Home / Urban / Tukang Bakso Jadi Miliarder / 143-Bayang-Bayang di Balik Cahaya

Share

143-Bayang-Bayang di Balik Cahaya

last update Last Updated: 2025-06-24 06:15:09

Langit Jakarta 2098 berwarna ungu kehitaman, diselimuti debu mikro dari mobil-mobil terbang yang melintas di antara pencakar langit bercahaya biru neon.

Di tengah kota yang tak pernah tidur, Dinda berdiri sendirian di balkon apartemen transparan tingkat 207, memandangi gemerlap ibu kota yang telah berevolusi menjadi pusat kekuasaan Asia Tenggara.

Namun hatinya tidak gemerlap. Pikirannya kusut, napasnya berat.

Pesan itu masih terpantul di bola matanya, ditampilkan langsung dari lensa retina digital yang tertanam di korneanya.

"Aku adalah pemilik lama nusa tambang. Kekayaan Anton dibangun dari tanah berdarah. Kau pikir perusahaan itu lahir dari keringat? Tidak. Ia tumbuh dari jerit manusia yang terkubur hidup-hidup."

Tangannya bergetar. Ia sudah memeriksa pengirim pesan, tak terdeteksi. Teknologi blockchain komunikasi terbaru seharusnya tak bisa diretas, tapi pesan ini menembus semua sistem pengaman seperti angin dingin menerobos jendela tua.

“Pak Anton...,” gumam Dinda. “Apa yang B
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Latest chapter

  • Tukang Bakso Jadi Miliarder   144-Silsilah Ayam dan Anak

    Kubah bio-laboratorium Satelit Nusantara Orbit-9 dipenuhi semburat biru dari spektrum aurora buatan. Di tengah riuh sunyi laboratorium yang hanya ditemani suara detak mesin filtrasi oksigen, Dinda menatap layar hologram dengan napas berat.Tangannya gemetar saat menyentuh ikon hasil sekuensing genetik terbaru dari ayam Gen-3.“AYX-13... unggas purba,” bisiknya.Potongan rantai DNA itu bukan sekadar peninggalan sejarah biologis. Ia membawa jejak makhluk yang seharusnya telah punah berjuta tahun lalu—arkosaavia, leluhur predator dari keluarga unggas.Tepat saat ia menatap fragmen tersebut, nyeri hangat menyeruak di perut bagian bawah. Bukan rasa sakit, melainkan… getar kehidupan. Dinda terhenyak. Tangannya reflek memeluk perutnya sendiri.“Aku hamil...” pikirnya dalam hati.Beberapa menit kemudian, pintu logam terbuka dengan suara desis pelan. Ghenadie masuk, setelan lab-nya masih berlumur dengan partikel mikroskopik hasil pembelahan jaringan ayam Gen-3.“Dinda? Apa kau... menangis?” ta

  • Tukang Bakso Jadi Miliarder   143-Bayang-Bayang di Balik Cahaya

    Langit Jakarta 2098 berwarna ungu kehitaman, diselimuti debu mikro dari mobil-mobil terbang yang melintas di antara pencakar langit bercahaya biru neon.Di tengah kota yang tak pernah tidur, Dinda berdiri sendirian di balkon apartemen transparan tingkat 207, memandangi gemerlap ibu kota yang telah berevolusi menjadi pusat kekuasaan Asia Tenggara.Namun hatinya tidak gemerlap. Pikirannya kusut, napasnya berat.Pesan itu masih terpantul di bola matanya, ditampilkan langsung dari lensa retina digital yang tertanam di korneanya. "Aku adalah pemilik lama nusa tambang. Kekayaan Anton dibangun dari tanah berdarah. Kau pikir perusahaan itu lahir dari keringat? Tidak. Ia tumbuh dari jerit manusia yang terkubur hidup-hidup."Tangannya bergetar. Ia sudah memeriksa pengirim pesan, tak terdeteksi. Teknologi blockchain komunikasi terbaru seharusnya tak bisa diretas, tapi pesan ini menembus semua sistem pengaman seperti angin dingin menerobos jendela tua.“Pak Anton...,” gumam Dinda. “Apa yang B

  • Tukang Bakso Jadi Miliarder   142-Jari-Jari Pasar Gelap

    Malam itu terasa lebih pekat dari biasanya. Di kediaman mewah milik Ghenadie, mantan tukang bakso yang kini menjadi miliarder berkat kesuksesan teknologi pengembangbiakan ayam super cepat, AyamNusa lampu ruang kerja utama masih menyala.Cahaya remang dari lampu meja memantul di permukaan kaca jendela besar yang menghadap ke taman belakang. Daun-daun bergerak pelan tertiup angin, seolah berbisik, menandai malam yang akan mengubah segalanya.Di ruangan itu, dua sosok berdiri saling berhadapan. Yang satu duduk di balik meja besar dari kayu jati, wajahnya tegas tapi lelah. Yang satu lagi berdiri di sisi gelap ruangan, dengan jaket kulit usang dan topi hitam menutupi sebagian wajahnya.“Aku tahu ini terdengar gila, Mas Ghenadie, tapi aku tak punya tempat lain untuk pergi. Kartel pangan Asia Tenggara sedang menyusun rencana besar. AyamNusa jadi target utama mereka,” kata Dika, suaranya serak menahan emosi.“Kartel pangan? Maksudmu sindikat ilegal yang kuasai distribusi beras, daging, dan mi

  • Tukang Bakso Jadi Miliarder   141-Serbuk Emas, Serbuk Ayam

    Udara Jakarta sore itu terasa berat. Langit menggantung rendah seolah menyimpan rahasia besar yang hendak ditumpahkan, tapi belum waktunya.Di lantai tertinggi gedung AyamNusa Biotek, Ghenadie berdiri diam menatap layar transparan di hadapannya, berisi grafik pertumbuhan ayam Gen-3, mutasi, dan peta sebaran limbah pertanian di seluruh nusantara.Ia sudah kembali dari Kalimantan dua hari lalu. Tambang emas barunya di sana berjalan stabil, bahkan menjanjikan lonjakan pendapatan negara dan dividen luar biasa bagi para pemegang saham.Tapi kini, di markas besar impiannya, AyamNusa, tempat ia mentransformasi pangan negeri, ia justru merasa dihantui. Bukan oleh kegagalan, melainkan oleh kesuksesan yang terlalu cepat dan mungkin... berbahaya.“Pak Ghenadie, hasilnya sudah kami kunci,” suara ringan Lili, kepala tim genetika, menginterupsi lamunannya. Wanita itu tampak letih, matanya sembab. Beberapa helai rambutnya tak sempat lagi disisir rapi.“Bisa saya lihat?” tanya Ghenadie pelan.Dindame

  • Tukang Bakso Jadi Miliarder   140-Warisan dari Perut Bumi

    Langit Lembah Batu Merah tampak gelap menjelang hujan. Udara terasa berat, seolah bumi sendiri menahan napasnya menanti keputusan besar. Hari itu, seluruh masyarakat berkumpul di Balai Adat.Di tengah lingkaran itu berdiri Ghenadie, pria yang dulu hanya tukang bakso keliling, kini berdiri sebagai pengusaha tambang yang dipuji di seluruh negeri.Sebelum ia kembali ke Jakarta untuk menyelesaikan dokumen akhir dengan kementerian, masyarakat telah memberikan restu. Tapi bukan restu biasa, ini adalah restu yang disertai syarat sakral: mempekerjakan penduduk lokal sebagai tenaga kasar dan mengalokasikan 80% keuntungan tambang untuk pembangunan daerah dan masyarakat.“Ghenadie, kami percaya padamu,” ujar Kepala Adat, Okok Seman, dengan suara serak. “Tapi tanah ini bukan cuma batu dan logam. Ini warisan. Ini darah kami.”Ghenadie menunduk hormat. “Saya paham, Okok. Tanah ini lebih dari sekadar tambang bagi saya. Ini titipan.”“Kalau nak Ghenadie ingkar…” sela Ibu Anjani, seorang tetua perempu

  • Tukang Bakso Jadi Miliarder   139-Debu di Peta Lama-Warisan Terakhir Pak Anton

    Sinar mentari pagi menelusup malu-malu melalui tirai jendela kayu jati yang mulai berdebu. Aroma kue pandan dan suara riuh pelan dari dapur membangkitkan semangat rumah tua bergaya kolonial itu.Hari ini adalah hari ulang tahun Pak Anton ke-151—umur yang hampir mustahil bagi manusia biasa, namun tidak bagi Anton Santoso, mantan pengusaha yang memulai bisnisnya dari nol, yang kemudian menjelma menjadi miliarder lintas benua.Dinda tersenyum lebar sembari memegangi nampan berisi kue berlapis krim putih dan angka 151 yang terbuat dari lilin emas. Di belakangnya, Ghenadie berjalan perlahan, membawa gitar kecil yang telah ia siapkan untuk mengiringi lagu ulang tahun.Anggota keluarga lain mengikuti, sebagian memegang kamera, sebagian lainnya tissue untuk bersiap menangis haru.“Jangan-jangan Bapak pura-pura tidur lagi, kayak tahun lalu,” kata Dinda, sang menantu, sembari tertawa kecil.“Pak Anton memang suka mengejutkan. Tapi kali ini kayaknya enggak,” sahut Ghenadie sambil membuka pintu k

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status