#TUMBAL DARAH PERAWAN DAN MISTERI DESA KANIBAL
BAGIAN 4Kami bergegas menuju sumber suara, "Kamu kenapa Ki?""Anu tadi ada kecoa Sa, spontan aku teriak. Maaf ya." ujar Kinara sambil menggaruk kepalanya.
"Ya Allah Kinara, kirain ada apaan. Hampir ni jantung copot." Lisa mengelus dadanya.
"Kalian berdua kenapa belum tidur?" tanya Kinara dengan ekspresi wajah datar.
"Aku lihat Juna minum. Gak seperti biasanya dia seperti itu. Ini semua salah aku Ki, andai aja waktu itu aku tidak bersikap berlebihan kepada Jeremi hingga menimbulkan pertengkaran diantara mereka." ujar Lisa dengan wajah tertunduk.
"Udahlah gak usah dipikirkan lu kayak gak kenal Jeremi saja." Kinara melirik permata yang digenggam Lisa. "Apaan ini Lis?" Kinara segera merebutnya dari genggaman Lisa.
"Itu cinderamata yang dikasih Rinta." ujar Lisa sambil tersenyum.
"Gue mau dong, ini buat gue aja?" Kinara meminta dengan sedikit memaksa.
Lisa mengernyitkan dahi seraya berpikir sejenak. Dia mengalihkan pandangan kepada Rinta. Rinta menggeleng, namun Lisa tetap memberikannya "Ambil aja, sepertinya benda tersebut lebih cocok untuk kamu."
"Aaa makasih Lisa, lu emang sahabat gue paling baek."
****
"Bagaimana Jeremi? Bagaimana rasanya?" Tria tertawa puas.
Lelaki bertubuh gempal tersebut hanya bisa tertunduk, wajahnya pucat. "Apa hanya ini kemampuan kalian. Ahh ini belum seberapa Tria."
"Saya senang mendengar kata-kata itu Jeremi." Tria menepuk tangannya dan dua orang lelaki bertubuh kekar masuk kedalam rumah tersebut dengan membawa gentong berukuran besar.
Pandangan Jeremi mulai memudar, namun sepintas dia melihat pak Ruli berada diantara mereka. "Pak Ruli apakah itu anda?" tanya Jeremi dengan sisa tenaga yang dia miliki.
Lelaki bernama Ruli itu mendekat, "Iya saya Ruli."
"Kalian semua sekongkol untuk melakukan ini?" Jeremi berusaha mempertajam penglihatannya.
Tria mendekat, "Lantas kamu ingin teriak? Teriaklah sekuat tenaga. Tidak ada yang bisa mendengar kamu. Asalkan kamu tau, Desa ini memang tidak pernah dikunjungi lagi setelah puluhan tahun. Tapi, kalian berani mengadu nyali. Kalian memasuki Daerah yang salah. Apalagi, dengan tutur kata kasar yang keluar dari bibir kotor kamu. Pak Ruli keluarkan ular itu sekarang juga!!!"
"Hentikan Tria, jangan terburu-buru. Bukankah kita akan mengkonsumsi dagingnya. Ruli kembalikan gentong tersebut ke tempat semula." ujar Kepala suku.
"Apa yang akan anda lakukan kepada saya?" tanya Jeremi dengan ekspresi wajah ketakutan.
Sebuah golok panjang dan tajam telah berada digenggaman kepala suku. Mata Jeremi terbelalak, dan dengan sekali tebasan kepala dan tubuh tersebut akhirnya terpisah. Kepalanya menggelinding dilantai. Bau amis darah menyeruak seketika. "Ruli segera olah dagingnya. Jangan ada yang tersisa sedikitpun."
"Baik Tuan," Pak Ruli segera menghampiri mayat tersebut.
Tubuh tersebut dibagi menjadi beberapa bagian. Sebagian dari mereka membawa pulang untuk diolah menjadi makanan. Pak Ruli membawa daging tersebut kerumahnya. Dini hari, istrinya sibuk mengolah daging untuk sarapan mereka nanti.
Keesokan paginya, Rinta menemui Lisa yang sedang menyapu dihalaman belakang "Kak, jika nanti ayah meminta kakak untuk makan masakan ibu, kakak harus bisa menolak. Walaupun itu nantinya sangat menggoda."
"Menolak kenapa? Kakak takut nanti ayah dan ibu kamu tersinggung."
"Pokoknya kakak harus bisa menolak, jangan sampai kakak tergiur dengan masakan ibu." Lisa hanya mengangguk saja.
Makanan tersebut telah tersaji diatas meja "Mari makan dulu nak, ibu udah masakin makanan spesial buat kalian." ujar pak Ruli sambil tersenyum penuh arti.
"Maaf pak saya lagi puasa, jadi saya tidak makan hari ini. Sesudah maghrib baru saya makan. Bapak dan ibu saja yang makan, saya permisi kebelakang dulu." Lisa segera berlalu pergi meninggalkan ruang tengah tersebut.
Hanya Juna, Tias dan Kinara yang menikmati hidangan tersebut. Mereka memakan dengan sangat lahap. Tanpa mengetahui asal muasal daging itu.
Setelah beberapa saat, Rinta segera berlari kebelakang sambil menenteng keranjang yang berisi buah-buahan, "Dimakan dulu kak, kakak pasti belum makan dari tadi."
Lisa segera duduk menghampiri bocah tersebut "Kenapa kamu melarang kakak, untuk makan masakan ibu kamu?"
"Itu karena.......... " belum sempat dia menjawab pak Ruli menghampiri mereka. Dia memandang tajam kearah buah-buahan yang dipegang Lisa.
#TUMBAL DARAH PERAWAN DAN MISTERI DESA KANIBALBAGIAN LIMAPak Ruli segera menghampiri mereka. Matanya membulat sempurna "Bukannya kamu bilang kamu puasa?""Pak tadi Rinta habis nyuci buah di sungai belakang. Jadi Rinta lansung ke sini. Kak Lisa cuma megang saja. Liat gak ada bekas gigitannya." Rinta menunjukkan semua buah tersebut, buah-buah itu masih utuh tanpa ada daging yang terkoyak.Pak Ruli segera meninggalkan mereka. "Dek apa kamu tau kemana perginya Jeremi?"Rinta seolah terdiam dan menggelengkan kepalanya.Aku menemui kepala suku untuk meminta bantuan, tentang hilangnya Jeremi. Beliau berkata beberapa penduduk melihat Jeremi telah pulang dulu. "Ada beberapa penduduk melihat Jeremi menyusuri sungai. Saat ditanya dia berkata dia mau pulang ke kota, ada sesuatu yang mendesak. Dia menitipkan ini kepada bapak untuk kalian semua."Sepucuk surat mendarat di tanganku. Isinya permintaan maaf Jeremi, karena telah pulang duluan tan
#TUMBAL DARAH PERAWAN DAN MISTERI DESA KANIBALBAGIAN ENAM"Usstttt, jangan sampe suara kita memancing mereka." Aku berusaha mengingatkan teman-teman ku.Tias dan Kinara seketika memuntahkan kembali, daging yang mereka santap tadi pagi. Begitupula dengan ku."Juna sekarang kita harus bagaimana? Kalo beneran Jeremi mati diDesa ini, kenapa kita tidak bisa menemukan jenazahnya? Atau jangan-jangan Desa ini.......... " Tias berbicara tanpa jeda dan wajahnya pucat pasi.Lisa spontan menutup bibir sahabatnya tersebut "Ussst jangan keras-keras, mulai sekarang kita harus waspada. Jika pak Ruli atau istrinya menawarkan makanan berbahan daging, jangan sampai kalian semua ikut makan. Bisa saja itu daging Jeremi. Bukannya saya berpikiran buruk, hanya saja mendengar cerita Juna barusan itu sudah cukup menjadi bukti yang kuat. Ra coba kamu cek dulu, bekal kita kira-kira cukup gak untuk tiga hari ke depan?""Bentar gue cek dulu," Kinara segera b
#TUMBAL DARAH PERAWAN DAN MISTERI DESA KANIBALBAGIAN TUJUHKami berpencar, Tias dan Kinara berlari ke arah Selatan sementara aku dan Rinta ke Utara dan Timur. Aku bersembunyi di bawah pohon besar, sambil memegang busur panah. Jujur saja, aku belum pernah menggunakan benda tersebut. Aku hanya ingat ketika almarhum bapak mengajari dan itu sudah lama sekali. Samar-samar dari balik pohon, aku mendengar langkah kaki yang kian mendekat. Jantung ku berdetak kencang."Kita cari di tempat lain saja, lagian sasaran kita adalah ke dua gadis tersebut," ujar salah satu di antara mereka. Mereka berbalik arah dan setelah di rasa cukup jauh, barulah aku keluar.Baru saja hendak menarik nafas lega, karena terbebas dari kejaran mereka. Bahuku di pegang oleh seseorang. Tubuh ku gemetar, aku memberanikan diri membalikkan badan. "Pak Pepeng!!"Pak Pepeng mengangguk, dan ia membawa ku pergi dari pohon besar tersebut. Sepanjang perjalanan, kami hanya terdiam membi
#TUMBAL DARAH PERAWAN DAN DESA KANIBALBAGIAN DELAPANPak Pepeng segera mengambil busur panah, dia memberi kode agar aku membuka pintu tersebut. Aku membuka pintu dengan tangan gemetar. "Kinara," aku terperanjat seketika. Pak Pepeng segera menurunkan busur panahnya."Juna," Kinara segera memelukku sambil menangis terisak."Masuk dulu nak," ucap Pak Pepeng.Kinara masuk dengan langkah gontai, "Ki, Tias mana?" Aku tidak melihat Kinara bersama Tias."Tias...Tias....""Tias kenapa Ki?" Aku sangat panik saat itu."Dia di tangkap Juna, Tias di tangkap. Kakinya mengalami luka robek, dia terkena lemparan tombak mereka. Tias minta gue untuk berlari menyelamatkan diri. Maafin gue Juna, seharusnya gue gak ninggalin Tias di sana." Kinara menangis sesegukan.Aku dan Pak Pepeng saling berpandangan satu sama lain. Tubuh ku seakan lemas tak berdaya, aku segera ke belakang gubuk tersebut. Memandang awan dalam kegelapan malam,
#TUMBAL DARAH PERAWAN DAN MISTERI DESA KANIBAL BAGIAN SEMBILAN Pak Pepeng melemparkan bambu kuning runcing, kearah makhluk tersebut. "Juna apa yang kamu tunggu, ayo lari !!" Beliau menarik tanganku dan aku seketika langsung tersadar. Kami segera berlari bersama, menembus gelapnya hutan. Malam itu adalah malam mencekam untuk kami. Setelah tiba di tepi sungai, Pak Pepeng mengambil perahunya. Kami segera meninggalkan Desa tersebut. Aku hanya bisa terdiam, wajah ku pucat. Badan ku gemetar dan tubuh ku panas. Setelah sampai di Dermaga, kami segera turun dari sampan tersebut. Pandangan ku kosong saat itu. Kinara dan Pak Pepeng menuntun ku. Aku segera di kompres oleh Kinara, saat kami telah tiba di rumah beliau. "Juna badan lu panas banget." Pandangan ku samar-samar, seketika aku melihat Jeremi berada di antara kami. Dia tersenyum kepada ku, "Jeremi." Kinara segera menoleh, "Istighfar Juna, sadar Jeremi udah gak ada lagi." Kinara mulai menang
BAGIAN SEMBILANPak Pepeng melemparkan bambu kuning runcing, kearah makhluk tersebut. "Juna apa yang kamu tunggu, ayo lari !!"Beliau menarik tanganku dan aku seketika langsung tersadar. Kami segera berlari bersama, menembus gelapnya hutan. Malam itu adalah malam mencekam untuk kami. Setelah tiba di tepi sungai, Pak Pepeng mengambil perahunya. Kami segera meninggalkan Desa tersebut. Aku hanya bisa terdiam, wajah ku pucat. Badan ku gemetar dan tubuh ku panas.Setelah sampai di Dermaga, kami segera turun dari sampan tersebut. Pandangan ku kosong saat itu. Kinara dan Pak Pepeng menuntun ku. Aku segera di kompres oleh Kinara, saat kami telah tiba di rumah beliau. "Juna badan lu panas banget."
#TUMBAL DARAH PERAWAN DAN MISTERI DESA KANIBALBAGIAN SEPULUHKinara, hanya bisa memejamkan matanya. Dia tidak sanggup melihat adegan sadis tersebut. Istri Pak Ruli, pingsan seketika. Tubuh Pak Ruli, segera di kuliti oleh beberapa orang yang mengenakan jubah hitam. Mereka mempertontonkan, hal mengerikan tersebut, di hadapan semua penduduk. Bau anyir darah menyeruak, bersatu padu dengan bau busuk dari luka menganga Rinta. Beberapa lalat hijau, terlihat mengerumuni luka tersebut.Perut ku mulai mual, aku berusaha menahan agar tidak muntah. Wajah, dan jubah yang aku kenakan juga tak luput dari bau amis tersebut. Rinta masih bernafas, dia tidak menyadari kehadiran kami di sana. Tubuhnya pucat, nafasnya tersengal menahan kesakitan. Kepala suku, mengambil darah yang tertampung di dalam bejana tersebut. Beberapa darah, kelihatan telah menggumpal.Dia duduk di sebuah lingkaran, yang di penuhi beberapa lilin. Membaca beberapa mantera, dan memulai beber
#TUMBAL DARAH PERAWAN DAN MISTERI DESA KANIBALBAGIAN 11Nafas Sukma memburu, Tria segera berlari kearah penduduk. "Kalo kalian berani menyentuh adik saya, anak panah ini akan menancap di daging kalian." Matanya menatap tajam, dengan beberapa penduduk.Mereka mundur perlahan bergitu pula dengan anak buah Kepala Suku. Tidak ada yang berani, untuk mendekati. Adya Seta, perlahan mendekati kedua buah hatinya. Dia membawa sebilah pedang, yang mengeluarkan bunyi nyaring. Saat menghantam bebatuan, dasar goa. "Mundur Ayah, atau... ""Atau apa? Kamu akan membunuh Ayah mu sendiri? Ayo, silahkan bunuh saya." Adya Seta mendekat, dia mengarahkan anak panah tersebut ke jantungnya sendiri.Tangan Tria gemetar, dia bingung apa yang harus dia lakukan. "Kalian semua ambil Sukma, sekarang!!" Suaranya menggema di dalam goa."Baik Tuan," mereka segera membawa Sukma. Tria, hanya bisa terdiam, dan terjatuh ke tanah seketika. Semua yang dia lakukan, hanya sia-sia b