Share

Bab 4

Author: Nur Hayati
last update Last Updated: 2023-12-09 07:56:52

Nadira hanya tersenyum tipis secara terpaksa, lalu menarik tangan Ghea sembari berbisik pelan.

"Lo yakin dia orangnya?" tanya Nadira pelan. Bagaimanapun, wanita satu ini tidak ingin menyinggung perasaan pria yang saat ini ada di hadapannya.

"Gue gak tahu kenapa kayak gini orangnya, kata temanku sih ganteng," sahut Ghea kebingungan, dia juga mulai melihat penampilan pria yang terlihat cupu.

"Lo gimana sih, kalau kayak gini mah ... mending gue gak usah datang saja ke acara. Bisa-bisa gue ditertawakan Ghe," ucap Nadira sembari membayangkan apa yang akan terjadi jika datang bersama pria itu.

"Terus, enaknya bagaimana ini?" tanya Ghea meminta pendapat sahabatnya.

"Gue gak mau ikut-ikutan, lebih baik gue pulang." Nadira kesal, hingga pergi begitu saja meninggalkan Ghea yang mulai mengajak ngobrol pria itu lagi.

"Maaf, ya. Teman gue gak setuju, mending pulang saja." Ghea berbicara tanpa basa-basi, lalu mengejar Nadira yang sudah berjalan jauh darinya.

Wanita cantik yang sudah siap datang ke pernikahan mantannya melangkahkan kaki dengan cepat, hingga kakinya tersandung dan terjatuh. Sebuah uluran tangan ada di hadapannya, Nadira langsung memperhatikan tangan yang terulur tersebut. Dia tidak ingin kalau pria culun itu mengejarnya. Wanita cantik berlesung pipi melihat wajah pria itu sekilas, lalu memilih untuk berdiri sendiri tanpa harus meraih tangan yang terulur ingin membantunya.

"Lo gapapa?" tanya pria yang memiliki suara sedikit serak.

"Gue gapapa," sahut Nadira pelan.

Selanjutnya, Ghea berdiri di belakang Nadira.

"Lo gapapa 'kan, Nad?" tanya Ghea khawatir.

"Gue gapapa, kita pulang saja yuk!" ajak Nadira karena tidak mungkin dia tetap datang ke pernikahan tanpa pasangan.

"Kok pulang? Gak jadi ke pernikahannya?" tanya pria berkulit putih membuat Nadira dan Ghea kaget.

"Aku yang akan menjadi tunangan pura-pura," jelas pria tampan tersebut.

Senyuman di bibir Ghea kini mengembang, ternyata wanita itu tidak salah meminta bantuan.

"Terus pria yang di sana, siapa?" tanya Nadira bingung.

"Oh, dia orang suruhanku. Soalnya tadi aku masih sakit perut, jadi memintanya untuk menunggu. Dia gak menjelaskan apa pun?" tanya pria yang belum diketahui namanya tersebut.

Nadira menyenggol sikut Ghea, seolah sedang bertanya-tanya.

"Gue gak tanya apa pun, soalnya gue juga mengira dia orangnya." Ghea berbisik untuk memperjelas semuanya.

"Jadi berangkat sekarang 'kan?" tanya pria berwajah tampan itu.

"Iya." Nadira menjawab singkat.

Kunci mobil Nadira diberikan pada Ghea, sedangkan wanita itu akan menaiki mobil pria yang saat ini akan menjadi tunangan pura-pura. Tidak banyak yang mereka obrolkan, sebab wanita berlesung pipi masih sungkan mau berbicara dengan pria yang terlihat lebih dewasa darinya. Bahkan cara bicaranya pun aku, kamu. Sedangkan Nadira sudah terbiasa berbicara lo, gue dengan sahabatnya.

"Jadi lo ditinggal nikah oleh tunanganmu?" tanya pria tampan menghilangkan keheningan.

Nadira mengangguk pelan, ada rasa malu dalam hatinya. Namun, wanita itu tidak bisa mengungkapkannya.

"Yang sabar ya, pasti nanti kamu mendapatkan pria yang lebih baik darinya." Pria itu justru mendo'akan. Nadira kira, pria tampan itu akan menertawakan kesedihannya. Ternyata, memberikan semangat lewat do'anya.

"Aamiin, terima kasih do'anya." Hanya itu yang bisa Nadira ucapkan.

Kemudian, wanita itu memberikan sebuah cincin pada pria itu untuk dikenakan.

"Meskipun kita pura-pura tunangan, lo eh maksudnya kamu tidak boleh pegang tanganku atau berbuat hal yang membuatku tidak nyaman." Nadira menegaskan ucapannya karena tidak ingin pria itu melampaui batas.

"Siap! Apa ada syarat yang lain lagi?" ujar pria itu memberikan senyuman.

"Oya, kita belum kenalan. Siapa namamu?" tanya Nadira karena tidak mungkin wanita itu tidak tahu nama pria yang telah menjadi tunangannya walaupun cuma pura-pura saja.

"Hendra." Pria itu menjawab singkat. Dia tidak akan menanyakan nama Nadira karena sudah tahu dari sahabatnya yang merupakan teman dekat Ghea.

"Baik," ucap Nadira singkat.

Wanita berlesung pipi itu mulai mengingat-ingat lagi wajah pria tampan tersebut. Namun, dia tidak memiliki keberanian untuk memandang dan bertanya dalam hati kecilnya sendiri.

"Mungkin hanya mirip saja." Nadira bermonolog. Namun, masih terdengar oleh pria itu.

"Apanya yang mirip? Mirip siapa?" cecarnya.

"Enggak, aku lagi ngomong sendiri. Gak ngomong sama kamu," kilah Nadira gugup.

Sesampainya di acara resepsi pernikahan Abian, hati Nadira mendadak kacau. Dia tidak tahu harus bagaimana agar terlihat elegan di hadapan mantan tunangan yang tidak tahu diri itu. Bahkan, hanya sekedar mengekspresikan wajah bahagia saja wanita itu masih perlu waktu.

"Kamu baik-baik saja 'kan?" tanya pria yang saat ini masih ada di samping Nadira.

"Gue baik-baik saja. Tapi ...," jawab Nadira ragu.

"Kamu gak usah khawatir, aku akan mempermainkan sandiwara ini dengan baik." Hendra berusaha untuk memberikan keyakinan pada Nadira bahwa tidak akan ada hal buruk yang terjadi.

"Enggak, bukan itu. Gue ... aku hanya takut kalau ketahuan." Nadira mengeluarkan napas secara perlahan.

"Kamu tenang saja, serahkan semua padaku." Pria itu terus meyakinkan wanita cantik itu.

Mereka berdua akhirnya turun, melangkahkan kaki secara bersama serta berdampingan. Meskipun tanpa berpegangan tangan, tapi kehadiran mereka justru menjadi sorotan. Terlebih mempelai pasangan yang sedang ada di pelaminan. Abian merasa sakit hati melihat Nadira datang bersama pria yang lebih tampan darinya. Pun Vera yang saat ini malah merasa tersaingi oleh teman masa kecil yang selalu membuat hatinya iri.

Nadira dan Hendra memilih untuk makan terlebih dulu sebelum ke atas pelaminan untuk mengambil foto bersama pasangan suami-isteri yang terlihat bahagia.

"Pria itu yang sudah menyakitimu?" tanya Hendra pelan.

Nadira menganggukkan kepala.

"Aku kira tampan, ternyata ...," gumam Hendra, tapi masih terdengar oleh Nadira.

"Lo ngomong apa?" tanya Nadira untuk memastikan lagi.

"Gak ada." Hendra berkilah.

Mereka mulai menyantap setiap hidangan makanan yang sudah disediakan. Selesainya, mereka akhirnya naik ke pelaminan untuk berfoto. Mumpung di pelaminan sepi, tidak ada tamu undangan yang datang untuk berfoto dengan pengantin.

"Wah, jadi pria ini pacarmu?" tanya Vera ketus.

"Aku tunangannya," sahut Hendra saat melihat Nadira kebingungan.

"Gue kira lo tidak akan move on dari Abian, ternyata segampang itu kamu menggantikannya. Tidak salah Abian lebih memilihku dibandingkan wanita murahan sepertimu," hina Vera menyeringai.

Kalau saja bukan di tempat umum, sudah pasti Nadira akan mencincang mulut Vera. Namun, wanita itu masih sadar kalau hari ini dia hanya menjadi tamu undangan saja.

"Jangan berbicara sembarangan. Menurutku Nadira adalah bidadari yang harus diperjuangkan. Setidaknya dia tidak sepertimu yang suka mengambil tunangan orang lain. Bukankah kamu yang lebih murah?" cetus Hendra santai. Jelas saja Vera naik pitam, hampir saja tangannya menyentuh pria yang datang bersama Nadira. Beruntung Abian berhasil mencegah tangan istrinya.

Nadira akhirnya mengajak Hendra turun sebelum terjadi keributan yang tidak diinginkan.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Tunangan Bohongan si Senior Tampan   50. Tamat

    "Jadi bagaimana dengan pilihanmu?" tanya Ghea berharap jawaban sang sahabat tidak mengecewakan.Nadira tidak langsung menjawab, melainkan kepalanya ke atas seperti mode berpikir keras. "Bagaimana, Nad. Jangan membuatku kesal deh!" cetusnya. "Hm ... rahasia perusahaan dong!" Nadira menyeringai. Dia sendiri ingin mengatakan langsung pada Davin karena ingin melihat ekspresi wajah pria tampan tersebut. Karena merasa kesal, Ghea pun langsung memberikan bunga serta coklat yang ada di genggaman tangannya. "Itu semua dari Davin, jadi kamu gak usah berterima kasih padaku." Ghea berbicara dengan ketus."Siap!" Nadira menyeringai. Karena tidak mendapatkan jawaban, akhirnya sang sahabat pamit pulang. Namun, kepergiannya dicegah oleh Hera. "Jangan buru-buru, Ghea. Kita akan mendengarkan keputusan yang diambil Nadira bersama-sama." "Baik, Tante." Ghea kembali bersemangat. Atas dorongan serta paksaan dari sang Mama, Nadira akhirnya mengatakan pilihannya. Namun, dia meminta untuk merahasiakan

  • Tunangan Bohongan si Senior Tampan   Bab 49

    Baik Ghea maupun Gio terus memberikan penjelasan pada pria tampan agar dirinya tidak pantang menyerah dalam mengejar cintanya. "Pokoknya kamu harus terus berusaha meyakinkan Nadira agar dia memilihmu tanpa ragu lagi." Ghea terus memberikan semangat."Bagaimana caranya?" tanya Davin bingung.Di saat itu lah Ghea memiliki ide untuk membantu pria tampan tersebut, sebab dirinya yakin kalau sahabatnya pasti memiliki perasaan yang tidak pernah berubah pada Davin. "Kamu tenang saja, Vin. Serahkan semuanya padaku, yang terpenting kamu harus mengikuti apa pun yang aku inginkan." Ghea menyeringai. Davin memandang wanita di depannya dengan ragu. "Gak usah memandangiku seperti itu, Vin. Kamu harus percaya padaku kalau memang ingin segera menikah dengan sahabatku yang cantik itu." Ghea memberikan senyuman."Baik." Davin mulai irit bicara."Sekarang aku minta kamu beli bunga yang bagus," pinta Ghea sedikit memaksa."Memang buat apa?" tanya Davin heran."Udah, jangan banyak tanya. Percaya saja s

  • Tunangan Bohongan si Senior Tampan   Bab 48

    "Dari mana saja, Nad? Kenapa baru datang? Aku sudah menunggumu dari tadi!" cetus Ghea pelan, ada raut cemas yang terlihat di wajahnya.Nadira hanya memberikan senyuman saja pada sahabatnya yang sudah memasang raut wajah cemas tersebut. "Kebiasaan deh, orang tanya baik-baik juga. Malah cengengesan," cetus Ghea sedikit kesal. Wanita cantik berlesung pipi itu pun meminta sang sahabat untuk duduk terlebih dulu sebelum menjelaskan semua yang terjadi. Bahkan dirinya meminta agar Ghea tidak terlalu mencemaskannya. Setelah memastikan sang sahabat mengerti dengan semua yang terjadi, barulah wanita cantik berlesung pipi itu pun menceritakan apa yang sedang terjadi pada kisah asmaranya."Aku benar-benar bingung, Ghea. Di satu sisi aku ingin menyelesaikan kuliahku dulu baru memikirkan menikah, tapi di sisi lain aku tidak yakin akan bertemu dengan pria yang baik dan mau mengerti aku seperti Davin." Nadira mulai bercerita panjang lebar. "Gini saja deh, Nad. Coba kamu tanya ke dasar hatimu yang

  • Tunangan Bohongan si Senior Tampan   Bab 47

    Jelas saja Hera panik karena kecerobohan anaknya dalam mengiris tempe. Dia bahkan tidak menyangka akan membuat Nadia terkejut ketika dia menyapa. "Maaf, Nad. Mama gak bermaksud." Hera segera mengambil jari Nadia untuk dilihat."Gapapa, Ma. Jangan khawatir, bukan salah Mama juga kok. Nadia saja yang teledor karena keasikan melamun." Nadia menarik sedikit jari yang terluka, tapi Hera tidak melepaskannya."Biarkan Mama bantu mengobati lukanya." "Gapapa, Ma. Nadia bisa sendiri," ujar Nadia bersikeras.Wanita setengah paruh baya itu menarik tangan putrinya ke ruang keluarga untuk diobati. Hera tetap saja ingin mengobati jari yang teriris sembari mengobrol tentang lamaran Davin. Meskipun dia tahu, kalau Nadia terlihat bosan dengan setiap nasihat yang diberikan. Namun, wanita setengah paru baya itu akan terus memastikan agar sang anak menerima pria tampan yang diam-diam sudah lama diidamkan menjadi menantu."Bau apa, Ma?" tanya Nadia setengah mendengus perlahan."Gosong! Ya ampun," sahut H

  • Tunangan Bohongan si Senior Tampan   Bab 46

    Perlahan cincin itu diambil oleh Hera dari genggaman tangan putrinya. "Ternyata Davin sudah melangkah lebih jauh dari yang aku pikirkan, hanya saja menunggu putriku untuk memberikan jawaban saja." Hera mengambil posisi duduk tepat di sebelah Nadia yang saat ini sedang berbaring. Wanita setengah paruh baya itu begitu berharap agar sang anak mau menerima Davin kembali. Dia paham dengan prinsip sang anak untuk tidak menikah sebelum menyelesaikan kuliahnya. "Mama!" panggil Nadia dengan lembut. Wanita cantik berlesung pipi itu rupanya sudah membuka mata secara perlahan. "Kamu sudah bangun? Maaf, bukan maksud Mama untuk mengganggu istirahatmu." Hera segera menyadari telah mengganggu putrinya."Mama gak mengganggu kok, memang Nadira sudah selesai beristirahat." Nadira memberikan senyuman. Kemudian, wanita setengah paruh baya itu pun mengajak putrinya untuk makan terlebih dahulu. Apalagi setelah mendengar bunyi perut Nadira yang bernyanyi sedikit keras. "Aku akan mencuci wajahku dulu, M

  • Tunangan Bohongan si Senior Tampan   Bab 45

    Davin mengajak Nadira ke tempat favorit yang biasa menemani dirinya di saat sedang gelisah dalam menjalani hidup ini. Tempat dirinya merenung saat mengambil sebuah keputusan, dan saat ini adalah waktu untuk pria tampan itu akan memberikan keputusan yang berani dalam hidupnya. Dia berbicara tanpa basa-basi pada wanita yang dicintai dan menjelaskan maksud serta tujuan membawa Nadira ke tempat tersebut."Aku sudah tidak ingin membuang-buang waktuku lagi, Nad. Mungkin sudah waktunya juga kita segera bersama, sebab aku tidak ingin kehilanganmu." Davin mulai menjelaskan.Nadira berpikir sejenak, lalu berkata, "Aku masih belum mengerti yang kamu katakan, Vin." Pria tampan itu pun mulai berlutut serta memberikan kotak perhiasan berisi cincin. "Will you marry me?" Terlihat senyuman manis yang terpancar dari raut wajah Davin. "Kamu yakin?" tanya Nadira heran.Tanpa ragu pria tampan itu menganggukkan kepala. "Dari awal kamu yang sudah aku pilih, gak mungkin aku berpaling. Meskipun sebelumnya

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status