Share

Bab. 90

Author: Bunga Peony
last update Last Updated: 2025-10-25 11:01:51

“Van.” Suara Nadira nyaris berbisik. “Ini … apa?”

Mereka berdua seperti tengah memainkan drama romantis yang selalu muncul dalam sebuah sinetron romansa. Di mana sang wanita pura-pura terkejut dengan hadiah kejutan dari sang pria. Lalu bertanya seakan tak tahu benda apa yang tengah di pegang seperti anak kecil yang tak tahu apa-apa.

Devan tersenyum tipis, tapi matanya jelas menampakkan gugup yang tak biasa. Dia berusaha sekuat tenaga untuk mengontrol laju jantung yang berdetak begitu kencang. Ia menghela napas pelan sebelum berkata.

“Aku tadinya mau ngasih ini malam nanti, tapi rasanya ... gak ada waktu yang benar-benar tepat selain sekarang.”

Devan mengambil cincin itu perlahan, memegangnya di antara ujung jari, siap memasangkan benda bulat kecil itu ke dalam jari manis wanita yang telah lama ia ingin miliki.

“Nadira, aku tahu mungkin saat ini bukan momen paling tenang buatmu. Tapi aku juga tahu ... aku gak mau menunda-nunda lagi
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Latest chapter

  • Tukar Ranjang   Bab. 90

    “Van.” Suara Nadira nyaris berbisik. “Ini … apa?” Mereka berdua seperti tengah memainkan drama romantis yang selalu muncul dalam sebuah sinetron romansa. Di mana sang wanita pura-pura terkejut dengan hadiah kejutan dari sang pria. Lalu bertanya seakan tak tahu benda apa yang tengah di pegang seperti anak kecil yang tak tahu apa-apa. Devan tersenyum tipis, tapi matanya jelas menampakkan gugup yang tak biasa. Dia berusaha sekuat tenaga untuk mengontrol laju jantung yang berdetak begitu kencang. Ia menghela napas pelan sebelum berkata. “Aku tadinya mau ngasih ini malam nanti, tapi rasanya ... gak ada waktu yang benar-benar tepat selain sekarang.” Devan mengambil cincin itu perlahan, memegangnya di antara ujung jari, siap memasangkan benda bulat kecil itu ke dalam jari manis wanita yang telah lama ia ingin miliki. “Nadira, aku tahu mungkin saat ini bukan momen paling tenang buatmu. Tapi aku juga tahu ... aku gak mau menunda-nunda lagi

  • Tukar Ranjang   Bab. 89

    Pagi itu udara terasa dingin, meski sinar matahari sudah mulai menembus tirai jendela ruang makan. Nadira duduk diam di kursinya, menatap piring-piring penuh hidangan yang kini terasa hambar di depan mata. Nasi hangat, telur dadar, sup ayam, perkedel kentang dan sambal—semuanya tersaji sempurna, tapi tak ada rasa lapar yang tersisa. Kepalanya masih penuh dengan bayangan semalam. Percakapan setengah jadi, emosi yang tertahan dan tanda tanya yang terus mengusik hatinya. Ia berharap setelah kembali ke rumah, semua misteri itu akan terjawab tuntas. Namun kenyataan malah berbalik. Sartika, ibunya, justru tak ada di rumah. “Bu Sartika mendadak berangkat ke Singapura, Nona,” kata pelayan malam itu. “Katanya ada urusan penting yang tidak bisa ditunda.” Nadira hanya bisa mengangguk kala itu, meski hatinya menolak percaya. Urusan apa yang begitu mendesak sampai ibunya pergi tanpa sepatah kata? Dan kini, pagi yang seharusnya tenan

  • Tukar Ranjang   Bab. 88

    Silvia memeluk lututnya di sudut sofa. Tubuhnya bergetar dan jantungan terasa melompat setiap kali ketukan keras di pintu itu terdengar. Jessy kembali datang ke rumahnya, sepertinya wanita itu tak berhenti mencari suaminya. Langkah-langkah Jessy di teras terdengar jelas, berat dan penuh tekad. Silvia menahan napas, berharap suara itu menjauh. Tapi tidak—ketukan itu kembali, lebih keras, lebih mendesak. Matanya mengintip dari satu jendela ke jendela yang lain, mencari celah diantara tirai itu agar bisa menembus ruangan gelap tersebut. Tak ada sedikit pun pencahayaan, semuanya gelap seperti langit yang mulai menghitam. “Silvia, aku tahu kau di dalam!” suara Jessy menembus dinding, tajam dan penuh luka. “Aku yakin suamiku terakhir bersamamu. Aku tak akan pergi sampai kau buka pintu! Atau aku laporkan saja dirimu ke polisi." Tubuh Silvia tambah bergetar hebat, bulir-bulir keringat semakin deras mengucur setelah mendengar kata "polisi" yang bergema

  • Tukar Ranjang   Bab. 87

    Nadira menatap layar ponsel sebentar. Nama yang muncul membuat alisnya sedikit terangkat kemudian mengulas senyuman tipis. Aura wajahnya bersinar terang seakan mendapatkan sesuatu yang telah lama ia tunggu-tunggu. Matanya kembali menatap Nirwan. Raut wajah lelaki itu justru berubah terbalik seratus delapan puluh derajat darinya. Datar dan susah untuk ditebak."Boleh saya permisi untuk mengangkat telpon ini sebentar?" pamit Nadira pelan sebelum ia beranjak menyingkir keluar cafe. Sebuah ruangan panjang yang ada di samping, memiliki sebuah kolam ikan kecil dengan pancuran air di atasnya. Di sanalah Nadira kini berada, mengangkat panggilan seseorang yang membuat hatinya berbunga-bunga hanya dengan melihat namanya saja. "Halo, Van. Ada apa?" sapanya hangat. Tangan Nadira perlahan menyentuh sekuntum bunga mawar merah dalam vas yang dirangkai dengan bunga lili putih dan baby bright. Tak hanya terlihat indah tetapi juga menyegarkan mata. Nirwan yang duduk di se

  • Tukar Ranjang   Bab. 86

    Hari ini Nadira dan Nirwan kembali bertemu dan duduk dalam satu ruangan, bersama para pemegang saham lainnya. Diskusi dan juga perbincangan mengenai perusahaan berlangsung cukup lama, sekitar dua setengah jam.Ruangan yang luas itu terasa begitu sempit. Suara yang berbeda terdengar bergantian, intonasi yang berat menuntut untuk didengarkan. Di antara semua orang yang hadir, hanya satu orang yang berusaha untuk diam tak banyak bersuara, namun sudut matanya tajam mengawasi. "Maaf, Bu. Tapi sepertinya Pak Nirwan lebih tertarik dengan wajah anda ketimbang pembahasan bisnis ini." Nadira sedikit tersentak mendengar ucapan pelan yang dilontarkan oleh asistennya. "Jaga ucapanmu! Bagaimana kalau ada yang dengar," tegur Nadira dengan suara yang tak kalah pelan, namun masih bisa didengar antara mereka berdua.Asistennya pun tersenyum tipis sembari mengucapkan maaf dan kembali fokus pada tugasnya. Usia yang tak terpaut jauh dan keakraban yang terj

  • Tukar Ranjang   Bab. 85

    Seorang wanita berambut panjang tampak gelisah menatap ponselnya sedari tadi. Panggilan telpon berulang kali ia lakukan, namun tak sekalipun mendapatkan jawaban."Di mana dia?" gumamnya kesal.Langit mulai menggelap, menyisakan semburat jingga di ufuk barat. Suara kendaraan yang lalu-lalang tak mampu mengusir kegelisahan di wajahnya. Ia menggenggam ponsel lebih erat, seolah berharap benda itu bisa memberinya jawaban."Aneh, tak biasanya dia susah dihubungi. Sudah dua hari dia tak menjawab teleponku?"Kegelisahan kini menyelimuti seorang wanita berbaju seksi tersebut. Langkah-langkah kecilnya berputar-putar dalam ruangan kecil itu.Telunjuk rampingnya mengetuk bibir, namun tak seirama dengan detak jantungnya yang semakin tak menentu. Ia berhenti di bawah lampu yang menyala redup, memandangi layar ponsel yang kini hanya menampilkan nomor kontak yang sedari tadi tak dapat dihubunginya.Matanya menatap kosong ke dinding, ke arah jam yang tengah berdetak pelan. Ada sesuatu yang tak beres.

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status