Mereka memutuskan untuk pulang sebelum acara selesai. Dia juga tidak mungkin membuat acara pernikahan mantan tunangannya semakin kacau karenanya. Ketika berada di dalam mobil, Nadira mulai tertawa secara perlahan.
"Kamu kenapa?" tanya Hendra heran. Biasanya kalau seorang wanita ditinggal pergi, pasti sakit hati dan sedih. Entah kenapa Nadira harus tertawa untuk semuanya."Gapapa, gue cuma teringat sama Abian saja. Ternyata dia cemburu melihat kita," jelas Nadira tersenyum tipis.Sebagai mantan tunangan yang baik, Nadira tahu persis bagaimana ekspresi mantan tunangannya ketika sedang cemburu."Jadi kamu masih berharap dia kembali?" tanya Hendra perlahan."Enggak ... ngapain juga mengharapkannya kembali? Lagi pula dia sudah menjadi suami orang sekarang. By the way, thanks. Karena lo sudah membantu gue," ujar Nadira dengan wajahnya yang masih terlihat begitu bahagia."Sama-sama." Hendra berbicara sembari memberikan senyuman. Dari raut wajah pria tampan itu sedang mengharapkan sesuatu, tapi dia tidak berani untuk mengatakan apa pun lagi. Baginya, melihat Nadira bahagia sudah cukup.Wanita cantik itu sebenarnya ingat satu hal, wajah pria yang ada di sampingnya saat ini benar-benar tidak asing, tapi Nadira sendiri lupa sudah bertemu di mana. Dari segi penampilan saja, pria itu sudah berubah total. Namun, hati wanita itu terus bertanya-tanya. Sedari bertemu dengan Hendra, dia masih memikirkan pria yang mirip dengan tunangan pura-pura."Kita langsung pulang?" tanya Hendra ketika melihat Nadira sedang melamun saja.Wanita cantik bergamis brokat silver menganggukkan kepala."Memang gak mau pergi jalan-jalan dulu gitu?" tanya Hendra menawarkan."Gak usah, mau istirahat saja." Nadira menyahut sembari merebahkan sedikit tubuhnya yang kelelahan.Tidak ada lagi obrolan dari mereka berdua, hingga sampai di depan rumah Nadira. Setelah mengucapkan terima kasih untuk yang ke sekian kali, wanita itu menawarkan Hendra untuk masuk ke rumah. Namun, pria itu menolak karena masih ada urusan yang tidak bisa dibatalkan.Selanjutnya, langkah kaki wanita itu masuk ke rumah. Namun, langkahnya terhenti saat Ghea tiba-tiba keluar dari mobil."Bagaimana, Nad? Sukses?" tanya Ghea penuh semangat.Nadira memberikan senyuman, pertanda kesuksesan telah dicapai."Jadi sukses 'kan?" tanya Ghea untuk memastikan lagi."Iya." Hanya itu yang keluar dari mulut Nadira.Ghea mengikuti langkah kaki Nadira dari belakang hingga mereka berada di dalam rumah. Hera dan Restu sedang tidak ada karena menghadiri acara pesta. Jadi, Ghea dan Nadira bisa berbicara dengan sangat leluasa."Ceritain dong, Nad! Gue 'kan, penasaran." Ghea merengek selayaknya anak kecil."Iya, gue ceritain tenang saja. Sebelum itu gue mau tanya soal pria tampan yang mau menjadi tunangan pura-pura gue. Lo kenal dari mana? Wajahnya tidak asing bagi gue," jelas Nadira karena tidak ingin penasaran terlalu lama."Kenapa lo tiba-tiba mempermasalahkan hal itu sekarang? Dia berbuat hal yang tidak baik?" tanya Ghea tanpa menjawab pertanyaan Nadira."Dia baik, tidak berbuat kekacauan dan semuanya sukses. Hanya saja gue penasaran sama pria tampan itu," kata Nadira yang memang memiliki sifat pelupa. Wanita cantik satu ini memang tidak bisa mengenali wajah orang kalau sudah lama tidak berjumpa. Terlebih jika ada salah satu perubahan yang terlihat, sudah pasti wanita itu tidak akan ingat."Dia sahabat Gio." Hanya itu yang bisa Ghea jelaskan, sebab tidak tahu semua tentang Hendra."Lo tahu nama panjang Hendra itu?" tanya Nadira memastikan kalau tebakannya tidak akan salah."Davin Mahendra." Beruntung Ghea sudah menanyakan nama panjang pria tampan itu sebelumnya pada Gio.Nadira menepuk jidatnya secara perlahan. "Ya ampun! Kenapa gue bisa lupa sama wajahnya sih? Ternyata dia ...," ucap Nadira tidak melanjutkan perkataannya."Dia kenapa?" tanya Ghea yang tidak tahu menahu akan sesuatu."Gue dulu sering memanggilnya kak Davin. Senior tampan ketika gue masih duduk di bangku SMA. Ternyata dia tambah tampan sekarang ya!" puji Nadira tidak habis pikir. Kenapa bisa melupakan wajah pria yang selama ini selalu ada dalam hatinya."Jangan bilang itu Davin yang sering lo ceritakan ketika masih semester pertama kita kuliah?" tebak Ghe mengingat Nadira dari awal selalu berhalusinasi tentang pria bernama Davin. Dengan cepat, wanita cantik menganggukkan kepalanya."Iya, memang dia orangnya. Cuma gue sudah lupa sama wajahnya. Gak nyangka kalau dia akan merubah penampilannya. Mengingat dulu dia sering memakai kacamata," jelas Nadira kembali bernostalgia.Wanita berlesung pipi itu akhirnya tahu kenapa hatinya bisa berdebar-debar saat pertama melihat Hendra, ternyata pria itu adalah Davin yang merupakan cinta pertamanya."Lantas, apa yang akan lo lakukan sekarang?" tanya Ghea memastikan."Tidak ada, Ghe. Mungkin gue akan tetap melakukan apa yang pernah lo katakan pada gue. Mengubur perasaan gue pada pria yang tidak mencintai gue." Nadira memang selalu terngiang akan ucapan sahabatnya yang satu itu."Kalau memang ada kesempatan untuk dekat dengannya lagi, kenapa tidak?" usul Ghea ingin melihat sahabatnya bahagia."Gue sudah malu karena harus menyewa dia sebagai tunangan pura-pura. Kalau gue tahu kalau Hendra dan Davin itu adalah orang yang sama, mungkin gue tidak akan pernah melakukan ide konyol ini. Namun, apa boleh buat? Semua sudah terjadi, gue juga gak bisa menyalahkan keadaan." Nadira mengembuskan napas secara kasar."Gapapa kalau semisal lo mau dekat lagi dengan Davin. Gue akan membantu dan mendukungmu," ujar Ghea memberikan senyuman.Nadira berpikir ulang, tapi hatinya tetap yakin untuk tidak dekat dengan Davin. Dia tidak ingin menjadi orang ketiga antara hubungan senior tampan itu dengan Cindy. Wanita yang terkenal sebagai jodoh pria tampan tersebut. Mereka sudah dijodohkan dari sejak mereka SMA oleh keluarga mereka."Gue mau fokus kuliah dulu, kalau sudah lulus nanti baru gue akan memikirkan untuk menikah," kata Nadira dengan keputusan yang dianggapnya paling tepat."Terserah lo sih, apa pun keputusan lo. Gue akan terus mendukung." Ghea memberikan senyuman.Mereka berdua berpelukan sejenak, lalu teringat akan Denia yang sampai detik ini tidak memperlihatkan batang hidungnya. Padahal ketiga wanita itu sudah janjian akan bertemu di rumah Nadira, tapi sahabat tomboi itu belum juga datang ke rumahnya.Ghea menghubungi Denia agar segera datang, tapi wanita tomboi itu masih sibuk menonton pertandingan futsal."Kayaknya dia gak mungkin datang, gue pulang dulu." Ghea pamit mengingat urusan mereka sudah selesai."Jangan pamit dulu, temani gue di sini." Nadira meminta dengan wajahnya yang memelas.Ghea tidak memiliki pilihan lain, selain menemani temannya. Mungkin kehadirannya akan membuat hati yang masih kecewa perlahan tenang. Di saat Nadira memejamkan matanya, ponsel yang berada di atas meja berdering keras. Terlihat dari layar, panggilan itu dari nomor tidak dikenal."Ponsel lo dari tadi berdering tuh! Kenapa gak diangkat saja?" tanya Ghea menatap wajah Nadira yang mengabaikan panggilan dari nomor tidak dikenal."Gue malas, biarkan saja," ujar Nadira malas.Ghea tidak banyak berbicara lagi, jika sahabatnya sudah terlihat malas begitu. Dia tahu apa yang harus dilakukannya sekarang. Wanita berhidung mancung itu pun mengangkat panggilan dari nomor tak dikenal dari ponsel Nadira."Lo apa-apaan sih, Ghea. Kalau gue gak mau angkat panggilannya, bukan berarti lo harus mengangkatnya!" pekik Nadira kesal. Dia berusaha untuk mengambil alih ponsel yang ada dalam genggaman tangan Ghea.Sudah terlambat, sebuah suara terdengar dari seberang sana. Sebuah suara yang sudah tidak asing lagi di telinga mereka berdua. "Bukankah itu suara ...," ucap Ghea, tapi dipotong oleh Nadira.Wanita cantik berkulit putih segera mengambil alih ponselnya dan segera berbicara dengan pria yang selama ini membuat jantungnya berdebar. Ghea hanya bisa menggelengkan kepala melihat kela
"Gue mah ogah ikut Nadira bertemu dengan si Davin itu. Gue gak mau jadi obat nyamuk, lagi pula mereka masih pendekatan, jadi gak mungkin mereka macam-macam, Ghea!" papar Denia ketus."Pokoknya kita harus ikut, De. Dengan atau tanpa persetujuan dari Nadira." Ghea masih tetap pada pendiriannya.Nadira menggelengkan kepala pelan. "Kalian boleh ikut, tapi jangan mempermalukan gue. Kalian harus jadi anak baik-baik," ujar Nadira setuju. Lagi pula, pertemuannya dengan Davin hanya sebatas adik kelas dan kakak kelas saja. Tidak ada yang spesial diantara Nadira dan senior tampan itu."Nah gitu dong! Lo harus ikutan, De. Gak ada tapi tapian. Jangan menolak ya!" pinta Ghea yang tidak ingin ikut seorang diri."Idih, ogah! Lagi pula lo 'kan, yang ingin ikut. Jadi ya, ikut saja. Gue gak mau, masih banyak urusan yang lebih penting dibandingkan harus menjadi obat nyamuk," tolak Denia kesal. Wanita tomboi itu tidak mau di hari pertama Nadira melakukan pendekatan malah ada dirinya dan Ghea sebagai penga
Nadira langsung mencubit pinggang Denia secara samar, tapi semua percuma saat sahabatnya merintih kesakitan. Dia mulai mempermalukan Nadira lagi. Langsung saja Ghea menutup mulut Denia agar tidak berbicara lebih banyak lagi. "Kita berdua mau beli kentang dulu, ya. Kalian berdua bersenang-senang saja dulu," ujar Ghea mengajak Denia pergi.Davin memberikan senyuman termanisnya sembari melihat kepergian sahabat-sahabat Nadira."Lo apa-apaan sih, Ghea! Mana gak jelas banget, beli kentang, kentang. Kentang apaan? Gue belum makan gratis juga, malah ditarik ke sini," ujar Denia kesal. "Lo tuh biasa ya, suka malu-maluin. Lo gak sadar apa yang lo katakan itu sangat memalukan?" cetus Ghea dengan kaki yang masih terus melangkah.Denia masih bingung, dari segi mana wanita itu telah membuat malu? Dia bahkan berpikir apa yang dikatakan masih wajar-wajar saja. Wanita tomboi itu tidak mau membuang kesempatan untuk makan gratis, jadi memilih untuk kembali menemui Nadira dan Davin."Lo mau ke mana, D
Cindy merubah ekspresinya menjadi baik ketika melihat Davin datang. "Aku pamit pulang duluan, soalnya ada urusan mendadak," pamit Davin terlihat buru-buru."Kita juga mau pergi," ujar Ghea menyeringai."Ya sudah, bareng yuk!" ajak Davin bersemangat. Namun tawarannya ditolak karena di sana ada Cindy yang menatap ke arah Ghea dan Nadira tajam."Gue dan Nadira masih ada urusan lain di sekitar sini. Jadi, lo bisa pulang duluan saja," ucap Ghea berdusta."Mending pulang sama aku saja, Vin." Cindy malah langsung menarik tangan Davin, tapi pria itu malah menepis tangan wanita yang mengaku sebagai tunangannya.Ghea dan Nadira hanya menahan tawa melihat perlakuan Davin pada Cindy, lalu mereka berdua pergi meninggalkan tempat tersebut."Gue gak habis pikir sama si Cindy itu. Belum menikah saja sudah seperti itu kelakuan, gue jadi curiga deh. Jangan-jangan cinta mereka bertepuk sebelah tangan, Davin mau dijodohin karena terpaksa," papar Ghea sok tahu. Nadira menggelengkan kepala. "Gue gak mau
Vera menarik tangan Abian secara paksa agar pergi dari hadapan wanita yang pernah disakitinya."Mas, bisa gak sih! Kamu jangan ganggu lagi Nadira. Kamu sudah menikah denganku, setidaknya kamu hargai perasaanku." Vera terus memarahi Abian karena telah menemui Nadira secara diam-diam."Aku sudah menuruti untuk menikah denganmu, seharusnya kamu ingat! Aku tidak pernah sudi menikah denganmu!" cetus Abian serius.Vera membawa suaminya pulang sembari memarahi sepanjang jalan karena apa yang dilakukan Abian begitu memalukan.***Nadira dan Ghea memilih untuk pulang, dari pada Abian terus mengganggu wanita itu. Pilihan yang tepat untuk saat ini adalah aman."Lo harus banyak bersyukur, Nad. Sudah terlepas dari pria kayak Abian, coba saja kalau lo sampai menikah dengannya. Gue jamin hidup lo tidak akan bahagia," kata Ghea menjelaskan pendapatnya."Iya, gue juga berpikir begitu, Ghea. Pria yang awalnya tegas sekarang malah berubah plin-plan." Nadira kembali teringat akan sikap tegas yang dimilik
Masih teringat jelas dalam benak Nadira ketika Crissh menyatakan cintanya dulu. Dia juga teringat ketika mereka pacaran dalam waktu berkisar satu minggu saja. Semua itu terjadi karena Nadira yang terlanjur patah hati mendengar kabar kalau Davin sudah dijodohkan dengan Cindy. Alih-alih ingin menghapus perasaan cinta pertamanya, dia menerima Crissh sebagai pelampiasan belaka. Selama seminggu pacaran, mereka tidak pernah jalan bersama. Hanya berkomunikasi lewat telepon. Di saat Nadira teringat akan pesan kedua orang tuanya, dia pun memutuskan terlebih dulu hubungan mereka berdua."Nadira!" panggil Hera membuat lamunan Nadira buyar begitu saja."Ya, Ma." Nadira masih tercengang. Lalu kesadarannya mulai kembali. "Kayaknya Nadira gak bisa ikut deh, Ma. Soalnya tugas kuliahku banyak banget," imbuhnya berusaha memberikan alasan."Gak bisa gitu, Nad. Papa sudah bilang sama Crissh kalau kamu akan ikut," ucap Restu menegaskan."Kenapa Nadira harus ada sih, Pa. Palingan juga nanti yang diobrolin
Crish memberikan senyuman terindahnya untuk wanita yang sudah lama tidak ditemui. Ternyata pria itu juga bernostalgia dengan masa lalu yang pernah mereka hadapi bersama-sama. "Silakan duduk," kata Crish mempersilakan. Dia juga memberikan seulas senyuman. Wajahnya terlihat sudah lebih dewasa dibandingkan dengan yang dulu. Juga terlihat lebih menawan dan mempesona. "Sudah lama menunggu?" tanya Restu sembari menarik kursi."Baru saja, Om." Crish menjawab singkat.Nadira tidak pernah menyangka akan bertemu dengan pria yang sama. Pria yang pernah menjadi pacarnya walaupun sebentar saja. "Silakan pesan, Om. Mau makan apa," kata Crish memberikan menu makanannya.Baik Restu, Hera maupun Nadira sedang sibuk membaca menu makanan yang sudah ada di dalam genggaman tangannya. Meskipun wanita berkulit putih sedang tidak fokus, tapi dia berusaha untuk bersikap biasa saja. Mereka bertiga sudah selesai memesan makanan yang ingin mereka makan. Selanjutnya, mereka saling mengobrol satu sama lain semb
Sepanjang perjalanan pulang Nadira hanya diam saja, berusaha untuk mencerna setiap ucapan Restu pada Crish perihal jodoh. Bahkan pria yang telah menjadi mantan pacarnya itu tidak menampik saat Hera juga mengharapkan Nadira dan Crish berjodoh."Apa yang kamu pikirkan, Nad?" tanya Hera membuyarkan lamunan putrinya."Gak ada, Ma. Hanya sedikit pusing saja," kata Nadira berkilah."Pusing? Kamu gak makan udang 'kan?" tanya Restu khawatir. Dia tahu betul kalau putrinya alergi udang, biasanya efek dari alergi itu akan membuat Nadira pusing dan akan merasakan gatal setelahnya."Enggak kok, Pa." Nadira menyahut singkat."Papa kayak gak tahu anak muda saja, paling juga pusingnya karena asmara." Hera menebak apa yang sedang Nadira pikirkan."Apaan sih, Ma." Nadira merajuk."Gak usah terlalu dipikirkan, Nad. Papa dan Mama juga tidak akan memaksamu untuk menerima Crish, tapi kita berdua tahu kalau Crish merupakan pria yang tepat dan dari keluarga baik-baik." Restu men