membasahi bantal di bawah kepalanya.

Selama tiga hari setelah itu, Quinn tidak bisa bertemu Nash. Pria itu sama sekali tidak meladeninya. Tidak membalas pesan, tidak mengangkat telepon, bahkan kartu kredit Quinn juga dibekukan.

Melihat waktu yang tersisa hanya tinggal dua hari, Quinn terpaksa mencari bantuan dari asisten Nash. Namun, pria itu yang biasanya ramah, kini berbicara dengan nada dingin dan tidak sabar.

"Bu Quinn, kalau ingin menghubungi Pak Nash, lebih baik temui Bu Sachi saja. Beberapa hari ini mereka selalu bersama."

Setelah itu, telepon langsung ditutup. Quinn menggenggam ponselnya erat. Rasa terhina itu menyesakkan dadanya. Sikap asisten itu tak lain adalah cerminan dari sikap Nash sendiri.

Saat ini, Sachi mengirimkan pesan penuh ejekan.

[ Asisten barusan cerita semuanya padaku. Kasihan banget sih kamu! Ketemu Kak Nash saja susah. ]

Tak berhenti di situ, Sachi mengirimkan serangkaian foto mesra dirinya bersama Nash. Latar dalam foto-foto itu tampak sangat familier bagi Quinn.

[ Jujur saja deh, sekarang kami di Yunan. Besok Kak Nash akan menepati janjinya dan melamarku! ]

[ Mau datang lihat? Oh ya, sekarang kamu nggak punya uang, 'kan? Karena dulu kamu bantu biayai kuliahku, aku transfer uang tiket pesawat ya. Jangan sampai ketinggalan acara bahagia ini! ]

Tak lama setelah pesan itu masuk, Quinn menerima transfer uang sebesar 20 juta dari Sachi. Gadis yang dulu begitu miskin sampai tak bisa beli makan, kini dengan bangganya menggunakan uang Nash untuk menghina Quinn.

Quinn tersenyum pahit sambil menangis. Tanpa ragu, dia langsung memesan tiket ke Yunan.

Perjalanannya jauh dan memakan waktu lebih dari sehari. Saat Quinn akhirnya tiba di kastel tua tempat acara akan digelar, waktu sudah sore hari. Kebetulan, hari ini adalah hari terakhirnya.

Waktu yang tersisa tinggal beberapa jam saja. Setelah itu, dia akan pergi untuk selamanya.
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Tujuh Hari Pembalasan Dendam Sang Istri   Bab 27

    Quinn terdiam sejenak, lalu menggeleng. "Tunanganku diperkenalkan oleh teman ibuku. Latar belakang kami setara dan kami akan segera menikah."Nash mengepalkan tangan, masih belum menyerah. "Dari caramu bicara, sepertinya kalian nggak punya dasar perasaan yang kuat?"Quinn tersenyum. "Punya atau nggak, apa bedanya? Kalaupun ada, mungkin hasilnya tetap sama."Nash tak sanggup berkata apa pun lagi. Dia terdiam lama, lalu memaksakan senyum sambil berkata lirih, "Kalau begitu, semoga kamu bahagia.""Kamu juga." Quinn tersenyum sopan sekaligus asing, lalu berbalik dan pergi meninggalkan kafe.Nash menatap punggungnya yang perlahan menjauh. Air mata pun menetes dari matanya. Jadi, hubungan mereka benar-benar sudah berakhir.Dalam perjalanan pulang dengan mobil, Quinn melihat sosok yang familier sekaligus asing.Seorang wanita dengan wajah letih dan pakaian yang sudah pudar warnanya sedang bertengkar hebat dengan pedagang kaki lima. Di sampingnya, dua anak kecil menangis tanpa henti.Itu adala

  • Tujuh Hari Pembalasan Dendam Sang Istri   Bab 26

    Quinn tidak lagi memedulikannya dan naik mobil bersama kedua orang tuanya. Sang kepala pelayan yang menyaksikan semuanya hanya bisa menghela napas dan berkata, "Tuan Nash, lebih baik pulang saja. Jangan menyiksa tubuh sendiri."Namun, Nash tidak mendengar apa pun. Tubuhnya yang membeku terus gemetar. Dia bergumam lirih, "Aku sangat menyesal .... Kenapa semuanya jadi seperti ini ...."Suara mesin mobil segera menariknya kembali ke kenyataan. Matanya membelalak saat dia buru-buru berlari mengejar. "Quinn, jangan pergi!"Namun, tubuhnya yang lemah tidak mampu lagi menahan beban itu. Baru mengambil beberapa langkah, Nash ambruk ke tanah dan muntah darah sebelum akhirnya pingsan.Dari dalam mobil, Quinn secara refleks menoleh ke belakang dan tepat melihat Nash jatuh dengan lemas di salju.Tubuh kurusnya terlihat sangat menyedihkan di tengah putihnya salju, tetapi itu semua bukan lagi urusannya.Quinn menenangkan diri dan memejamkan matanya.Kehidupan di Yunan sangat tenang. Setelah masuk se

  • Tujuh Hari Pembalasan Dendam Sang Istri   Bab 25

    Brak! Pintu kelas terbuka dengan keras, Nash menerobos masuk. Dia langsung menarik gantungan jimat dari tas Quinn dan melemparkannya ke lantai!Quinn segera mendorongnya. "Kamu belum selesai juga? Apa hubungannya urusanku denganmu?"Setelah berkata begitu, dia memungut gantungan itu dari lantai dan meminta maaf kepada Vin.Mata Nash memerah. "Sekarang kamu mau terima dia ya? Kamu sengaja bikin aku sesakit ini? Kenapa sih nggak bisa kasih aku satu kesempatan?"Quinn memutar bola matanya. "Pergi periksa ke rumah sakit jiwa sana!"Tubuh Nash bergetar karena marah. Dia menoleh dan memelototi Vin. "Asal kamu tahu ya, dia itu milikku! Jangan pernah mimpi bisa mendapat Quinn!"Vin mengernyit. "Nash, Quinn itu bukan barang. Dia manusia. Nggak ada yang namanya milik. Kalau kamu benar-benar suka dia, kamu harus hormati dia."Nash pun membentak, "Apa hakmu ajari aku? Jangan pikir aku nggak tahu niat busukmu. Jauh-jauh dari Quinn!"Tepat saat itu, bel pelajaran berbunyi. Guru masuk ke kelas dan la

  • Tujuh Hari Pembalasan Dendam Sang Istri   Bab 24

    Tanpa ragu, Quinn langsung menunjuk ke arah Sachi. "Ayah, Ibu, semua boleh dibantu, kecuali dia."Ayah dan Ibu Quinn langsung mengangguk. "Oke."Sachi awalnya mengira bahwa nilai akademisnya yang cemerlang akan membuatnya terpilih untuk mendapatkan bantuan. Tak disangka, hanya dengan satu kalimat dari Quinn, harapannya pupus. Dia langsung menangis tersedu."Tolong ... aku benar-benar butuh kesempatan ini! Aku suka belajar, aku nggak mau putus sekolah!"Quinn bisa melihat bahwa Sachi tidak bereinkarnasi seperti dirinya. Dengan ekspresi datar, dia berkata, "Kalau begitu, cari bantuan ke orang lain. Aku kasih saran, cari saja Nash, putra Keluarga Suwandi. Mungkin kalau kamu minta tolong ke dia, dia bakal bantu."Sachi langsung berlutut di tempat. "Kumohon ... kalian kaya raya. Pasti sanggup kalau tambah aku lagi."Quinn tak ingin melihatnya lagi, jadi segera memerintahkan pengawal, "Bawa dia ke rumah sakit. Suruh dia temui Nash!"Bukankah Nash menyukai Sachi? Ya sudah. Di kehidupan ini, d

  • Tujuh Hari Pembalasan Dendam Sang Istri   Bab 23

    "Putra keluarga orang kaya itu sampai-sampai lompat ke danau demi Quinn! Sampai jidatnya berdarah segala, benar-benar cinta mati ya!""Umur baru belasan, mana ngerti cinta. Anak-anak paling gampang bertindak nekat, nanti kalau sudah dewasa pasti nyesal!""Menurutku Quinn itu hatinya keras banget! Sudah begini pun tetap nggak tersentuh!""Mungkin dia nggak suka orang yang menyiksa diri sendiri. Sekarang si Nash malah pingsan dan demam tinggi."Quinn baru saja kembali ke kamar rawat saat mendengar beberapa perawat sedang membicarakan kejadian malam ini.Dia pura-pura tak mendengar. Setelah mencuci muka dan menggosok gigi, dia langsung beristirahat.Di sisi lain, Nash terus demam tinggi. Tubuhnya seperti terjebak di antara sadar dan tidak.Menjelang tengah malam, Nash mulai berhalusinasi. Dia melihat Quinn dari kehidupan sebelumnya, berdiri sambil menatapnya dengan mata merah.Pakaian Quinn tampak compang-camping, di dadanya tertancap sebilah belati berkilat dingin. Setetes demi setetes d

  • Tujuh Hari Pembalasan Dendam Sang Istri   Bab 22

    Saat ini sudah memasuki akhir musim gugur. Cuaca mulai dingin dan suhu malam hari tak berbeda dengan musim dingin. Orang-orang yang menyaksikan kejadian itu pun tak bisa menahan diri untuk berbisik-bisik."Anak laki-laki itu masih sakit. Tega banget!""Jangan asal ngomong, kita nggak tahu apa yang sebenarnya terjadi di antara mereka"Seperti yang dikatakan para penonton, Nash memang masih sakit. Dalam perjalanan ke rumah sakit tadi, dia mulai mengalami demam ringan dan sekarang tubuhnya sangat tidak nyaman.Angin dingin bertiup, membuatnya batuk beberapa kali. Wajahnya pun tampak semakin pucat. "Quinn, kamu serius sama omonganmu tadi?"Quinn menjawab dengan dingin, "Terserah kamu mau percaya atau nggak."Nash mengepalkan tangannya dan memaksakan senyuman. "Karena kamu sudah ngomong begitu, aku bakal loncat!"Usai berkata begitu, dia langsung berlari menuju danau buatan!"Gawat! Dia benaran mau nyebur ke danau!""Cepat tarik dia! Bisa mati kalau nekat!"Orang-orang yang melihat sontak p

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status