Share

Pemilik Rumah Mewah

Malam ini rumah Mba Sri dan Mas Pai sudah dihiasi beraneka lampu kecil warna-warni. Rencananya acara syukuran akan diadakan di taman belakang. Tempat yang terbuka, cukup luas dan ada kolam renang, sehingga tanpa dekorasi yang berlebihan pun lokasi sudah cukup sesuai. 

Kasman diminta Mba Sri untuk menyambut tamu di pintu depan. Tidak lupa pula ia didandani bak pemuda kaya raya, berpenampilan perlente, menggunakan baju dari designer terkenal, sepatu bermerek, dan ditambah dengan arloji mahal ditangannya, yang kesemuanya tentu saja diberikan oleh Mba Sri.

Acara akan berlangsung pukul tujuh malam. Tamu-tamu yang berasal dari para tetangga kompleks rumah Mba Sri, satu-persatu sudah mulai berdatangan. Pak Amran dan Pak Isman, ketua Rukun Warga dan Rukun Tetangga yang baru saja tiba menjadi salah satu tamu kehormatan yang akan diberikan tempat khusus oleh tuan rumah. Mereka langsung diantar ke meja terdepan di pinggir kolam renang. 

Di belakangnya, tibalah rombongan ibu-ibu langganan warung sayur Mba Sri, termasuk Bu Dian. Mereka datang bersamaan dengan  mengendarai mobil masing-masing.

 

"Selamat datang Bapak-ibu, silakan," ucap Kasman ramah setelah mereka baru saja tiba di depan pagar. Ia langsung mempersilakan mereka masuk menuju taman belakang melalui jalan sebelah kiri.

"Bu-ibu, sebentar, sebentar! Biar Bapak-bapaknya masuk aja duluan. Kita di sini dulu, lihat-lihat. Kapan lagi ada kesempatan masuk ke rumah mewah kayak gini." Bu Rani memberi komando. Ia berdecak kagum seraya melonjak girang menatap rumah megah di depannya. Rumah yang baru ia lihat bagian dalamnya untuk pertama kali.

Sedangkan Ibu-ibu lain, kecuali Bu Dian, memilih berswafoto di depan pintu pagar, dengan berbagai gaya.

Mba Sri masih bersembunyi di dalam, hanya mengintip dari balik jendela depan, ingin tahu apa yang akan mereka lakukan selanjutnya.

"Jeng, coba lihat itu satpamnya." Bu Rani terkagum-kagum dengan penampilan Kasman. "Arlojinya saja harganya jutaan, gimana tuan rumahnya. Ck, ck, ck." 

Bu Rani iseng bertanya kepada Kasman,  sepertinya ia masih belum mengenali siapa sosok di depannya itu. Wajar memang, rambut Kasman yang biasanya lepek berantakan, malam ini tertata rapi dengan olesan gel rambut di kedua sisinya. Tidak lupa pula kacamata bermerek yang ia kenakan. Tidak ada yang mengenali kalau ia adalah penjaga warung sayur yang sebenarnya. 

"Mas kerja di sini udah lama?" 

"Kalau kerja di sini, ya, baru saja Bu, setelah mereka pindah ke rumah ini, tapi kalau saya sudah lama ikut Bapak dan Ibu," jawab Kasman penuh percaya diri.

Bu Rani manggut-manggut mendengar jawaban Kasman. "Pasti besar, ya, gajinya. Itu arlojinya saja mahal banget." Bu Rani menunjuk pergelangan tangan Kasman dengan dagunya.

"Ya, Alhamdulillah cukup, Bu. Gaji bulanan saya  bisa dipakai buat nyicil rumah di blok sebelah."

Mba Sri terpingkal-pingkal mendengar jawaban Kasman. Pemuda itu benar-benar pandai berbicara, hingga membuat Bu Rani nyaris pingsan. Kalau tidak ada Bu Dian di belakangnya, bisa-bisa Bu Rani pingsan beneran. 

Itu baru sambutan pertama dari Kasman. Belum sambutan asli dari si pemilik rumah yang selama ini dikenal hanya sebagai penjaga warung sayur dan selalu dipandang sebelah mata karena dianggap miskin.

Mba Sri mengacungkan ibu jarinya kearah Kasman seraya tersenyum puas.

"Kejutan pertama sudah berhasil, siap-siap untuk kejutan selanjutnya," ucap Mba Sri yang masih terkekeh. 

Bersambung

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status