Inicio / Urban / Tukang Pijat Tampan / Janjian Bertemu Vera

Compartir

Janjian Bertemu Vera

Autor: Black Jack
last update Última actualización: 2025-09-16 23:12:50

Sore harinya, meski dokter Siska melarang, namun Adit bersikeras ingin pergi. Pikirannya sama sekali tidak tenang setelah mendapatkan telefon dari Vera.

“Dit, kamu belum sembuh loh!”

“Udah sehat kak… lihat nih. Aku udah bisa push up!”

“Astaga, nggak-nggak, besok aja! Malam ini kamu masih di sini…”

“Waduh, nggak bisa kak. Ada banyak kerjaan. Repot kalau sampai aku nggak ada di sana. Banyak masalah! Lagian aku sudah sehat kok! Aman nih. Coba periksa lagi! Lebam-lebamnya aja udah nggak ada!” Adit menyingkapkan bajunya sendiri sekadar untuk memperlihatkan bukti kepada Siska bahwa ia baik-baik saja.

“Kok bisa ya…”

“Ya nggak tahu kak… pokoknya udah sembuh ini…”

Siska mengehela nafas. Tak rela jika Adit harus pergi saat itu juga.

“Kapan-kapan kita bertemu lagi kok Kak. Aku tahu apa yang kamu pikirkan. Aku malah nggak suka kalah ditahan-tahan!” kata Adit. Ia mengusap pipi Siska dengan lembut; sekadar malas untuk berdebat. Dan untunglah dengan itu Siska pun patuh.

Saat Siska ingin mengantar, A
Continúa leyendo este libro gratis
Escanea el código para descargar la App
Capítulo bloqueado

Último capítulo

  • Tukang Pijat Tampan   Larasati Mengajak Adit Pulang

    Vera masih berada dalam situasi antara percaya dan tidak percaya. Ia duduk di tepi ranjang rumah sakit, kaki-kakinya menjuntai ke bawah, tangan-tangannya meraba-raba dadanya sendiri dengan gerakan hati-hati; mencari rasa sakit yang seharusnya ada, tapi tidak lagi ia temukan.Matanya menatap Adit yang kini sedang duduk di sofa, memangku kaki Larasati yang berbaring dengan posisi setengah meringkuk. Tangan Adit bergerak lembut, memijit pergelangan kaki gadis itu dengan gerakan memutar yang teratur, sambil mengalirkan tenaga dalamnya.Pemandangan itu terasa intim. Vera merasa seperti pengganggu di ruangannya sendiri.Ia menarik napas panjang, dalam, sangat dalam, sesuatu yang tidak bisa ia lakukan dengan nyaman sejak kemarin malam. Tapi sekarang, paru-parunya mengembang penuh tanpa rasa sakit. Tidak ada tusukan tajam di dada. Tidak ada sensasi tulang yang bergeser saat ia bernapas. Semuanya normal. Sempurna, bahkan."Dit... ini, aku kan udah sehat..." Vera berbicara, suaranya ragu-ragu,

  • Tukang Pijat Tampan   Vera Sembuh

    Adit yang melihat ini langsung mundur beberapa langkah, memberi ruang. Matanya berbinar; ia tahu apa yang akan terjadi. Ia pernah merasakan sendiri sentuhan penyembuhan dari Larasati.Larasati memusatkan konsentrasinya. Matanya terpejam. Napasnya semakin dalam dan teratur. Di dalam tubuhnya, energi mulai bergerak; mengalir dari pusat, dari dantian, melalui meridian, menuju ke kedua telapak tangannya. Dan tak lama kemudian, di kedua tangannya terlihat pendaran cahaya.Cahaya itu berwarna biru keunguan, seperti aurora yang terperangkap dalam kepalan tangan. Cahaya itu bergerak, berputar, membentuk pola-pola yang rumit dan indah. Hangat namun tidak membakar. Lembut namun kuat.Vera terperangah. Matanya membulat sempurna, menatap kedua tangan Larasati yang bercahaya dengan ekspresi tidak percaya. Mulutnya terbuka sedikit, kata-kata tersendat di tenggorokan. Ia tak mengira, tidak pernah menduga, Larasati ternyata memiliki kemampuan. Dan dari intensitas cahaya itu, dari kepadatan energi yan

  • Tukang Pijat Tampan   Pertolongan Larasati

    Adit tahu Larasati pasti menyimpan banyak pertanyaan saat itu juga. Perubahan ekspresinya sangat kentara; dari tatapan ragu saat pertama masuk, kini menjadi tatapan yang lebih tajam, menyelidik. Matanya sesekali melirik ke Vera, lalu kembali ke Adit, seolah mencoba menyusun puzzle dari kepingan-kepingan informasi yang belum lengkap.Vera sendiri juga bertanya-tanya; siapa wanita itu? Apa hubungannya dengan Adit? Dari cara Adit tersenyum saat menyebut namanya, dari cara gadis itu melangkah masuk dengan ekspresi posesif yang tipis namun jelas; Vera bisa menebak. Tapi ia memilih diam, menunggu penjelasan."Laras, kenalin, ini Vera yang belakangan ini sering aku repotin. Nanti aku ceritain semuanya..." kata Adit, suaranya sedikit terburu-buru. Ia melangkah ke samping, memberi ruang untuk Larasati mendekat.Sebelum Adit mengatakan hal lain, Larasati sudah bergerak maju. Langkahnya tegas, penuh percaya diri. Ia mendekat ke tempat tidur dan mengulurkan tangan, menyapa dengan senyum yang rama

  • Tukang Pijat Tampan   Tatapan Penuh Pertanyaan

    Saat Adit masuk, Vera sedang duduk setengah berbaring di tempat tidur, memegang mangkuk bubur rumah sakit dengan tangan yang gemetar. Sendok stainless silver di tangannya hampir terjatuh beberapa kali. Wajahnya meringis setiap kali bergerak; rusuk yang patah membuat setiap gerakan menjadi siksaan."Bentar... aku bantu..." Adit buru-buru mendekat, mengambil alih mangkuk dan sendok dari tangan Vera. Ia menarik kursi yang ada di samping tempat tidur, duduk, lalu mulai menyuapi dengan gerakan hati-hati. "Tadi teman-temanmu sampai jam berapa?""Siang tadi mereka sudah pulang..." jawab Vera di sela suapan. Suaranya pelan, sedikit serak. "Samson sama beberapa petarung lain datang pagi. Mereka bawain buah. Itu, di meja."Adit menoleh sebentar ke meja kecil di sudut ruangan. Ada keranjang buah, apel, jeruk, anggur, terbungkus plastik bening dengan pita merah. Khas parsel orang jenguk."Terus kamu..." Adit kembali menyuapi, nada suaranya terdengar khawatir. "Dari siang sampai sekarang sendirian

  • Tukang Pijat Tampan   Larasati Di Rumah Sakit

    Rehearsal berjalan lancar. Ruangan studio yang biasanya dipenuhi ketegangan kini terasa ringan dan bergairah. Hari itu terasa mulus dan luwes. Adit mendapatkan berkali-kali pujian dari sutradara dan pelatih akting. Pujian itu menderu, mengubah keraguan dalam dirinya menjadi energi positif. Bahkan Clara, aktris senior yang terkenal perfeksionis; dia sampai dibuat heran. Ia menyandarkan punggung ke kursi, menatap Adit dengan mata menyipit.“Wow, Adit. Hari ini kamu beda banget! Bukan hanya acting-mu, tapi auramu juga! Semalam latihan naskah kah?” tanya Clara di akhir sesi itu, sambil menyesap air mineral dari botolnya.“Nggak sempat, Kak. Managerku malah sakit. Semalam nemenin dia di rumah sakit…” jawab Adit, sambil membereskan tasnya. Dia sedikit menunduk, menghindari tatapan intens Clara.“Manager kamu yang mana sih?” tanya Clara memasang wajah heran. Dalam hati ia sempat berpikir, lebih baik Adit dikelola managernya; yang jelas lebih profesional dan berpengalaman. Bisa mengantarkan A

  • Tukang Pijat Tampan   Perhatian Adit

    Meridian, jalur energi vital dalam tubuh yang menjadi dasar praktik tenaga dalam, biasanya mengalir seperti sungai dalam tubuh manusia. Pada petarung yang terlatih seperti Vera, aliran itu kuat dan teratur, seperti sungai yang deras namun terkendali.Ini karena pukulan Maria, pikir Adit, rahangnya mengeras. Dia tidak hanya memukul dengan tenaga fisik. Dia memasukkan chi gelap ke dalam tubuh Vera, merusak jalur energi dari dalam.Adit tahu apa artinya ini. Dengan meridian yang rusak seperti ini, Vera tidak akan bisa menggunakan tenaga dalam dengan maksimal lagi. Mungkin masih bisa sedikit, tapi tidak seperti dulu. Untuk petarung seperti Vera yang mengandalkan kombinasi keterampilan fisik dan tenaga dalam, ini adalah pukulan berat. Hampir seperti atlet kehilangan setengah kemampuannya.Adit menghela napas panjang, perasaan bersalah dan marah bercampur dalam dadanya. Marah pada Maria. Marah pada dirinya sendiri meski ia tak bersalah.Tapi ia tidak bisa berbuat apa-apa sekarang selain ter

Más capítulos
Explora y lee buenas novelas gratis
Acceso gratuito a una gran cantidad de buenas novelas en la app GoodNovel. Descarga los libros que te gusten y léelos donde y cuando quieras.
Lee libros gratis en la app
ESCANEA EL CÓDIGO PARA LEER EN LA APP
DMCA.com Protection Status