Sontak Shanaz bangkit dari tempat tidur Tami. Ia dan Tami keluar untuk melihat siapa yang berteriak tadi. Air mata mengambang basah di pelupuk mata, kemudian menganak sungai hingga membasahi pipi, ketika melihat ibu kandungnya menangis di depan jenazah yang diklaim adalah dirinya."Jangan menangis ibu. Aku di sini. Itu bukan aku," batin Shanaz. Ingin sekali ia berlari dan memeluk wanita yang sangat dicintainya. Memeluknya dan memberitahu bahwa itu bukan dirinya. Tetapi bukankah tidak akan ada seseorang yang mempercayainya nanti?Ayah Shanaz berusaha menenangkan ibunya Shanaz, meskipun hatinya sendiri juga sangat hancur. Putri yang sangat dicintainya telah pergi meninggalkan mereka selama-lamanya.Sejenak ibunya Shanaz menghentikan tangisannya, demi mencari keberadaan menantunya. "Di mana Fernando?" tanya ibunya Shanaz.Tak ada yang mengetahui di mana keberadaan Fernando, sampai ibu mertua Shanaz keluar. Ibunya Shanaz buru-buru menghampiri dan bertanya kepada besannya tersebut. "Di ma
"Diam atau aku akan memecat kalian semua!" Lita mengancam dengan wajah berapi-api, seakan ingin menelan para pelayan itu hidup-hidup. Saat ini Lita merasa dialah pengusaha di di rumah itu, ratu di sebuah kerajaan. Dan itu karena dia adalah wanita pertama yang akan melahirkan pewaris perusahaan keluarga Fernando.Tami membalikkan badan dan menaruh hati telunjuknya di depan bibir, sebagai kode agar para bawahannya itu diam. Menyadari karir mereka terancam, mereka membungkam mulut masing-masing dengan kompak.Karena terlanjur tidak suka dengan Tami, Lita menuduh Tami yang menyuruh mereka menyertainya. "Ini pasti karena ulahmu kan!"Tami menatap khawatir ke arah Shanaz, ia tak tahu bagaimana harus menghadapi wanita menyebalkan itu. Shanaz memberi isyarat dengan mengedipkan matanya, seolah memberikan keyakinan bahwa semua akan kembali normal. "Sudah pergi dari hadapan Nyonya Lita, dia sedang hamil suasana hatinya harus selalu bagus," ucap Shanaz, yang terlihat serius. Tetapi Tami tahu sem
Fernando dan Lita saling memandang sambil mengangkat satu alis yang terangkat. "Suara siapa itu?" tanya Lita?" Fernando mengangkat kedua pundaknya. "Entahlah. Kita lihat." Fernando secepat kilat berlari keluar dari kamar bersama dengan Lita untuk mengeceknya. Lita yang tak sadar sedang hamil akhirnya mengalami kram perut. Ia meringis kesakitan lalu berjongkok di lantai sambil memegangi perutnya."Aarrggghhh! Sakit." Wajah wanita itu berubah menjadi merah karena menahan sakit yang teramat sangat.Fernando yang mendengar suara pekikan istrinya langsung menoleh, kemudian langsung menghampiri Lita. "Apa yang terjadi?" "Perutku sakit," keluh Lita.Fernando tak tinggal diam. Ia segera menelepon supir pribadinya untuk menyiapkan mobil ke rumah sakit. "Cepat siapkan mobil sekarang. Kita harus segera sampai di rumah sakit," perintah Fernando."Baik, Tuan." Kemudian sambungan telepon mereka terputus. Fernando membopong Lita sampai di halaman depan rumah.Shanaz memanfaatkan kesempatan ini unt
Hati Lita berkecamuk. Ia marah dan tak terima. "Apa?!" Tak sadar ia meneriaki kakak iparnya membuat suasana menjadi memanas."Turunkan nada bicaramu." Meskipun Lorenzo mengatakannya dengan nada dingin, dan dengan tatapan mata yang mengintimidasi. Kalau saja lelaki yang di depannya itu bukan kakak iparnya, pasti Lita akan menamparnya. Tetapi Lita mana berani. Wanita itu tertunduk takut."Baiklah kak. Tapi bisakah kakak meminta tolong kepada pelayan lain saja? Nabila sedang–" Belum selesai bicara, Lorenzo memotong pembicaraan Lita dengan cepat. "Jadi kamu mau mengatur hidupku?" Lorenzo menatap Lita dengan tatapan mata mengintimidasi, membuat nyali Lita menjadi ciut dan menggelengkan kepalanya."Ti–tidak kak. Aku tidak bermaksud seperti itu. Maafkan aku," ucap Lita, sambil menahan emosinya."Tolong antar kopinya ke kamarku ya, Nabila," suruh Lorenzo. Seketika nada bicaranya berubah ketika berbicara dengan Nabila.Lita bangkit dan langsung menunjuk ke wajah Shanaz. "Semua ini karenamu!
Fernando menoleh. Memandang tak suka pada kakaknya, yang kemudian duduk di sampingnya. Lelaki yang umurnya tidak jauh dari Fernando itu mengambil piring untuk mengambil nasi, sayur beserta lauknya. Shanaz segera bangkit dari tempat duduknya. Ia hendak mengambilkan nasi untuk Lorenzo. "Biar saya ambilkan, Tuan Lorenzo." Dengan tangan mengulur ke arah Lorenzo. Namun Lorenzo menolaknya. "Tidak usah, Nabila. Aku bisa melakukannya sendiri.Shanaz menarik tangannya lagi, kemudian duduk kembali. Sementara itu Fernando berusaha mengabaikan kakaknya dan makan dengan tempo yang lebih cepat. Berbeda dengan Lorenzo yang terlihat bahagia dan santai. Hatinya merasa lega karena sakit hatinya terhadap Fernando bisa sedikit tersalurkan."Tidak usah buru-buru makannya. Apa kamu merasa tak nyaman di sini?" Lorenzo kembali menyindirnya. Kali ini habis sudah kesabaran Fernando untuk meladeni kakaknya. Ia bangkit dari tempat duduknya, dan pergi tanpa kata. Anehnya Lorenzo tak mempedulikannya. Shanaz bar
Hari itu Fernando merasakan sakit yang teramat sangat, ketika menemukan Shanaz dan Lorenzo sedang makan siang berdua di kafe yang baru-baru ini sering Fernando kunjungi. Meskipun hubungan antara Fernando dan Shanaz masih sebatas teman namun Fernando merasa terkhianati. Dengan wajah yang memerah karena marah, Fernando mengepalkan kedua tangannya lalu mendatangi meja mereka berdua.Fernando tak terima telah dibohongi oleh Shanaz. "Kamu bilang orang yang kamu ingin temui adalah seseorang yang berbeda universitas, ternyata kamu bertemu dengan kakakku," Fernando mencerca Fernando secara bertubi-tubi, membuat wanita cantik itu menjadi takut.Shanaz menjadi menyesali perbuatannya. "Maaf, aku tidak bermaksud–"Fernando langsung memotong pembicaraan Shanaz. "Ah. Sudahlah!" Fernando mengayunkan tangannya ke belakang. Kalian sama saja." "Ini hanya masalah sepele. Jangan bersikap kekanak-kanakan seperti itu." Akhirnya Lorenzo ikut bicara."Kenapa. Kamu merasa puas karena aku dibohongi seperti i
Shanaz menggelengkan kepalanya dengan cepat. "Bukan, bukan begitu maksud saya Nyonya," sanggah Shanaz."Kalau begitu turuti keinginanku. Paling tidak tunggu sampai aku tidur," titah Lita."Baik, Nyonya. Saya akan menemani Anda sampai tertidur." Shanaz kemudian duduk di sofa yang ada di dekat ranjang, menunggu Lita tidur, seperti yang ia perintahkan tadi.Lita tak kunjung tidur, ia malah sibuk berselancar di layar ponselnya. Shanaz yang merasa bosan dan kelelahan tanpa sadar malah tidur terlebih dahulu. Tak lama Lita juga tidur.**Satpam di rumah Fernando bangkit dari tempat duduknya, setelah terbangun oleh suara klakson mobil Fernando. Lelaki yang sudah bekerja selama 5 tahun sebagai satpam di rumah itu membuka pintu gerbang lebar-lebar untuk majikannya. Dan setelah mobil Fernando masuk, Satpam tersebut segera menutup dan mengunci gerbangnya kembali.Fernando pulang dalam keadaan setengah mabuk. Ia berjalan masuk ke dalam rumah, melewati ruangan yang hampir seluruhnya mulai gelap, da
"Aku yang menemukannya di lemari. Kemudian menyuruh Nabila menyiapkannya untukmu," sambar Lita. Ia tak ingin mendengar suaminya memuji kehebatan wanita lain, meskipun itu hanyalah seorang kepala pelayan. Karena tak mau nasib rumah tangganya terancam. Sesungguhnya selama Lita hamil, ia selalu dilanda ketakutan. Jika Fernando akan mengkhianatinya, sama seperti ketika Fernando berpaling dari pelukan Shanaz kepada dirinya. Namun karena gengsi Lita tentu saja tidak dapat mengungkapkannya kepada siapapun.Fernando yang sangat mencintai istrinya, percaya saja dengan jawaban yang diberikan oleh istrinya. "Oh, ternyata kamu sayang. Pantas saja seleranya bagus. Sekarang aku tak heran lagi," ucap Fernando sambil berjalan menghampiri istrinya, mencium kening lalu memeluknya.Lita menatap tajam ke arah Nabila dan penuh intimidasi. Ia juga memberikan kode agar Nabila segera menyingkir. Shanaz memasang wajah penuh penyesalan. Tetapi dalam hatinya tak menunjukkan hal yang sama, dia tak gentar sama s