Bahkan Denia yang tomboi pun tidak berpikir sampai sejauh itu. Wanita itu akhirnya bertepuk tangan bangga dengan ide yang diberikan Ghea.
"Emang harus ya, begitu?" tanya Nadira enggan."Menurut gue sih, harus. Semua itu agar mereka tidak meremehkan lo, Nad! Buktikan kalau lo bisa mendapatkan yang lebih baik," jawab Ghea sesuai pendapatnya."Kali ini gue setuju dengan ide Ghea. Udah lah, Nad. Gak usah banyak berpikir, mending atur saja kapan teman kita yang satu ini bisa bertemu dengan pria itu?" tanya Denia tidak sabaran."Gue masih belum setuju, ya. Kenapa seolah-olah kalian berdua yang ngebet." Nadira mulai kesal dengan sikap Ghea dan Denia."Semua ini demi kebaikan lo, Nad. Kalau lo tetap tidak mau, terserah sih. Namun, kalau gue sendiri sih mending ikut saran Ghea. Dari pada dijuluki pecundang nanti. Mengingat datang sendiri ditertawakan, tidak datang tambah diremehkan." Denia justru membela Ghea hingga wanita cantik berlesung pipi itu harus berpikir berulang kali."Tau ah! Gue pusing, mending gue tidur saja." Nadira merebahkan tubuhnya, tapi diganggu lagi oleh kedua sahabatnya."Jangan tidur dulu, Nad! Kita harus membahas semua ini. Jangan sampai lo gak datang ke acara pernikahan Abian. Lo gak usah khawatir, nanti gue minta sama teman gue itu untuk tidak berbuat macam-macam. Hanya sekedar bersandiwara saja, memakai cincin couple untuk kalian berdua." Ghea menjelaskan panjang lebar."Memang harus begitu ya?" pikir Nadira heran, kenapa juga pikiran sahabatnya terlalu jauh begitu."Ya ... itu semua gunanya agar kalian tidak harus bergandengan tangan. 'Kan, ceritanya sudah tunangan." Ghea menyahut sesuai dengan sikap yang dimiliki Nadira.Wanita cantik berjilbab itu memang sangat menjaga marwahnya sebagai perempuan. Selama bertunangan dengan Abian saja tidak pernah yang namanya berpegangan tangan. Bahkan, dengan pria yang pernah dekat sebelumnya juga tidak pernah."Ayo, Nad! Pikirkan lagi baik-baik, gue berharap lo terima tawaran Ghea. Teman baik kita ini sudah memberikan ide sesuai dengan sikap lo," ucap Denia membujuk.Wanita cantik berlesung pipi sudah tidak tahan lagi dengan bujukan mereka berdua, hingga mau tidak mau harus mengiyakan agar bisa segera memejamkan mata dengan secepatnya.Hari begitu cepat berlalu, tapi Ghea belum juga mempertemukan Nadira dengan pria yang akan bersandiwara sebagai tunangannya."Lo gimana sih, Ghea! Sekarang itu hari terakhir, besok Abian dan Vera akan menikah. Seharusnya lo perkenalkan mereka dulu," ucap Denia mengajukan protes."Gue sudah berusaha sebisa gue, tapi pria itu tidak mau. Gimana dong?" cetus Ghea jujur."Kalau dari awal pria itu memang tidak mau, kenapa lo sok yes bicara? Lo bilangnya hari ini, tapi mana? Sampai detik ini dia belum nongol juga. Gue jadi curiga, paling ide lo itu cuma akal bulus lo saja, memang gak ada pria yang mau membantu Nadira 'kan?" cecar Denia kesal.Entah kenapa wanita tomboi itu geram pada sahabatnya, padahal wanita yang diundang di pernikahan terlihat baik-baik saja. Wanita itu justru menikmati jus avocado yang sudah dipesan dan berada di atas meja."Sudah ada, Denia. Bukan akal bulus gue, kok. Cuma orangnya saja belum bisa datang," jelas Ghea kebingungan."Kalau memang perkataan lo benar, harusnya sehari setelah lo mengusulkan ide gila itu ... lo harus memperkenalkan dengan pria yang akan berpura-pura menjadi tunangan Nadira." Denia tidak mau berhenti berdebat."Stop!" Nadira mulai kesal dengan perdebatan antara kedua sahabatnya."Kalian bisa tenang gak sih! Kalau memang pria itu tidak bisa, ya sudah. Apa yang harus diperdebatkan? Lagi pula semua tidak akan merubah apa pun. Gue gak mau ambil pusing dengan semua itu," ujar Nadira melanjutkan ucapannya."Bagaimana gue bisa tenang, Nad! Gue sebagai teman yang baik, ingin sekali melihat Abian menyesal ketika melihat lo datang ke pernikahan pria itu dengan pria yang lebih darinya," sahut Denia penuh semangat."Gue sudah tidak terlalu memikirkannya, Denia. Paling gue tidak akan hadir saja ke pernikahan Abian. Dari pada gue sakit hati, haha." Nadira tertawa untuk menghilangkan rasa tegang."Jangan gitu, Nad! Pokoknya lo harus datang besok. Gue pastikan pria itu besok akan hadir menemanimu." Ghea berbicara penuh semangat."Yakin, lo? Apa mungkin dia mau datang? Mengingat saat ini saja dia enggan menemui Nadira, paling tidak harus tahu wajahnya satu sama lain dulu." Denia tidak yakin dengan ucapan Ghea."Gue yakin, lo tenang saja," ucap Ghea penuh keyakinan."Lebih baik gak usah, Ghea. Dari pada harus membujuk pria yang jelas-jelas tidak mau membantu." Nadira justru merasa tidak nyaman jika harus membujuk pria yang dimaksud Ghea, sekalipun teman baik sahabatnya."Lo tenang saja, besok gue kabari lagi. Yang jelas, lo harus datang ke pernikahan Abian dengannya." Ghea berusaha meyakinkan.Denia malas untuk membantah ucapan Ghea lagi. Wanita tomboi itu cuma perlu memastikan saja hari besok, apakah sahabat dari keluarga kaya itu akan menepati janjinya?Setelah meyakinkan Nadira, mereka akhirnya memutuskan untuk pulang ke rumah. Soalnya mereka sudah terlalu lama nongkrong di cafe, menunggu pria yang ternyata membatalkan untuk bertemu.***Akad nikah sudah diselesaikan, kini Vera dan Abian sudah sah menjadi pasangan suami istri. Banyak teman-teman mereka merasa iri dengan pernikahan tersebut."Kenapa kamu belum siap-siap, Nad?" tanya Hera tiba-tiba duduk di sebelah Nadira yang lagi malas-malasan."Eh, Mama. Malas saja datang ke pernikahan mereka," kata Nadira santai."Kamu belum ikhlas?" tanya Hera khawatir.Nadira diam sejenak, belum juga menyahut pertanyaan ibunya. Ponselnya berdering, Ghea yang menelepon di seberang sana. Wanita cantik berlesung pipi itu langsung menoleh ke arah Hera."Kamu angkat dulu, siapa tahu saja penting." Hera mempersilakan.Nadira mulai berbicara dengan Ghea, wanita itu cuma manggut-manggut saja. Tanpa ada perlawanan, lalu menutup telepon dan kembali bersama Hera."Ma, Nadira mau siap-siap dulu ya!" kata Nadira pamit."Mama kira kamu gak mau datang." Hera meledek."Kita sebagai manusia yang baik, harus memenuhi undangan 'kan, Ma?" tanya Nadira menyeringai."Kamu bisa saja," kata Hera memberikan senyuman. Setidaknya sang Mama senang karena tidak melihat anaknya murung lagi.Dia berpakaian yang baik dan rapi, terlihat cantik dengan dress brokat berwarna silver dengan kerudung senada. Riasannya tipis, tapi terlihat begitu elegan. Selanjutnya, dia pergi menemui pria yang katanya sudah menunggu di taman. Meskipun wanita cantik berlesung pipi itu tidak tahu bagaimana tampang pria yang akan bersandiwara dengannya. Namun, Nadira menaruh kepercayaan penuh pada sahabatnya. Lagi pula, wanita cantik itu tidak harus khawatir tentang semua itu.Sesampainya di taman yang penuh bunga bermekaran, Nadira melihat sahabatnya telah menunggu dengan seorang pria misterius. Hanya terlihat punggung pria itu saja, jadi wanita berlesung pipi tidak bisa memastikan dengan baik seperti apa rupanya.Dia melangkahkan kaki mendekat, lalu melihat wajah pria itu sekilas saja.'Gak salah Ghea memilih pria? Yang kayak gini tampan? Dari mananya?' Nadira mulai bergumam.Nadira hanya tersenyum tipis secara terpaksa, lalu menarik tangan Ghea sembari berbisik pelan."Lo yakin dia orangnya?" tanya Nadira pelan. Bagaimanapun, wanita satu ini tidak ingin menyinggung perasaan pria yang saat ini ada di hadapannya."Gue gak tahu kenapa kayak gini orangnya, kata temanku sih ganteng," sahut Ghea kebingungan, dia juga mulai melihat penampilan pria yang terlihat cupu."Lo gimana sih, kalau kayak gini mah ... mending gue gak usah datang saja ke acara. Bisa-bisa gue ditertawakan Ghe," ucap Nadira sembari membayangkan apa yang akan terjadi jika datang bersama pria itu."Terus, enaknya bagaimana ini?" tanya Ghea meminta pendapat sahabatnya."Gue gak mau ikut-ikutan, lebih baik gue pulang." Nadira kesal, hingga pergi begitu saja meninggalkan Ghea yang mulai mengajak ngobrol pria itu lagi."Maaf, ya. Teman gue gak setuju, mending pulang saja." Ghea berbicara tanpa basa-basi, lalu mengejar Nadira yang sudah berjalan jauh darinya. Wanita cantik yang sudah siap datang ke
Mereka memutuskan untuk pulang sebelum acara selesai. Dia juga tidak mungkin membuat acara pernikahan mantan tunangannya semakin kacau karenanya. Ketika berada di dalam mobil, Nadira mulai tertawa secara perlahan."Kamu kenapa?" tanya Hendra heran. Biasanya kalau seorang wanita ditinggal pergi, pasti sakit hati dan sedih. Entah kenapa Nadira harus tertawa untuk semuanya."Gapapa, gue cuma teringat sama Abian saja. Ternyata dia cemburu melihat kita," jelas Nadira tersenyum tipis.Sebagai mantan tunangan yang baik, Nadira tahu persis bagaimana ekspresi mantan tunangannya ketika sedang cemburu."Jadi kamu masih berharap dia kembali?" tanya Hendra perlahan."Enggak ... ngapain juga mengharapkannya kembali? Lagi pula dia sudah menjadi suami orang sekarang. By the way, thanks. Karena lo sudah membantu gue," ujar Nadira dengan wajahnya yang masih terlihat begitu bahagia."Sama-sama." Hendra berbicara sembari memberikan senyuman. Dari raut wajah pria tampan itu sedang mengharapkan sesuatu, ta
"Ponsel lo dari tadi berdering tuh! Kenapa gak diangkat saja?" tanya Ghea menatap wajah Nadira yang mengabaikan panggilan dari nomor tidak dikenal."Gue malas, biarkan saja," ujar Nadira malas.Ghea tidak banyak berbicara lagi, jika sahabatnya sudah terlihat malas begitu. Dia tahu apa yang harus dilakukannya sekarang. Wanita berhidung mancung itu pun mengangkat panggilan dari nomor tak dikenal dari ponsel Nadira."Lo apa-apaan sih, Ghea. Kalau gue gak mau angkat panggilannya, bukan berarti lo harus mengangkatnya!" pekik Nadira kesal. Dia berusaha untuk mengambil alih ponsel yang ada dalam genggaman tangan Ghea.Sudah terlambat, sebuah suara terdengar dari seberang sana. Sebuah suara yang sudah tidak asing lagi di telinga mereka berdua. "Bukankah itu suara ...," ucap Ghea, tapi dipotong oleh Nadira.Wanita cantik berkulit putih segera mengambil alih ponselnya dan segera berbicara dengan pria yang selama ini membuat jantungnya berdebar. Ghea hanya bisa menggelengkan kepala melihat kela
"Gue mah ogah ikut Nadira bertemu dengan si Davin itu. Gue gak mau jadi obat nyamuk, lagi pula mereka masih pendekatan, jadi gak mungkin mereka macam-macam, Ghea!" papar Denia ketus."Pokoknya kita harus ikut, De. Dengan atau tanpa persetujuan dari Nadira." Ghea masih tetap pada pendiriannya.Nadira menggelengkan kepala pelan. "Kalian boleh ikut, tapi jangan mempermalukan gue. Kalian harus jadi anak baik-baik," ujar Nadira setuju. Lagi pula, pertemuannya dengan Davin hanya sebatas adik kelas dan kakak kelas saja. Tidak ada yang spesial diantara Nadira dan senior tampan itu."Nah gitu dong! Lo harus ikutan, De. Gak ada tapi tapian. Jangan menolak ya!" pinta Ghea yang tidak ingin ikut seorang diri."Idih, ogah! Lagi pula lo 'kan, yang ingin ikut. Jadi ya, ikut saja. Gue gak mau, masih banyak urusan yang lebih penting dibandingkan harus menjadi obat nyamuk," tolak Denia kesal. Wanita tomboi itu tidak mau di hari pertama Nadira melakukan pendekatan malah ada dirinya dan Ghea sebagai penga
Nadira langsung mencubit pinggang Denia secara samar, tapi semua percuma saat sahabatnya merintih kesakitan. Dia mulai mempermalukan Nadira lagi. Langsung saja Ghea menutup mulut Denia agar tidak berbicara lebih banyak lagi. "Kita berdua mau beli kentang dulu, ya. Kalian berdua bersenang-senang saja dulu," ujar Ghea mengajak Denia pergi.Davin memberikan senyuman termanisnya sembari melihat kepergian sahabat-sahabat Nadira."Lo apa-apaan sih, Ghea! Mana gak jelas banget, beli kentang, kentang. Kentang apaan? Gue belum makan gratis juga, malah ditarik ke sini," ujar Denia kesal. "Lo tuh biasa ya, suka malu-maluin. Lo gak sadar apa yang lo katakan itu sangat memalukan?" cetus Ghea dengan kaki yang masih terus melangkah.Denia masih bingung, dari segi mana wanita itu telah membuat malu? Dia bahkan berpikir apa yang dikatakan masih wajar-wajar saja. Wanita tomboi itu tidak mau membuang kesempatan untuk makan gratis, jadi memilih untuk kembali menemui Nadira dan Davin."Lo mau ke mana, D
Cindy merubah ekspresinya menjadi baik ketika melihat Davin datang. "Aku pamit pulang duluan, soalnya ada urusan mendadak," pamit Davin terlihat buru-buru."Kita juga mau pergi," ujar Ghea menyeringai."Ya sudah, bareng yuk!" ajak Davin bersemangat. Namun tawarannya ditolak karena di sana ada Cindy yang menatap ke arah Ghea dan Nadira tajam."Gue dan Nadira masih ada urusan lain di sekitar sini. Jadi, lo bisa pulang duluan saja," ucap Ghea berdusta."Mending pulang sama aku saja, Vin." Cindy malah langsung menarik tangan Davin, tapi pria itu malah menepis tangan wanita yang mengaku sebagai tunangannya.Ghea dan Nadira hanya menahan tawa melihat perlakuan Davin pada Cindy, lalu mereka berdua pergi meninggalkan tempat tersebut."Gue gak habis pikir sama si Cindy itu. Belum menikah saja sudah seperti itu kelakuan, gue jadi curiga deh. Jangan-jangan cinta mereka bertepuk sebelah tangan, Davin mau dijodohin karena terpaksa," papar Ghea sok tahu. Nadira menggelengkan kepala. "Gue gak mau
Vera menarik tangan Abian secara paksa agar pergi dari hadapan wanita yang pernah disakitinya."Mas, bisa gak sih! Kamu jangan ganggu lagi Nadira. Kamu sudah menikah denganku, setidaknya kamu hargai perasaanku." Vera terus memarahi Abian karena telah menemui Nadira secara diam-diam."Aku sudah menuruti untuk menikah denganmu, seharusnya kamu ingat! Aku tidak pernah sudi menikah denganmu!" cetus Abian serius.Vera membawa suaminya pulang sembari memarahi sepanjang jalan karena apa yang dilakukan Abian begitu memalukan.***Nadira dan Ghea memilih untuk pulang, dari pada Abian terus mengganggu wanita itu. Pilihan yang tepat untuk saat ini adalah aman."Lo harus banyak bersyukur, Nad. Sudah terlepas dari pria kayak Abian, coba saja kalau lo sampai menikah dengannya. Gue jamin hidup lo tidak akan bahagia," kata Ghea menjelaskan pendapatnya."Iya, gue juga berpikir begitu, Ghea. Pria yang awalnya tegas sekarang malah berubah plin-plan." Nadira kembali teringat akan sikap tegas yang dimilik
Masih teringat jelas dalam benak Nadira ketika Crissh menyatakan cintanya dulu. Dia juga teringat ketika mereka pacaran dalam waktu berkisar satu minggu saja. Semua itu terjadi karena Nadira yang terlanjur patah hati mendengar kabar kalau Davin sudah dijodohkan dengan Cindy. Alih-alih ingin menghapus perasaan cinta pertamanya, dia menerima Crissh sebagai pelampiasan belaka. Selama seminggu pacaran, mereka tidak pernah jalan bersama. Hanya berkomunikasi lewat telepon. Di saat Nadira teringat akan pesan kedua orang tuanya, dia pun memutuskan terlebih dulu hubungan mereka berdua."Nadira!" panggil Hera membuat lamunan Nadira buyar begitu saja."Ya, Ma." Nadira masih tercengang. Lalu kesadarannya mulai kembali. "Kayaknya Nadira gak bisa ikut deh, Ma. Soalnya tugas kuliahku banyak banget," imbuhnya berusaha memberikan alasan."Gak bisa gitu, Nad. Papa sudah bilang sama Crissh kalau kamu akan ikut," ucap Restu menegaskan."Kenapa Nadira harus ada sih, Pa. Palingan juga nanti yang diobrolin