Home / Urban / Tukang Pijat Tampan / Pertarungan Dimulai

Share

Pertarungan Dimulai

Author: Black Jack
last update Last Updated: 2025-11-23 21:48:29

Wasit botak bertubuh tinggi besar itu kini sedang berdiri di antara Vera dan Maria yang saling berhadapan dengan jarak satu meter.

"Kalian tahu aturannya," kata wasit dengan suara keras agar terdengar di tengah kerumunan yang mulai ribut. "Tidak ada gigitan, tidak ada colok mata, tidak ada serang kemaluan. Pertarungan berakhir dengan knockout, submission, atau kalau salah satu tidak bisa lanjut. Mengerti?"

Keduanya mengangguk.

"Touch gloves, mundur ke pojok masing-masing."

Vera mengulurkan tangannya untuk sentuh sarung tinju sebagai tanda sportivitas. Maria hanya menatap tangan itu sejenak, lalu berbalik tanpa menyentuhnya. Vera mengerutkan kening. Sombong, pikirnya.

Bel berbunyi nyaring. Pertarungan dimulai.

Keduanya bergerak dengan hati-hati, saling mengamati. Vera mengambil sikap Orthodox, kaki kiri di depan, tangan kanan siap memukul. Maria mengambil sikap Southpaw, kebalikannya. Mereka berputar, mencari celah.

Vera menyerang duluan dengan jab cepat. Maria menghindar dengan mudah,
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter
Comments (1)
goodnovel comment avatar
Icha kue
musuh Adit mulai muncul sekarang
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Tukang Pijat Tampan   Larasati Mengajak Adit Pulang

    Vera masih berada dalam situasi antara percaya dan tidak percaya. Ia duduk di tepi ranjang rumah sakit, kaki-kakinya menjuntai ke bawah, tangan-tangannya meraba-raba dadanya sendiri dengan gerakan hati-hati; mencari rasa sakit yang seharusnya ada, tapi tidak lagi ia temukan.Matanya menatap Adit yang kini sedang duduk di sofa, memangku kaki Larasati yang berbaring dengan posisi setengah meringkuk. Tangan Adit bergerak lembut, memijit pergelangan kaki gadis itu dengan gerakan memutar yang teratur, sambil mengalirkan tenaga dalamnya.Pemandangan itu terasa intim. Vera merasa seperti pengganggu di ruangannya sendiri.Ia menarik napas panjang, dalam, sangat dalam, sesuatu yang tidak bisa ia lakukan dengan nyaman sejak kemarin malam. Tapi sekarang, paru-parunya mengembang penuh tanpa rasa sakit. Tidak ada tusukan tajam di dada. Tidak ada sensasi tulang yang bergeser saat ia bernapas. Semuanya normal. Sempurna, bahkan."Dit... ini, aku kan udah sehat..." Vera berbicara, suaranya ragu-ragu,

  • Tukang Pijat Tampan   Vera Sembuh

    Adit yang melihat ini langsung mundur beberapa langkah, memberi ruang. Matanya berbinar; ia tahu apa yang akan terjadi. Ia pernah merasakan sendiri sentuhan penyembuhan dari Larasati.Larasati memusatkan konsentrasinya. Matanya terpejam. Napasnya semakin dalam dan teratur. Di dalam tubuhnya, energi mulai bergerak; mengalir dari pusat, dari dantian, melalui meridian, menuju ke kedua telapak tangannya. Dan tak lama kemudian, di kedua tangannya terlihat pendaran cahaya.Cahaya itu berwarna biru keunguan, seperti aurora yang terperangkap dalam kepalan tangan. Cahaya itu bergerak, berputar, membentuk pola-pola yang rumit dan indah. Hangat namun tidak membakar. Lembut namun kuat.Vera terperangah. Matanya membulat sempurna, menatap kedua tangan Larasati yang bercahaya dengan ekspresi tidak percaya. Mulutnya terbuka sedikit, kata-kata tersendat di tenggorokan. Ia tak mengira, tidak pernah menduga, Larasati ternyata memiliki kemampuan. Dan dari intensitas cahaya itu, dari kepadatan energi yan

  • Tukang Pijat Tampan   Pertolongan Larasati

    Adit tahu Larasati pasti menyimpan banyak pertanyaan saat itu juga. Perubahan ekspresinya sangat kentara; dari tatapan ragu saat pertama masuk, kini menjadi tatapan yang lebih tajam, menyelidik. Matanya sesekali melirik ke Vera, lalu kembali ke Adit, seolah mencoba menyusun puzzle dari kepingan-kepingan informasi yang belum lengkap.Vera sendiri juga bertanya-tanya; siapa wanita itu? Apa hubungannya dengan Adit? Dari cara Adit tersenyum saat menyebut namanya, dari cara gadis itu melangkah masuk dengan ekspresi posesif yang tipis namun jelas; Vera bisa menebak. Tapi ia memilih diam, menunggu penjelasan."Laras, kenalin, ini Vera yang belakangan ini sering aku repotin. Nanti aku ceritain semuanya..." kata Adit, suaranya sedikit terburu-buru. Ia melangkah ke samping, memberi ruang untuk Larasati mendekat.Sebelum Adit mengatakan hal lain, Larasati sudah bergerak maju. Langkahnya tegas, penuh percaya diri. Ia mendekat ke tempat tidur dan mengulurkan tangan, menyapa dengan senyum yang rama

  • Tukang Pijat Tampan   Tatapan Penuh Pertanyaan

    Saat Adit masuk, Vera sedang duduk setengah berbaring di tempat tidur, memegang mangkuk bubur rumah sakit dengan tangan yang gemetar. Sendok stainless silver di tangannya hampir terjatuh beberapa kali. Wajahnya meringis setiap kali bergerak; rusuk yang patah membuat setiap gerakan menjadi siksaan."Bentar... aku bantu..." Adit buru-buru mendekat, mengambil alih mangkuk dan sendok dari tangan Vera. Ia menarik kursi yang ada di samping tempat tidur, duduk, lalu mulai menyuapi dengan gerakan hati-hati. "Tadi teman-temanmu sampai jam berapa?""Siang tadi mereka sudah pulang..." jawab Vera di sela suapan. Suaranya pelan, sedikit serak. "Samson sama beberapa petarung lain datang pagi. Mereka bawain buah. Itu, di meja."Adit menoleh sebentar ke meja kecil di sudut ruangan. Ada keranjang buah, apel, jeruk, anggur, terbungkus plastik bening dengan pita merah. Khas parsel orang jenguk."Terus kamu..." Adit kembali menyuapi, nada suaranya terdengar khawatir. "Dari siang sampai sekarang sendirian

  • Tukang Pijat Tampan   Larasati Di Rumah Sakit

    Rehearsal berjalan lancar. Ruangan studio yang biasanya dipenuhi ketegangan kini terasa ringan dan bergairah. Hari itu terasa mulus dan luwes. Adit mendapatkan berkali-kali pujian dari sutradara dan pelatih akting. Pujian itu menderu, mengubah keraguan dalam dirinya menjadi energi positif. Bahkan Clara, aktris senior yang terkenal perfeksionis; dia sampai dibuat heran. Ia menyandarkan punggung ke kursi, menatap Adit dengan mata menyipit.“Wow, Adit. Hari ini kamu beda banget! Bukan hanya acting-mu, tapi auramu juga! Semalam latihan naskah kah?” tanya Clara di akhir sesi itu, sambil menyesap air mineral dari botolnya.“Nggak sempat, Kak. Managerku malah sakit. Semalam nemenin dia di rumah sakit…” jawab Adit, sambil membereskan tasnya. Dia sedikit menunduk, menghindari tatapan intens Clara.“Manager kamu yang mana sih?” tanya Clara memasang wajah heran. Dalam hati ia sempat berpikir, lebih baik Adit dikelola managernya; yang jelas lebih profesional dan berpengalaman. Bisa mengantarkan A

  • Tukang Pijat Tampan   Perhatian Adit

    Meridian, jalur energi vital dalam tubuh yang menjadi dasar praktik tenaga dalam, biasanya mengalir seperti sungai dalam tubuh manusia. Pada petarung yang terlatih seperti Vera, aliran itu kuat dan teratur, seperti sungai yang deras namun terkendali.Ini karena pukulan Maria, pikir Adit, rahangnya mengeras. Dia tidak hanya memukul dengan tenaga fisik. Dia memasukkan chi gelap ke dalam tubuh Vera, merusak jalur energi dari dalam.Adit tahu apa artinya ini. Dengan meridian yang rusak seperti ini, Vera tidak akan bisa menggunakan tenaga dalam dengan maksimal lagi. Mungkin masih bisa sedikit, tapi tidak seperti dulu. Untuk petarung seperti Vera yang mengandalkan kombinasi keterampilan fisik dan tenaga dalam, ini adalah pukulan berat. Hampir seperti atlet kehilangan setengah kemampuannya.Adit menghela napas panjang, perasaan bersalah dan marah bercampur dalam dadanya. Marah pada Maria. Marah pada dirinya sendiri meski ia tak bersalah.Tapi ia tidak bisa berbuat apa-apa sekarang selain ter

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status