Share

Bab 7

"Gue mah ogah ikut Nadira bertemu dengan si Davin itu. Gue gak mau jadi obat nyamuk, lagi pula mereka masih pendekatan, jadi gak mungkin mereka macam-macam, Ghea!" papar Denia ketus.

"Pokoknya kita harus ikut, De. Dengan atau tanpa persetujuan dari Nadira." Ghea masih tetap pada pendiriannya.

Nadira menggelengkan kepala pelan. "Kalian boleh ikut, tapi jangan mempermalukan gue. Kalian harus jadi anak baik-baik," ujar Nadira setuju. Lagi pula, pertemuannya dengan Davin hanya sebatas adik kelas dan kakak kelas saja. Tidak ada yang spesial diantara Nadira dan senior tampan itu.

"Nah gitu dong! Lo harus ikutan, De. Gak ada tapi tapian. Jangan menolak ya!" pinta Ghea yang tidak ingin ikut seorang diri.

"Idih, ogah! Lagi pula lo 'kan, yang ingin ikut. Jadi ya, ikut saja. Gue gak mau, masih banyak urusan yang lebih penting dibandingkan harus menjadi obat nyamuk," tolak Denia kesal. Wanita tomboi itu tidak mau di hari pertama Nadira melakukan pendekatan malah ada dirinya dan Ghea sebagai pengacau.

"Lo gak asik, De. Ayolah, kapan lagi bisa jalan-jalan bareng. Pasti besok si Davin itu mentraktir kita," kata Ghea membujuk.

Denia terdiam sejenak, kalau sudah menyangkut dengan makan dan tidak usah membayar. Pasti wanita itu tidak mau membuang kesempatan itu.

"Lo gak usah kebanyakan mikir deh! Jawab saja, iya atau enggak! Mau ya!" gertak Ghea, tapi masih berharap sahabatnya ikut dengannya.

"Oke, gue ikut!" Denia memberikan seulas senyuman. Lalu mengambil ponsel yang berdering di dalam saku celananya.

"Kayaknya gue harus balik duluan deh, soalnya sudah dihubungi teman nonton nih!" pamit Denia saat mendapatkan pesan dari teman yang menyukai sepak bola juga.

"Gak nunggu Om Restu dan Tante Hera dulu?" tanya Ghea sembari memperhatikan Denia sedang merapikan bajunya yang sedikit berantakan.

"Gue buru-buru, soalnya sebentar lagi pertunjukan akan dimulai," ujar Denia menyeringai. Tidak lupa wanita itu menghabiskan minuman yang sudah disediakan oleh Ina sebelumnya.

Ghea dan Nadira hanya bisa menatap tubuh Denia yang melenggang pergi hingga tidak terlihat lagi. Mereka berdua mengembuskan napas secara perlahan dan netra mereka saling menatap satu sama lain.

"Kenapa lo ngebet banget ikut?" tanya Nadira mengingat Ghea yang bersikeras untuk ikut bertemu dengan Davin.

"Gue hanya ingin memastikan saja, pria itu baik. Bukan pria semacam Abian." Ghea menjawab dengan mantap.

"Lo apa-apaan sih. Mana mungkin dia pria jahat, lagi pula lo tenang saja, Ghea. Gue gak bakal berharap lebih sama dia. Dijadikan sebagai teman saja gue sudah senang." Nadira memaparkan.

Bayangan tentang senior tampan kembali tersirat dalam benaknya. Masa-masa SMA yang menyenangkan membuat Nadira terbuai dalam lamunannya. Bahkan, wanita cantik berkulit putih itu tidak lagi mendengar setiap bait kalimat yang diucapkan Ghea.

Wanita yang sedari tadi berbicara didekatnya mulai memandang lekat wajah Nadira.

"Parah ni orang! Katanya sudah berusaha move on, tapi masih suka senyum-senyum sendiri. Ayo! Lagi mikirin apa nih!" Kali ini ucapan Ghea sedikit berteriak.

Nadira hanya tersenyum tipis tanpa memberitahu apa yang telah terjadi. "Lo gak mungkin ngerti apa yang gue rasakan sekarang, Ghe." Hanya itu yang keluar dari mulut Nadira. Selanjutnya, kedua orang tuanya datang. Mau tidak mau Ghea harus pamit pulang karena hari semakin gelap.

Wanita itu sudah menghubungi supir pribadinya terlebih dulu, jadi tidak akan khawatir pulangnya. Sudah bisa dipastikan akan selamat sampai tujuan.

"Bagaimana hari ini? Apa semuanya lancar?" tanya Hera sembari memperhatikan seksama wajah putrinya.

"Alhamdulillah, lancar." Nadira memberikan senyuman, lalu pergi begitu saja ke kamar setelah pamit kepada kedua orang tuanya.

Restu dan Hera saling melemparkan pandangan, lalu menggelengkan kepala secara perlahan.

"Anak muda zaman sekarang memang beda." Restu memberikan pendapatnya.

"Iya, Pa. Beda banget dengan zaman kita dulu," imbuh Hera.

Wajah mereka sudah terlihat lelah, jadi mereka pun pergi ke kamar untuk membersihkan diri dan istirahat.

***

[Lo di mana, Ghea? Kenapa lo lama sekali? Gue sudah nungguin lo setengah jam yang lalu!] Wajah Nadira terlihat kesal saat panggilan teleponnya baru direspon oleh sahabatnya.

[Iya, gue bentar lagi sampai. Lo tenang saja, sabar.] Hanya itu yang diucapkan Ghea, lalu wanita itu menutup panggilan telepon.

Hari ini Nadira memang ada janji dengan Davin pukul 09.00 wib. Namun, sahabat-sahabatnya malah membuat mereka menunggu hingga setengah jam. Wanita cantik berlesung pipi itu tampak canggung berada disamping pria tampan yang sedari tadi kepergok meliriknya.

Awalnya Davin ingin menjemput Nadira ke rumahnya, tapi wanita itu tidak mau. Jadi, wanita cantik berkulit putih itu memutuskan untuk bertemu di sebuah cafe yang sudah ditentukan sebelumnya. Dia juga menceritakan perihal teman-temannya yang ikut dengan mereka. Beruntung pria tampan itu tidak keberatan dan mau menunggu hingga setengah jam lamanya. Tidak ada obrolan serius antara mereka, sampai Davin mulai bertanya sesuatu pada Nadira.

"Sambil menunggu temanmu datang, aku masih penasaran akan sesuatu." Davin berbicara yang mengundang pertanyaan bagi Nadira.

"Penasaran apa?" tanya Nadira pelan.

"Kamu masih ingat sama aku? Apa memang dari awal kamu gak mengenaliku?" cecar Davin ketika melihat ekspresi wajah Nadira masih tetap sama seperti pertama kali mereka bertemu.

Wanita itu mulai menelan salivanya sendiri, lalu menggelengkan kepala. Dia tidak ingin Davin tahu kalau wanita cantik itu sudah menyadari siapa pria yang ada didekatnya saat ini.

"Ternyata semudah itu kamu melupakan ya? Aku kira dengan kepopuleranku dulu sewaktu SMA akan membuat seseorang tidak mudah melupakanku." Davin memberikan senyuman tipis.

Nadira tetap berpura-pura bodoh, tapi sebenarnya dalam hatinya rasa yang ingin dikubur malah datang lagi.

"Nama lengkapku Davin Mahendra," ucap Davin berharap Nadira terkejut. Namun, harapnya musnah saat wanita cantik yang selalu dikaguminya hanya berekspresi biasa saja. Hanya kata "Oh" yang keluar dari mulut Nadira.

Kali ini Davin yang terkejut karena sudah salah menilai Nadira. Tidak berselang lama, Ghea akhirnya datang menghampiri mereka berdua.

"Maaf, gue benar-benar ada urusan penting dan mendadak tadi. Jadi, terlambat." Napas Ghea mulai tidak beraturan.

"Iya, gapapa. Santai saja, Ghe. Di mana Denia?" tanya Nadira melihat ke sekeliling.

"Mungkin sebentar lagi datang, tadi ada di belakang gue." Ghea mulai mengambil posisi tempat duduk.

Lima menit kemudian, Denia datang dengan wajah tersenyum lebar. Dia bahkan langsung duduk tanpa menyapa Nadira dan Davin terlebih dulu.

"Mana makanannya? Kok mejanya masih kosong?" tanya Denia tanpa basa-basi. Sikap wanita tomboi itu memang selalu berhasil membuat kedua sahabatnya malu.

Dengan cepat Ghea menyenggol Denia agar menjaga sikapnya, tapi di luar dugaan justru terjadi. Wanita tomboi kembali berulah hingga membuat Nadira kehilangan muka di hadapan pria tampan yang saat ini ada bersama mereka.

"Jadi ini senior tampan yang selalu lo kagumi, Nad? Kalau modelnya kek begini sih, gue juga mau!" celetuk Denia yang ikut terpesona dengan wajah tampan Davin.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status