Share

Bab 3

Bahkan Denia yang tomboi pun tidak berpikir sampai sejauh itu. Wanita itu akhirnya bertepuk tangan bangga dengan ide yang diberikan Ghea.

"Emang harus ya, begitu?" tanya Nadira enggan.

"Menurut gue sih, harus. Semua itu agar mereka tidak meremehkan lo, Nad! Buktikan kalau lo bisa mendapatkan yang lebih baik," jawab Ghea sesuai pendapatnya.

"Kali ini gue setuju dengan ide Ghea. Udah lah, Nad. Gak usah banyak berpikir, mending atur saja kapan teman kita yang satu ini bisa bertemu dengan pria itu?" tanya Denia tidak sabaran.

"Gue masih belum setuju, ya. Kenapa seolah-olah kalian berdua yang ngebet." Nadira mulai kesal dengan sikap Ghea dan Denia.

"Semua ini demi kebaikan lo, Nad. Kalau lo tetap tidak mau, terserah sih. Namun, kalau gue sendiri sih mending ikut saran Ghea. Dari pada dijuluki pecundang nanti. Mengingat datang sendiri ditertawakan, tidak datang tambah diremehkan." Denia justru membela Ghea hingga wanita cantik berlesung pipi itu harus berpikir berulang kali.

"Tau ah! Gue pusing, mending gue tidur saja." Nadira merebahkan tubuhnya, tapi diganggu lagi oleh kedua sahabatnya.

"Jangan tidur dulu, Nad! Kita harus membahas semua ini. Jangan sampai lo gak datang ke acara pernikahan Abian. Lo gak usah khawatir, nanti gue minta sama teman gue itu untuk tidak berbuat macam-macam. Hanya sekedar bersandiwara saja, memakai cincin couple untuk kalian berdua." Ghea menjelaskan panjang lebar.

"Memang harus begitu ya?" pikir Nadira heran, kenapa juga pikiran sahabatnya terlalu jauh begitu.

"Ya ... itu semua gunanya agar kalian tidak harus bergandengan tangan. 'Kan, ceritanya sudah tunangan." Ghea menyahut sesuai dengan sikap yang dimiliki Nadira.

Wanita cantik berjilbab itu memang sangat menjaga marwahnya sebagai perempuan. Selama bertunangan dengan Abian saja tidak pernah yang namanya berpegangan tangan. Bahkan, dengan pria yang pernah dekat sebelumnya juga tidak pernah.

"Ayo, Nad! Pikirkan lagi baik-baik, gue berharap lo terima tawaran Ghea. Teman baik kita ini sudah memberikan ide sesuai dengan sikap lo," ucap Denia membujuk.

Wanita cantik berlesung pipi sudah tidak tahan lagi dengan bujukan mereka berdua, hingga mau tidak mau harus mengiyakan agar bisa segera memejamkan mata dengan secepatnya.

Hari begitu cepat berlalu, tapi Ghea belum juga mempertemukan Nadira dengan pria yang akan bersandiwara sebagai tunangannya.

"Lo gimana sih, Ghea! Sekarang itu hari terakhir, besok Abian dan Vera akan menikah. Seharusnya lo perkenalkan mereka dulu," ucap Denia mengajukan protes.

"Gue sudah berusaha sebisa gue, tapi pria itu tidak mau. Gimana dong?" cetus Ghea jujur.

"Kalau dari awal pria itu memang tidak mau, kenapa lo sok yes bicara? Lo bilangnya hari ini, tapi mana? Sampai detik ini dia belum nongol juga. Gue jadi curiga, paling ide lo itu cuma akal bulus lo saja, memang gak ada pria yang mau membantu Nadira 'kan?" cecar Denia kesal.

Entah kenapa wanita tomboi itu geram pada sahabatnya, padahal wanita yang diundang di pernikahan terlihat baik-baik saja. Wanita itu justru menikmati jus avocado yang sudah dipesan dan berada di atas meja.

"Sudah ada, Denia. Bukan akal bulus gue, kok. Cuma orangnya saja belum bisa datang," jelas Ghea kebingungan.

"Kalau memang perkataan lo benar, harusnya sehari setelah lo mengusulkan ide gila itu ... lo harus memperkenalkan dengan pria yang akan berpura-pura menjadi tunangan Nadira." Denia tidak mau berhenti berdebat.

"Stop!" Nadira mulai kesal dengan perdebatan antara kedua sahabatnya.

"Kalian bisa tenang gak sih! Kalau memang pria itu tidak bisa, ya sudah. Apa yang harus diperdebatkan? Lagi pula semua tidak akan merubah apa pun. Gue gak mau ambil pusing dengan semua itu," ujar Nadira melanjutkan ucapannya.

"Bagaimana gue bisa tenang, Nad! Gue sebagai teman yang baik, ingin sekali melihat Abian menyesal ketika melihat lo datang ke pernikahan pria itu dengan pria yang lebih darinya," sahut Denia penuh semangat.

"Gue sudah tidak terlalu memikirkannya, Denia. Paling gue tidak akan hadir saja ke pernikahan Abian. Dari pada gue sakit hati, haha." Nadira tertawa untuk menghilangkan rasa tegang.

"Jangan gitu, Nad! Pokoknya lo harus datang besok. Gue pastikan pria itu besok akan hadir menemanimu." Ghea berbicara penuh semangat.

"Yakin, lo? Apa mungkin dia mau datang? Mengingat saat ini saja dia enggan menemui Nadira, paling tidak harus tahu wajahnya satu sama lain dulu." Denia tidak yakin dengan ucapan Ghea.

"Gue yakin, lo tenang saja," ucap Ghea penuh keyakinan.

"Lebih baik gak usah, Ghea. Dari pada harus membujuk pria yang jelas-jelas tidak mau membantu." Nadira justru merasa tidak nyaman jika harus membujuk pria yang dimaksud Ghea, sekalipun teman baik sahabatnya.

"Lo tenang saja, besok gue kabari lagi. Yang jelas, lo harus datang ke pernikahan Abian dengannya." Ghea berusaha meyakinkan.

Denia malas untuk membantah ucapan Ghea lagi. Wanita tomboi itu cuma perlu memastikan saja hari besok, apakah sahabat dari keluarga kaya itu akan menepati janjinya?

Setelah meyakinkan Nadira, mereka akhirnya memutuskan untuk pulang ke rumah. Soalnya mereka sudah terlalu lama nongkrong di cafe, menunggu pria yang ternyata membatalkan untuk bertemu.

***

Akad nikah sudah diselesaikan, kini Vera dan Abian sudah sah menjadi pasangan suami istri. Banyak teman-teman mereka merasa iri dengan pernikahan tersebut.

"Kenapa kamu belum siap-siap, Nad?" tanya Hera tiba-tiba duduk di sebelah Nadira yang lagi malas-malasan.

"Eh, Mama. Malas saja datang ke pernikahan mereka," kata Nadira santai.

"Kamu belum ikhlas?" tanya Hera khawatir.

Nadira diam sejenak, belum juga menyahut pertanyaan ibunya. Ponselnya berdering, Ghea yang menelepon di seberang sana. Wanita cantik berlesung pipi itu langsung menoleh ke arah Hera.

"Kamu angkat dulu, siapa tahu saja penting." Hera mempersilakan.

Nadira mulai berbicara dengan Ghea, wanita itu cuma manggut-manggut saja. Tanpa ada perlawanan, lalu menutup telepon dan kembali bersama Hera.

"Ma, Nadira mau siap-siap dulu ya!" kata Nadira pamit.

"Mama kira kamu gak mau datang." Hera meledek.

"Kita sebagai manusia yang baik, harus memenuhi undangan 'kan, Ma?" tanya Nadira menyeringai.

"Kamu bisa saja," kata Hera memberikan senyuman. Setidaknya sang Mama senang karena tidak melihat anaknya murung lagi.

Dia berpakaian yang baik dan rapi, terlihat cantik dengan dress brokat berwarna silver dengan kerudung senada. Riasannya tipis, tapi terlihat begitu elegan. Selanjutnya, dia pergi menemui pria yang katanya sudah menunggu di taman. Meskipun wanita cantik berlesung pipi itu tidak tahu bagaimana tampang pria yang akan bersandiwara dengannya. Namun, Nadira menaruh kepercayaan penuh pada sahabatnya. Lagi pula, wanita cantik itu tidak harus khawatir tentang semua itu.

Sesampainya di taman yang penuh bunga bermekaran, Nadira melihat sahabatnya telah menunggu dengan seorang pria misterius. Hanya terlihat punggung pria itu saja, jadi wanita berlesung pipi tidak bisa memastikan dengan baik seperti apa rupanya.

Dia melangkahkan kaki mendekat, lalu melihat wajah pria itu sekilas saja.

'Gak salah Ghea memilih pria? Yang kayak gini tampan? Dari mananya?' Nadira mulai bergumam.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status