Share

Bab 7 Siapa Yang Meninggal

Tami masih merasa heran, karena sebelumnya Nabila tak pernah berbohong masalah apapun kepadanya, bahkan untuk kenyataan sepahit apapun. Namun kini kenapa Nabila berbohong? Dua kali sudah ibunya Nabila mengalami kekecewaan untuk hari ini.

"Halo, Tante. Apa Tante masih ada di sana?" pertanyaan dari Risa di ujung telepon berhasil membuyarkan lamunan Tami.

"Iya, iya. Tante masih di sini kok," jawab Tami. Nanti akan Tante sampaikan pada Nabila kalau sudah selesai mandi ya," pungkas Tami mengakhiri sambungan teleponnya.

"Iya Tante."

Setelah itu Tami kembali menaruh ponsel anaknya di atas nakas, setelah itu beranjak meninggalkan kamar Nabila menuju ke ruang makan. Menunggu anaknya untuk sarapan bersama. Sampai 10 menit kemudian Nabila keluar dari kamar sudah lengkap dengan riasan wajah yang tipis dan natural, serta pakaian yang rapi.

Shanaz duduk sambil melihat makanan yang tersaji di atas meja. Di sana terdapat nasi goreng dengan lauk telur mata sapi. "Hanya itu yang ibu sediakan, karena ibu takut selera makanmu belum kembali lagi. Takut kamu mual dengan olahan ikan," jelas ibunya Nabila.

Shanaz tersenyum. "Ini masakan yang luar biasa Ibu, Nabila menyukainya," sahut Shanaz. Ia langsung menuang nasi goreng di atas piring miliknya. Diikuti oleh ibunya Nabila. Wanita paruh baya itu akan membicarakan soal panggilan interview itu, tapi ia tahan setelah Nabila selesai makan.

Karena tak tahan dengan pertanyaan yang terus menerus mengganjal di hatinya, akhirnya Tami bertanya sebelum anaknya menyelesaikan sarapannya. "Ada yang ingin Ibu tanyakan padamu, Bil."

Shanaz awalnya masih santai, tak tahu dengan pertanyaan yang ibunya Nabila akan katakan. "Iya, Bu. Ibu katakan saja," sahut Shanaz, setelah itu menyuapkan nasi goreng ke dalam mulutnya.

"Tadi Risa meneleponmu saat kamu sedang mandi, dia berkata bahwa kamu juga mendapatkan panggilan interview di perusahaan AA grup, apa itu benar?"

Mata Shanaz membulat, celaka sudah. Dia tidak mengetahui perihal itu karena fokus ingin balas dendam pada keluarga Fernando. Padahal baru tadi ia berkata bahwa ia juga ingin bekerja lagi di perusahaan. Shanaz yang hampir saja tersedak, untung dia bisa menguasai dirinya dan langsung menenggak segelas air putih yang ada di depannya.

Nampak ada rasa bersalah terpancar dari raut wajah ibunya Nabila. Iapun langsung meminta maaf. "Ibu minta maaf apabila pertanyaan, Ibu membuatmu jadi hampir tersedak."

Shanaz menelan salivanya dengan susah payah. "Tidak apa-apa, Ibu."

Panggilan pekerjaan sebagai kepala pelayan ini datang lebih dulu daripada yang di perusahaan AA grup itu Bu, dan Nabila sudah terlanjur tanda tangan kontrak dengan pemilik rumah itu. Jadi Nabila tak bisa membatalkan kontrak," jelas Shanaz tersenyum kecut. Ia tahu ini akan mengecewakan hati wanita baik hati yang ada di depannya ini. Tetapi Shanaz tak ada pilihan lagi.

Namun walau hatinya sedikit tidak nyaman, nyatanya Tami tak bisa apa-apa selain hanya memberikan senyuman tipisnya. "Ya sudah tidak apa-apa. Mau bagaimana lagi."

"Saya minta maaf ya Bu, karena telah meminjam tubuh anak Ibu untuk balas dendam saya. Tapi saya janji akan segera menyelesaikan semua ini," batin Shanaz.

Setelah selesai sarapan, lalu Shanaz berpamitan kepada ibunya Nabila. Mereka berpisah di halaman kecil di rumah itu. Sebuah angkot lewat di depan rumah, Shanaz naik ke dalamnya untuk menuju rumah Fernando.

Di perjalanan menuju ke rumah Fernando, ponsel Nabila kembali berdering. Tertera nama Risa pada layar ponselnya, Shanaz mengangkatnya. Meskipun dia tidak mengenal siapa itu Risa. Yang ia tahu Risa ini adalah teman dekat Nabila, seperti yang ibunya Nabila katakan tadi.

"Iya halo, Ris?" Shanaz mengawali menyapa pada sambungan teleponnya.

"Kita kapan interview di perusahaan AA grup, Bil?" tanya Risa di ujung telepon.

"Maaf Ris, tapi aku sudah mendapatkan pekerjaan di tempat lain," jawab Shanaz tak enak hati.

Risa yang ada di ujung telepon merasa heran. Pekerjaan di tempat lain? Setahu Risa, Nabila selalu mendaftar pekerjaan bersama dengannya belakang ini. Hal itu mereka lakukan setelah sama-sama terkena PHK. Merasa kecewa dengan jawaban Nabila, Risa memutuskan sambungan teleponnya secara sepihak. Shanaz kaget, ia menjauhkan ponselnya dari telinganya. Mengamati sambungan teleponnya sudah tidak terhubung dengan Risa, ia kembali memasukkan ke dalam tas lagi.

Ia saat ini harus fokus, tak mempedulikan walau sahabat Nabila harus kecewa dengan apa yang dia lakukan. Yang terpenting dendamnya harus segera dia tuntaskan. Baru setelah itu menemukan keberadaan tubuhnya yang sebenarnya dan jiwa Nabila yang tertukar. Shanaz yakin dia yang sebenarnya masih hidup.

Setelah berganti dari angkot ke tukang ojek. Akhirnya Shanaz sampai di rumah Fernando. Tetapi betapa kagetnya Shanaz. Matanya membulat sempurna dengan mulut yang hampir lupa ia katupkan saking terkejutnya. Bendera berwarna kuning terpasang sepanjang gerbang masuk sampai di depan rumah Fernando.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status