Share

Bab 5

Mereka memutuskan untuk pulang sebelum acara selesai. Dia juga tidak mungkin membuat acara pernikahan mantan tunangannya semakin kacau karenanya. Ketika berada di dalam mobil, Nadira mulai tertawa secara perlahan.

"Kamu kenapa?" tanya Hendra heran. Biasanya kalau seorang wanita ditinggal pergi, pasti sakit hati dan sedih. Entah kenapa Nadira harus tertawa untuk semuanya.

"Gapapa, gue cuma teringat sama Abian saja. Ternyata dia cemburu melihat kita," jelas Nadira tersenyum tipis.

Sebagai mantan tunangan yang baik, Nadira tahu persis bagaimana ekspresi mantan tunangannya ketika sedang cemburu.

"Jadi kamu masih berharap dia kembali?" tanya Hendra perlahan.

"Enggak ... ngapain juga mengharapkannya kembali? Lagi pula dia sudah menjadi suami orang sekarang. By the way, thanks. Karena lo sudah membantu gue," ujar Nadira dengan wajahnya yang masih terlihat begitu bahagia.

"Sama-sama." Hendra berbicara sembari memberikan senyuman. Dari raut wajah pria tampan itu sedang mengharapkan sesuatu, tapi dia tidak berani untuk mengatakan apa pun lagi. Baginya, melihat Nadira bahagia sudah cukup.

Wanita cantik itu sebenarnya ingat satu hal, wajah pria yang ada di sampingnya saat ini benar-benar tidak asing, tapi Nadira sendiri lupa sudah bertemu di mana. Dari segi penampilan saja, pria itu sudah berubah total. Namun, hati wanita itu terus bertanya-tanya. Sedari bertemu dengan Hendra, dia masih memikirkan pria yang mirip dengan tunangan pura-pura.

"Kita langsung pulang?" tanya Hendra ketika melihat Nadira sedang melamun saja.

Wanita cantik bergamis brokat silver menganggukkan kepala.

"Memang gak mau pergi jalan-jalan dulu gitu?" tanya Hendra menawarkan.

"Gak usah, mau istirahat saja." Nadira menyahut sembari merebahkan sedikit tubuhnya yang kelelahan.

Tidak ada lagi obrolan dari mereka berdua, hingga sampai di depan rumah Nadira. Setelah mengucapkan terima kasih untuk yang ke sekian kali, wanita itu menawarkan Hendra untuk masuk ke rumah. Namun, pria itu menolak karena masih ada urusan yang tidak bisa dibatalkan.

Selanjutnya, langkah kaki wanita itu masuk ke rumah. Namun, langkahnya terhenti saat Ghea tiba-tiba keluar dari mobil.

"Bagaimana, Nad? Sukses?" tanya Ghea penuh semangat.

Nadira memberikan senyuman, pertanda kesuksesan telah dicapai.

"Jadi sukses 'kan?" tanya Ghea untuk memastikan lagi.

"Iya." Hanya itu yang keluar dari mulut Nadira.

Ghea mengikuti langkah kaki Nadira dari belakang hingga mereka berada di dalam rumah. Hera dan Restu sedang tidak ada karena menghadiri acara pesta. Jadi, Ghea dan Nadira bisa berbicara dengan sangat leluasa.

"Ceritain dong, Nad! Gue 'kan, penasaran." Ghea merengek selayaknya anak kecil.

"Iya, gue ceritain tenang saja. Sebelum itu gue mau tanya soal pria tampan yang mau menjadi tunangan pura-pura gue. Lo kenal dari mana? Wajahnya tidak asing bagi gue," jelas Nadira karena tidak ingin penasaran terlalu lama.

"Kenapa lo tiba-tiba mempermasalahkan hal itu sekarang? Dia berbuat hal yang tidak baik?" tanya Ghea tanpa menjawab pertanyaan Nadira.

"Dia baik, tidak berbuat kekacauan dan semuanya sukses. Hanya saja gue penasaran sama pria tampan itu," kata Nadira yang memang memiliki sifat pelupa. Wanita cantik satu ini memang tidak bisa mengenali wajah orang kalau sudah lama tidak berjumpa. Terlebih jika ada salah satu perubahan yang terlihat, sudah pasti wanita itu tidak akan ingat.

"Dia sahabat Gio." Hanya itu yang bisa Ghea jelaskan, sebab tidak tahu semua tentang Hendra.

"Lo tahu nama panjang Hendra itu?" tanya Nadira memastikan kalau tebakannya tidak akan salah.

"Davin Mahendra." Beruntung Ghea sudah menanyakan nama panjang pria tampan itu sebelumnya pada Gio.

Nadira menepuk jidatnya secara perlahan. "Ya ampun! Kenapa gue bisa lupa sama wajahnya sih? Ternyata dia ...," ucap Nadira tidak melanjutkan perkataannya.

"Dia kenapa?" tanya Ghea yang tidak tahu menahu akan sesuatu.

"Gue dulu sering memanggilnya kak Davin. Senior tampan ketika gue masih duduk di bangku SMA. Ternyata dia tambah tampan sekarang ya!" puji Nadira tidak habis pikir. Kenapa bisa melupakan wajah pria yang selama ini selalu ada dalam hatinya.

"Jangan bilang itu Davin yang sering lo ceritakan ketika masih semester pertama kita kuliah?" tebak Ghe mengingat Nadira dari awal selalu berhalusinasi tentang pria bernama Davin. Dengan cepat, wanita cantik menganggukkan kepalanya.

"Iya, memang dia orangnya. Cuma gue sudah lupa sama wajahnya. Gak nyangka kalau dia akan merubah penampilannya. Mengingat dulu dia sering memakai kacamata," jelas Nadira kembali bernostalgia.

Wanita berlesung pipi itu akhirnya tahu kenapa hatinya bisa berdebar-debar saat pertama melihat Hendra, ternyata pria itu adalah Davin yang merupakan cinta pertamanya.

"Lantas, apa yang akan lo lakukan sekarang?" tanya Ghea memastikan.

"Tidak ada, Ghe. Mungkin gue akan tetap melakukan apa yang pernah lo katakan pada gue. Mengubur perasaan gue pada pria yang tidak mencintai gue." Nadira memang selalu terngiang akan ucapan sahabatnya yang satu itu.

"Kalau memang ada kesempatan untuk dekat dengannya lagi, kenapa tidak?" usul Ghea ingin melihat sahabatnya bahagia.

"Gue sudah malu karena harus menyewa dia sebagai tunangan pura-pura. Kalau gue tahu kalau Hendra dan Davin itu adalah orang yang sama, mungkin gue tidak akan pernah melakukan ide konyol ini. Namun, apa boleh buat? Semua sudah terjadi, gue juga gak bisa menyalahkan keadaan." Nadira mengembuskan napas secara kasar.

"Gapapa kalau semisal lo mau dekat lagi dengan Davin. Gue akan membantu dan mendukungmu," ujar Ghea memberikan senyuman.

Nadira berpikir ulang, tapi hatinya tetap yakin untuk tidak dekat dengan Davin. Dia tidak ingin menjadi orang ketiga antara hubungan senior tampan itu dengan Cindy. Wanita yang terkenal sebagai jodoh pria tampan tersebut. Mereka sudah dijodohkan dari sejak mereka SMA oleh keluarga mereka.

"Gue mau fokus kuliah dulu, kalau sudah lulus nanti baru gue akan memikirkan untuk menikah," kata Nadira dengan keputusan yang dianggapnya paling tepat.

"Terserah lo sih, apa pun keputusan lo. Gue akan terus mendukung." Ghea memberikan senyuman.

Mereka berdua berpelukan sejenak, lalu teringat akan Denia yang sampai detik ini tidak memperlihatkan batang hidungnya. Padahal ketiga wanita itu sudah janjian akan bertemu di rumah Nadira, tapi sahabat tomboi itu belum juga datang ke rumahnya.

Ghea menghubungi Denia agar segera datang, tapi wanita tomboi itu masih sibuk menonton pertandingan futsal.

"Kayaknya dia gak mungkin datang, gue pulang dulu." Ghea pamit mengingat urusan mereka sudah selesai.

"Jangan pamit dulu, temani gue di sini." Nadira meminta dengan wajahnya yang memelas.

Ghea tidak memiliki pilihan lain, selain menemani temannya. Mungkin kehadirannya akan membuat hati yang masih kecewa perlahan tenang. Di saat Nadira memejamkan matanya, ponsel yang berada di atas meja berdering keras. Terlihat dari layar, panggilan itu dari nomor tidak dikenal.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status