Share

Tingkah Polah Bu Rani

Author: DeealoF3
last update Last Updated: 2022-10-31 16:22:18

"Mba Sri, Saya sudah selesai belanjanya, tolong dihitung," ujar Bu Jihan. 

Mba Sri langsung memasukkan barang belanjaan Bu Jihan ke kantong besar, kemudian menghitungnya. "Semua jadi 175 ribu, Bu." 

"Kok, mahal? Saya, kan, cuma beli sayuran, ikan Kembung, sama buah nanas aja."

"Iya, Bu, harganya memang segitu." Mba Sri menjawab sambil tersenyum.

"160 ribu aja ya, Mba. Boleh ga?" tawar Bu Jihan.

"Iya nggak pa-pa Bu, bol ...." 

"Lho, Jeng Jihan ini bagaimana, tho. Kasihan, kan Mba Sri kalau ditawar segitu, bisa rugi nanti. Masa suaminya ASN kok, belanjanya nawar!" ejek Bu Rani seraya memotong ucapan Mba Sri. 

Muka Bu Jihan memerah, terlihat jelas kalau ia kesal atas perkataan Bu Rani barusan. "Ya sudah, ini 175 ribu, Mba." 

"Nah, gitu dong, sedekah untung sama orang kismin, kan, dapet pahala," ucap Bu Rani lagi.

Bu Jihan terlihat menarik napas dalam, mencoba menenangkan dirinya. "Yo wis, Saya duluan ya, ibu-ibu." 

"Saya juga pamit, deh!" ucap Bu Dwi. Sambil jalan, ia mengusap pelan pundak Bu Jihan, berusaha menenangkan. "Sabar ya, Bu." lirihnya.

 

Bu Susi yang juga sudah selesai belanja ikut beranjak dari duduknya dan berjalan pulang.

Sekarang tinggal Bu Rani seorang yang ada di warungnya Mba Sri. "Mba, usia jenengan berapa, tho?" tangannya mengambil tiga buah kue talam yang ada di meja depan, meja khusus tempat menyajikan kue-kue dan semacamnya.

"Wah, Saya, mah, sudah tu ...."

Bu Rani memandang Mba Sri dari atas kepala  sampai ujung kaki, matanya mendelik saat melihat Mba Sri hanya memakai daster yang warnanya sudah agak pudar. 

"Paling baru dua puluhan kan?" Ia memotong ucapan Mba Sri lagi.

"Tapi itu, kok, muka udah kayak umur tiga puluh, Mba? Eh, Mba tak kasi tahu, ya. Jenengan, ni, harus rajin minum jeruk nipis peras hangat tiap pagi, terus olahraga. Biar awet muda kayak saya gini, lho, walaupun sudah kepala empat, tapi kayak masih remaja, kan?" puji Bu Rani pada dirinya sendiri. 

Mba Sri hanya senyum-senyum, malas menanggapi, "Bu Rani nggak tahu aja, selesai jaga warung, saya juga mau ke salon. Mau creambath, facial, laser wajah, luluran, meni pedi, scrub dan lain-lain," batin Mba Sri.

"Iya, Bu Rani. Makasi, ya, sarannya." 

"Sudah, Mba. Saya mau pulang, tolong belanjaan saya dihitung."

Mba Sri menekan angka-angka di kalkulatornya, "Semua jadi empat ratus lima belas, Bu." 

"Apa? Empat ratus lima belas?" ucap Bu Rani terkejut. Kue talam yang sedang dimakannya sedikit tersembur keluar. Untungnya di sana sudah sepi, tidak ada ibu-ibu lain. 

"Iya, Bu. Ikan tenggiri, ayam sama dagingnya saja sudah tiga ratus ribuan sendiri. Oh iya, kue talam yang Bu Rani makan juga belum saya hitung. Tapi nggak pa-pa, saya gratisin saja buat Bu Rani."

Bu Rani membuka dompet kecil di tangan, "Uang cash saya cuma dua ratus ribu ni, Mba Sri. Maaf, saya nggak biasa bawa cash banyak-banyak, takut banyak bakterinya," ucap Bu Rani sombong. 

"Lebih senang pakai kartu debit kalau untuk beli ini-itu, lebih aman dan praktis. Tapi, di sini pasti nggak ada, kan, alat geseknya?"

"Ada, kok, Bu Rani. Sebentar saya ambilkan,  ya!"

"Eh, eh, tunggu, tunggu, Mba, Sri!" panggil Bu Rani.

"Iya, kenapa lagi, Bu?" 

"Ternyata kartu debit saya juga  ketinggalan," ucap Bu Rani lalu menampakkan deret giginya yang rapi dan putih. "Gini saja, Mba Sri. Daging sama ayamnya, saya belinya besok saja. Sekarang saya beli ikan tenggiri, sayuran sama buah semangkanya aja, deh. Berapa jadinya?"

"Jadi dua ratus tiga puluh ribu, Bu."

"Dua ratus ribu saja ya, Mba Sri? Sama langganan ini. Nanti saya promosiin, deh,warung sayur Mba Sri ke Ibu-ibu arisan saya, dijamin nanti warungnya tambah rame," rayu Bu Rani.

"Iya, Bu Rani. Nggak pa-pa." jawab Mba Sri seraya menutup mulutnya dengan tangan. Ia berusaha menahan tawa. Melihat tingkah polah Bu Rani merupakan hiburan tersendiri baginya.

"Nih, ya, uangnya."  Bu Rani menyerahkan empat lembar uang berwarna biru.

"Oh iya, Mba Sri. Nanti malam jenengan diundang nggak sama tetangga baru itu? Yang di Blok E, lho." tanya Bu Rani sebelum mengendarai sepedanya kembali, 

"Eh. Saya mah ...." 

"Sudah pasti nggak diundang lha ya, Mba. Maaf, maaf Mba Sri, pertanyaan saya jadi ngawur begini. Sudah, ya, saya pulang dulu. makasi, lho."

"Bu Rani, Bu Rani, siap-siap, ya, nanti malam kita bakal ketemu di rumah saya," gumam Mba Sri.

"Kas, Kasman!" Mba Sri memanggil Kasman karyawannya. Sedari tadi, Kasman sibuk di belakang, menata bahan-bahan sayuran yang akan dikirim ke minimarket sebelah.

"Kas, kamu sudah sarapan belum?" 

"Sudah, Bu. Tadi di belakang, Saya nyambi makan gorengan."

"Oh, oke deh. Kalau gitu, Saya pulang dulu, ya, mau buru-buru ke salon. Terus mau nyiap-nyiapin acara buat nanti malam. Kamu lanjutin jaga warung bisa, kan? Nanti jam sebelas tutup saja, ya."

"Baik, Bu. Insyaallah."

"Oh iya, jangan lupa, abis dari sini kamu ke rumah ya, Kas. Bantu-bantu yang lain." 

"Siap, Bu."

Mba Sri melangkah keluar dari warung, menuju tempat ia memarkirkan mobil, lalu meninggalkan warung dengan mengendarai minicooper merah miliknya.

Bersambung.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Tukang Sayur itu Ternyata Milliuner   Ending

    Selamat membaca, jangan lupa subs, rate, love dan komen di setiap babnya ya kak. Makasi udah mampir. Semoga suka. Alhamdulillah end ...! **Dua orang pemuda yang kini berada di taman belakang rumah Mba Sri hanya saling terdiam memandang pemandangan kolam renang di depan mereka. Sudah sejak lima belas menit berlalu, tapi tidak satupun yang memulai pembicaraan. Sang pria sedang berpikir apa yang sebaiknya ia katakan. Sedangkan sang wanita sedang menunggu kalimat apa yang akan keluar dari mulut sang pria. "Sebenarnya Pak Dika mau bicara apa?" tanya Askia memberanikan diri. Ia mencoba bertanya, agar degup jantungnya yang sedari tadi mulai berdentum tidak sampai terdengar oleh pria di sampingnya. "Gak, gak mau ngomong apa-apa," jawab Dika, yang akhirnya merutuki dirinya sendiri. "B*g*, kenapa gue malah ngomong gitu," batinnya.Alis Askia bertaut, lalu perlahan ia mulai bangkit dari duduknya. "Eh, kamu mau ke mana?" tanya Dika yang tiba-tiba juga ikut berdiri. "Mau ke dalem lagi, Pak.

  • Tukang Sayur itu Ternyata Milliuner   Makan Malam

    Malam itu, Mba Sri sengaja mengundang Askia dan keluarganya untuk makan malam bersama keluarga mereka. Tak lupa pula Mba Sri juga mengundang keluarga Coki dan Bu Rani. Tapi karena Bu Rani dan Pak Ishak sedang ada acara lain, mereka tidak bisa hadir. "Mari Bu, mari kita langsung ke ruang makan saja," ajak Mba Sri pada Ibu Askia. "Askia kamu ajak adik-adikmu makan, ya.""I-i, ya, Bu," jawab Askia sambil terbata. Ia masih merasa malu dan canggung berada di tengah-tengah keluarga Dika. Pagi itu, saat Dika memberitahu kalau Mba Sri mengundang ibu dan ketiga adiknya untuk makan malam di rumah mereka, Askia sempat bingung. Ia tidak tahu harus menjawab apa, sedangkan untuk menolaknya Askia juga tidak berani, karena yang mengundangnya langsung adalah Dika. ***"Makasi banyak, ya, Pak, udah mau mengundang Ibu dan adik-adik saya untuk makan malam di sini," ungkap Askia. "Hmm. Mama yang nyuruh saya untuk ngundang kamu! Saya juga ga tau maksudnya apa!" Dika menjawab ketus. Raut wajah Askia

  • Tukang Sayur itu Ternyata Milliuner   Undangan Spesial

    "Gimana, Dik, hasil kunjungan kamu kemarin ke rumah Askia? Benar kondisi keluarganya seperti yang kemarin kamun ceritakan?" tanya Mba Sri di tengah aktivitasnya membaca laporan hasil penjualan perusahaan sayur milik mereka per hari ini. Ia sibuk menaik turunkan mouse yang ada di tangan. Matanya menatap lekat ke layar datar di hadapan, sambil sesekali menautkan alis.Saat ini, Mba Sri dan Dika sedang berada di ruang kerja Mba Sri. Mba Sri duduk di kursi kulit berwarna hitam yang terletak tepat di sisi jendela, sedangkan Dika duduk di sofa panjang yang ada di tengah ruangan, yang jaraknya sekitar satu meter dari meja kerja Mba Sri. "Bener, kok, Ma. Kemarin waktu Dika kasih beasiswa itu untuk Askia dan ketiga adiknya, Ibu mereka menangis, ia sampai memeluk Dika kenceng banget,"jawab Dika yang juga sedang asik membaca surat kabar di tangan. Mba Sri tidak merespon jawaban Dika tadi, ia masih serius memperhatikan layar laptop di depannya. Dika yang sudah selesai membaca koran, lalu men

  • Tukang Sayur itu Ternyata Milliuner   Hati Dika

    "Eh, Pak. Bukan, bukan siapa-siapa, kok? Saya tadi cuma lagi ngomongin aktor Korea aja." Alis Kasman bertaut. "Lee Min Ho. Iya, Lee Min Ho. Dia itu kan ganteng, tapi sayang, galak."Askia berusaha untuk meyakinkan Kasman. Kasman menggeleng pelan. "Kamu itu ada-ada aja, ngapain pake jauh-jauh mikirin aktor Korea yang ga kamu kenal sama sekali. Sudah sana cepat kerja, kamu udah hampir telat!"Askia menghela napas lega, senang kalau Kasman tidak mencurigai sikapnya tadi. Tapi di wajahnya masih menampakkan senyum bahagia karena masih terus teringat akan ulah Dika tadi. ***Sementara itu, Dika di dalam kantornya berusaha untuk mencari tahu informasi lebih lanjut mengenai gadis bernama Askia yang sejak semalam suka menabraknya itu. Ia ingin tahu se-menyedihkan apa kehidupan sehari-hari karyawati yang belum lama ini bergabung di perusahaan sayuran milik kedua orangtuanya. Akhirnya lembaran yang ia cari sudah berada di tangan, "Jadi dia sudah tidak punya ayah. Anak pertama dari empat ber

  • Tukang Sayur itu Ternyata Milliuner   Mulai Luluh

    Sebelum membaca mohon bantuannya untuk vote ya Kak. Makasi***Acara pertunangan Salsa dan Coki semalam, menyisakan sedikit gerimis di hati Dika, sang kakak tertua. Ia merasa kalau adik yang selama ini dimanjakan akan segera mempunyai orang lain yang bisa lebih diandalkan dibanding dengan dirinya. Berbeda dengan saat Salsa dulu bertunangan dengan Ardan, pertunangan Salsa dengan Coki kali ini justru membuat Dika yakin, kalau Coki memang adalah jodoh Salsa dan secara pribadi ia sudah memberikan restunya kepada Coki."Pas ntar Salsa nikah, yah, jadi kesepian deh, Gue. Siapa lagi cewek yang mau gue pamerin ke temen-temen kalau ada undangan acara ngumpul-ngumpul? Masa iya ngajak Mama," batin Dika. "Maaf, maaf, Mas. Saya ga sengaja."Seorang gadis tiba-tiba menabrak tubuh Dika, saat itu Dika memang sedang merenung sendirian di taman samping rumah, memikirkan nasibnya jika nanti Salsa menikah. Dika sempat terhuyung sebentar. Untung saja saat itu ia tidak sedang membawa minuman seperti sema

  • Tukang Sayur itu Ternyata Milliuner   Dua Keluarga

    "Sekali lagi saya minta maaf, Pak. Saya benar-benar tidak sengaja," ucap Askia lagi seraya menangkup kedua tangan di depan dada. "Maaf, maaf! Kamu pikir dengan minta maaf baju saya bisa bersih lagi? Mana bentar lagi tamu udah pada dateng." Dika menjeda kalimatnya. "Siapa nama Kamu? Karyawan di bagian apa? Mulai besok, kamu ga usah datang lagi untuk bekerja! Kamu di pecat!"Tangis Askia seketika pecah, tubuhnya sampai melorot ke bawah."Dika, ada apa, Nak? Kenapa kamu teriak-teriak begitu?"Mba Sri dan Kasman yang mendengar suara keras Dika seketika datang menghampiri. Kasman bahkan segera menyuruh Askia untuk segera berdiri. "Ini lihat, Ma. Baju Dika sampai kotor begini gara-gara dia!" Tunjuk Dika pada Askia yang masih menangis."Maaf, Bu. Tadi saya ga sengaja menabrak Pak Dika. Saya sedang terburu-buru."Mba Sri menghela napas. "Ya sudah, Dika. Dia, kan, sudah minta maaf. Ga enak didengar banyak orang kalau kamu marah-marah begitu. Sekarang, cepat ganti bajumu sebelum para tamu da

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status