Nadira hanya tersenyum tipis secara terpaksa, lalu menarik tangan Ghea sembari berbisik pelan.
"Lo yakin dia orangnya?" tanya Nadira pelan. Bagaimanapun, wanita satu ini tidak ingin menyinggung perasaan pria yang saat ini ada di hadapannya."Gue gak tahu kenapa kayak gini orangnya, kata temanku sih ganteng," sahut Ghea kebingungan, dia juga mulai melihat penampilan pria yang terlihat cupu."Lo gimana sih, kalau kayak gini mah ... mending gue gak usah datang saja ke acara. Bisa-bisa gue ditertawakan Ghe," ucap Nadira sembari membayangkan apa yang akan terjadi jika datang bersama pria itu."Terus, enaknya bagaimana ini?" tanya Ghea meminta pendapat sahabatnya."Gue gak mau ikut-ikutan, lebih baik gue pulang." Nadira kesal, hingga pergi begitu saja meninggalkan Ghea yang mulai mengajak ngobrol pria itu lagi."Maaf, ya. Teman gue gak setuju, mending pulang saja." Ghea berbicara tanpa basa-basi, lalu mengejar Nadira yang sudah berjalan jauh darinya.Wanita cantik yang sudah siap datang ke pernikahan mantannya melangkahkan kaki dengan cepat, hingga kakinya tersandung dan terjatuh. Sebuah uluran tangan ada di hadapannya, Nadira langsung memperhatikan tangan yang terulur tersebut. Dia tidak ingin kalau pria culun itu mengejarnya. Wanita cantik berlesung pipi melihat wajah pria itu sekilas, lalu memilih untuk berdiri sendiri tanpa harus meraih tangan yang terulur ingin membantunya."Lo gapapa?" tanya pria yang memiliki suara sedikit serak."Gue gapapa," sahut Nadira pelan.Selanjutnya, Ghea berdiri di belakang Nadira."Lo gapapa 'kan, Nad?" tanya Ghea khawatir."Gue gapapa, kita pulang saja yuk!" ajak Nadira karena tidak mungkin dia tetap datang ke pernikahan tanpa pasangan."Kok pulang? Gak jadi ke pernikahannya?" tanya pria berkulit putih membuat Nadira dan Ghea kaget."Aku yang akan menjadi tunangan pura-pura," jelas pria tampan tersebut.Senyuman di bibir Ghea kini mengembang, ternyata wanita itu tidak salah meminta bantuan."Terus pria yang di sana, siapa?" tanya Nadira bingung."Oh, dia orang suruhanku. Soalnya tadi aku masih sakit perut, jadi memintanya untuk menunggu. Dia gak menjelaskan apa pun?" tanya pria yang belum diketahui namanya tersebut.Nadira menyenggol sikut Ghea, seolah sedang bertanya-tanya."Gue gak tanya apa pun, soalnya gue juga mengira dia orangnya." Ghea berbisik untuk memperjelas semuanya."Jadi berangkat sekarang 'kan?" tanya pria berwajah tampan itu."Iya." Nadira menjawab singkat.Kunci mobil Nadira diberikan pada Ghea, sedangkan wanita itu akan menaiki mobil pria yang saat ini akan menjadi tunangan pura-pura. Tidak banyak yang mereka obrolkan, sebab wanita berlesung pipi masih sungkan mau berbicara dengan pria yang terlihat lebih dewasa darinya. Bahkan cara bicaranya pun aku, kamu. Sedangkan Nadira sudah terbiasa berbicara lo, gue dengan sahabatnya."Jadi lo ditinggal nikah oleh tunanganmu?" tanya pria tampan menghilangkan keheningan.Nadira mengangguk pelan, ada rasa malu dalam hatinya. Namun, wanita itu tidak bisa mengungkapkannya."Yang sabar ya, pasti nanti kamu mendapatkan pria yang lebih baik darinya." Pria itu justru mendo'akan. Nadira kira, pria tampan itu akan menertawakan kesedihannya. Ternyata, memberikan semangat lewat do'anya."Aamiin, terima kasih do'anya." Hanya itu yang bisa Nadira ucapkan.Kemudian, wanita itu memberikan sebuah cincin pada pria itu untuk dikenakan."Meskipun kita pura-pura tunangan, lo eh maksudnya kamu tidak boleh pegang tanganku atau berbuat hal yang membuatku tidak nyaman." Nadira menegaskan ucapannya karena tidak ingin pria itu melampaui batas."Siap! Apa ada syarat yang lain lagi?" ujar pria itu memberikan senyuman."Oya, kita belum kenalan. Siapa namamu?" tanya Nadira karena tidak mungkin wanita itu tidak tahu nama pria yang telah menjadi tunangannya walaupun cuma pura-pura saja."Hendra." Pria itu menjawab singkat. Dia tidak akan menanyakan nama Nadira karena sudah tahu dari sahabatnya yang merupakan teman dekat Ghea."Baik," ucap Nadira singkat.Wanita berlesung pipi itu mulai mengingat-ingat lagi wajah pria tampan tersebut. Namun, dia tidak memiliki keberanian untuk memandang dan bertanya dalam hati kecilnya sendiri."Mungkin hanya mirip saja." Nadira bermonolog. Namun, masih terdengar oleh pria itu."Apanya yang mirip? Mirip siapa?" cecarnya."Enggak, aku lagi ngomong sendiri. Gak ngomong sama kamu," kilah Nadira gugup.Sesampainya di acara resepsi pernikahan Abian, hati Nadira mendadak kacau. Dia tidak tahu harus bagaimana agar terlihat elegan di hadapan mantan tunangan yang tidak tahu diri itu. Bahkan, hanya sekedar mengekspresikan wajah bahagia saja wanita itu masih perlu waktu."Kamu baik-baik saja 'kan?" tanya pria yang saat ini masih ada di samping Nadira."Gue baik-baik saja. Tapi ...," jawab Nadira ragu."Kamu gak usah khawatir, aku akan mempermainkan sandiwara ini dengan baik." Hendra berusaha untuk memberikan keyakinan pada Nadira bahwa tidak akan ada hal buruk yang terjadi."Enggak, bukan itu. Gue ... aku hanya takut kalau ketahuan." Nadira mengeluarkan napas secara perlahan."Kamu tenang saja, serahkan semua padaku." Pria itu terus meyakinkan wanita cantik itu.Mereka berdua akhirnya turun, melangkahkan kaki secara bersama serta berdampingan. Meskipun tanpa berpegangan tangan, tapi kehadiran mereka justru menjadi sorotan. Terlebih mempelai pasangan yang sedang ada di pelaminan. Abian merasa sakit hati melihat Nadira datang bersama pria yang lebih tampan darinya. Pun Vera yang saat ini malah merasa tersaingi oleh teman masa kecil yang selalu membuat hatinya iri.Nadira dan Hendra memilih untuk makan terlebih dulu sebelum ke atas pelaminan untuk mengambil foto bersama pasangan suami-isteri yang terlihat bahagia."Pria itu yang sudah menyakitimu?" tanya Hendra pelan.Nadira menganggukkan kepala."Aku kira tampan, ternyata ...," gumam Hendra, tapi masih terdengar oleh Nadira."Lo ngomong apa?" tanya Nadira untuk memastikan lagi."Gak ada." Hendra berkilah.Mereka mulai menyantap setiap hidangan makanan yang sudah disediakan. Selesainya, mereka akhirnya naik ke pelaminan untuk berfoto. Mumpung di pelaminan sepi, tidak ada tamu undangan yang datang untuk berfoto dengan pengantin."Wah, jadi pria ini pacarmu?" tanya Vera ketus."Aku tunangannya," sahut Hendra saat melihat Nadira kebingungan."Gue kira lo tidak akan move on dari Abian, ternyata segampang itu kamu menggantikannya. Tidak salah Abian lebih memilihku dibandingkan wanita murahan sepertimu," hina Vera menyeringai.Kalau saja bukan di tempat umum, sudah pasti Nadira akan mencincang mulut Vera. Namun, wanita itu masih sadar kalau hari ini dia hanya menjadi tamu undangan saja."Jangan berbicara sembarangan. Menurutku Nadira adalah bidadari yang harus diperjuangkan. Setidaknya dia tidak sepertimu yang suka mengambil tunangan orang lain. Bukankah kamu yang lebih murah?" cetus Hendra santai. Jelas saja Vera naik pitam, hampir saja tangannya menyentuh pria yang datang bersama Nadira. Beruntung Abian berhasil mencegah tangan istrinya.Nadira akhirnya mengajak Hendra turun sebelum terjadi keributan yang tidak diinginkan.Mereka memutuskan untuk pulang sebelum acara selesai. Dia juga tidak mungkin membuat acara pernikahan mantan tunangannya semakin kacau karenanya. Ketika berada di dalam mobil, Nadira mulai tertawa secara perlahan."Kamu kenapa?" tanya Hendra heran. Biasanya kalau seorang wanita ditinggal pergi, pasti sakit hati dan sedih. Entah kenapa Nadira harus tertawa untuk semuanya."Gapapa, gue cuma teringat sama Abian saja. Ternyata dia cemburu melihat kita," jelas Nadira tersenyum tipis.Sebagai mantan tunangan yang baik, Nadira tahu persis bagaimana ekspresi mantan tunangannya ketika sedang cemburu."Jadi kamu masih berharap dia kembali?" tanya Hendra perlahan."Enggak ... ngapain juga mengharapkannya kembali? Lagi pula dia sudah menjadi suami orang sekarang. By the way, thanks. Karena lo sudah membantu gue," ujar Nadira dengan wajahnya yang masih terlihat begitu bahagia."Sama-sama." Hendra berbicara sembari memberikan senyuman. Dari raut wajah pria tampan itu sedang mengharapkan sesuatu, ta
"Ponsel lo dari tadi berdering tuh! Kenapa gak diangkat saja?" tanya Ghea menatap wajah Nadira yang mengabaikan panggilan dari nomor tidak dikenal."Gue malas, biarkan saja," ujar Nadira malas.Ghea tidak banyak berbicara lagi, jika sahabatnya sudah terlihat malas begitu. Dia tahu apa yang harus dilakukannya sekarang. Wanita berhidung mancung itu pun mengangkat panggilan dari nomor tak dikenal dari ponsel Nadira."Lo apa-apaan sih, Ghea. Kalau gue gak mau angkat panggilannya, bukan berarti lo harus mengangkatnya!" pekik Nadira kesal. Dia berusaha untuk mengambil alih ponsel yang ada dalam genggaman tangan Ghea.Sudah terlambat, sebuah suara terdengar dari seberang sana. Sebuah suara yang sudah tidak asing lagi di telinga mereka berdua. "Bukankah itu suara ...," ucap Ghea, tapi dipotong oleh Nadira.Wanita cantik berkulit putih segera mengambil alih ponselnya dan segera berbicara dengan pria yang selama ini membuat jantungnya berdebar. Ghea hanya bisa menggelengkan kepala melihat kela
"Gue mah ogah ikut Nadira bertemu dengan si Davin itu. Gue gak mau jadi obat nyamuk, lagi pula mereka masih pendekatan, jadi gak mungkin mereka macam-macam, Ghea!" papar Denia ketus."Pokoknya kita harus ikut, De. Dengan atau tanpa persetujuan dari Nadira." Ghea masih tetap pada pendiriannya.Nadira menggelengkan kepala pelan. "Kalian boleh ikut, tapi jangan mempermalukan gue. Kalian harus jadi anak baik-baik," ujar Nadira setuju. Lagi pula, pertemuannya dengan Davin hanya sebatas adik kelas dan kakak kelas saja. Tidak ada yang spesial diantara Nadira dan senior tampan itu."Nah gitu dong! Lo harus ikutan, De. Gak ada tapi tapian. Jangan menolak ya!" pinta Ghea yang tidak ingin ikut seorang diri."Idih, ogah! Lagi pula lo 'kan, yang ingin ikut. Jadi ya, ikut saja. Gue gak mau, masih banyak urusan yang lebih penting dibandingkan harus menjadi obat nyamuk," tolak Denia kesal. Wanita tomboi itu tidak mau di hari pertama Nadira melakukan pendekatan malah ada dirinya dan Ghea sebagai penga
Nadira langsung mencubit pinggang Denia secara samar, tapi semua percuma saat sahabatnya merintih kesakitan. Dia mulai mempermalukan Nadira lagi. Langsung saja Ghea menutup mulut Denia agar tidak berbicara lebih banyak lagi. "Kita berdua mau beli kentang dulu, ya. Kalian berdua bersenang-senang saja dulu," ujar Ghea mengajak Denia pergi.Davin memberikan senyuman termanisnya sembari melihat kepergian sahabat-sahabat Nadira."Lo apa-apaan sih, Ghea! Mana gak jelas banget, beli kentang, kentang. Kentang apaan? Gue belum makan gratis juga, malah ditarik ke sini," ujar Denia kesal. "Lo tuh biasa ya, suka malu-maluin. Lo gak sadar apa yang lo katakan itu sangat memalukan?" cetus Ghea dengan kaki yang masih terus melangkah.Denia masih bingung, dari segi mana wanita itu telah membuat malu? Dia bahkan berpikir apa yang dikatakan masih wajar-wajar saja. Wanita tomboi itu tidak mau membuang kesempatan untuk makan gratis, jadi memilih untuk kembali menemui Nadira dan Davin."Lo mau ke mana, D
Cindy merubah ekspresinya menjadi baik ketika melihat Davin datang. "Aku pamit pulang duluan, soalnya ada urusan mendadak," pamit Davin terlihat buru-buru."Kita juga mau pergi," ujar Ghea menyeringai."Ya sudah, bareng yuk!" ajak Davin bersemangat. Namun tawarannya ditolak karena di sana ada Cindy yang menatap ke arah Ghea dan Nadira tajam."Gue dan Nadira masih ada urusan lain di sekitar sini. Jadi, lo bisa pulang duluan saja," ucap Ghea berdusta."Mending pulang sama aku saja, Vin." Cindy malah langsung menarik tangan Davin, tapi pria itu malah menepis tangan wanita yang mengaku sebagai tunangannya.Ghea dan Nadira hanya menahan tawa melihat perlakuan Davin pada Cindy, lalu mereka berdua pergi meninggalkan tempat tersebut."Gue gak habis pikir sama si Cindy itu. Belum menikah saja sudah seperti itu kelakuan, gue jadi curiga deh. Jangan-jangan cinta mereka bertepuk sebelah tangan, Davin mau dijodohin karena terpaksa," papar Ghea sok tahu. Nadira menggelengkan kepala. "Gue gak mau
Vera menarik tangan Abian secara paksa agar pergi dari hadapan wanita yang pernah disakitinya."Mas, bisa gak sih! Kamu jangan ganggu lagi Nadira. Kamu sudah menikah denganku, setidaknya kamu hargai perasaanku." Vera terus memarahi Abian karena telah menemui Nadira secara diam-diam."Aku sudah menuruti untuk menikah denganmu, seharusnya kamu ingat! Aku tidak pernah sudi menikah denganmu!" cetus Abian serius.Vera membawa suaminya pulang sembari memarahi sepanjang jalan karena apa yang dilakukan Abian begitu memalukan.***Nadira dan Ghea memilih untuk pulang, dari pada Abian terus mengganggu wanita itu. Pilihan yang tepat untuk saat ini adalah aman."Lo harus banyak bersyukur, Nad. Sudah terlepas dari pria kayak Abian, coba saja kalau lo sampai menikah dengannya. Gue jamin hidup lo tidak akan bahagia," kata Ghea menjelaskan pendapatnya."Iya, gue juga berpikir begitu, Ghea. Pria yang awalnya tegas sekarang malah berubah plin-plan." Nadira kembali teringat akan sikap tegas yang dimilik
Masih teringat jelas dalam benak Nadira ketika Crissh menyatakan cintanya dulu. Dia juga teringat ketika mereka pacaran dalam waktu berkisar satu minggu saja. Semua itu terjadi karena Nadira yang terlanjur patah hati mendengar kabar kalau Davin sudah dijodohkan dengan Cindy. Alih-alih ingin menghapus perasaan cinta pertamanya, dia menerima Crissh sebagai pelampiasan belaka. Selama seminggu pacaran, mereka tidak pernah jalan bersama. Hanya berkomunikasi lewat telepon. Di saat Nadira teringat akan pesan kedua orang tuanya, dia pun memutuskan terlebih dulu hubungan mereka berdua."Nadira!" panggil Hera membuat lamunan Nadira buyar begitu saja."Ya, Ma." Nadira masih tercengang. Lalu kesadarannya mulai kembali. "Kayaknya Nadira gak bisa ikut deh, Ma. Soalnya tugas kuliahku banyak banget," imbuhnya berusaha memberikan alasan."Gak bisa gitu, Nad. Papa sudah bilang sama Crissh kalau kamu akan ikut," ucap Restu menegaskan."Kenapa Nadira harus ada sih, Pa. Palingan juga nanti yang diobrolin
Crish memberikan senyuman terindahnya untuk wanita yang sudah lama tidak ditemui. Ternyata pria itu juga bernostalgia dengan masa lalu yang pernah mereka hadapi bersama-sama. "Silakan duduk," kata Crish mempersilakan. Dia juga memberikan seulas senyuman. Wajahnya terlihat sudah lebih dewasa dibandingkan dengan yang dulu. Juga terlihat lebih menawan dan mempesona. "Sudah lama menunggu?" tanya Restu sembari menarik kursi."Baru saja, Om." Crish menjawab singkat.Nadira tidak pernah menyangka akan bertemu dengan pria yang sama. Pria yang pernah menjadi pacarnya walaupun sebentar saja. "Silakan pesan, Om. Mau makan apa," kata Crish memberikan menu makanannya.Baik Restu, Hera maupun Nadira sedang sibuk membaca menu makanan yang sudah ada di dalam genggaman tangannya. Meskipun wanita berkulit putih sedang tidak fokus, tapi dia berusaha untuk bersikap biasa saja. Mereka bertiga sudah selesai memesan makanan yang ingin mereka makan. Selanjutnya, mereka saling mengobrol satu sama lain semb