"Ponsel lo dari tadi berdering tuh! Kenapa gak diangkat saja?" tanya Ghea menatap wajah Nadira yang mengabaikan panggilan dari nomor tidak dikenal.
"Gue malas, biarkan saja," ujar Nadira malas.Ghea tidak banyak berbicara lagi, jika sahabatnya sudah terlihat malas begitu. Dia tahu apa yang harus dilakukannya sekarang. Wanita berhidung mancung itu pun mengangkat panggilan dari nomor tak dikenal dari ponsel Nadira."Lo apa-apaan sih, Ghea. Kalau gue gak mau angkat panggilannya, bukan berarti lo harus mengangkatnya!" pekik Nadira kesal. Dia berusaha untuk mengambil alih ponsel yang ada dalam genggaman tangan Ghea.Sudah terlambat, sebuah suara terdengar dari seberang sana. Sebuah suara yang sudah tidak asing lagi di telinga mereka berdua."Bukankah itu suara ...," ucap Ghea, tapi dipotong oleh Nadira.Wanita cantik berkulit putih segera mengambil alih ponselnya dan segera berbicara dengan pria yang selama ini membuat jantungnya berdebar. Ghea hanya bisa menggelengkan kepala melihat kelakuan temannya itu."Gue hanya bisa berharap agar mereka bisa dipersatukan dalam pernikahan." Ghea bergumam sembari melihat ke sekeliling rumah Nadira. Dia mulai memejamkan mata, tapi kehadiran Denia yang tiba-tiba membuat khayalannya bubar begitu saja."Lo ngagetin saja, De!" seru Ghea melempar bantal sofa yang sedari tadi dipeluknya."Maaf, gue gak ada maksud untuk membuat lo kaget. By the way, Nadira di mana?" tanya Denia melihat ke sekitar tapi tidak menemukan wajah sahabatnya."Dia masih menelpon," sahut Ghea singkat.Denia menganggukkan kepala mengerti, lalu mulai menginterogasi sahabatnya tentang kehadiran Nadira sebagai tamu undangan mantan kekasihnya.Wanita tomboi itu memaksa, tapi tidak dihiraukan oleh Ghea karena dianggap tidak setia. Seharusnya Denia lebih memilih datang untuk menemani sahabatnya, bukan malah lebih memilih hobinya yang suka menonton pertandingan futsal."Gue minta maaf, memang gue salah." Hanya itu yang bisa Denia ucapkan dengan wajah memelas."Please, Ghe. Maafin gue, lagi pula gue gak lama 'kan? Yang terpenting gue juga datang ke sini untuk mendengarkan semua yang terjadi hari ini." Denia mulai memainkan matanya untuk mendapatkan simpati dari Ghea."Iya gue maafin," ujar Ghea singkat."Terus gimana? Apakah sukses?" tanya Denia yang benar-benar penasaran dengan semua yang terjadi.Ghea menganggukkan kepala secara perlahan, lalu memberikan seulas senyuman."Lo gak usah khawatir, Denia. Selama gue yang mengatur rencana, pasti tidak akan ada hati yang kecewa." Ghea mulai tertawa lepas.Bukan hal itu yang ingin didengar oleh Denia, tapi sebuah cerita detailnya. Namun, semua percuma jika bertanya pada sahabatnya yang satu itu. Jadi, dia menyimpan kembali rasa penasarannya untuk menanyakan semuanya pada Nadira.Wanita berlesung pipi datang dengan wajah berseri-seri, hal itu membuat Ghea menaruh curiga. Di lain sisi sahabatnya itu senang karena akhirnya bisa membuat Nadira bertemu kembali dengan senior tampan yang selalu dicintainya. Akan tetapi, di sisi lain wanita itu merasa bersalah jika pada akhirnya mereka tidak bisa bersama dan saling mencintai."Lo kenapa senyum-senyum, Nad?" tanya Denia mewakili pertanyaan Ghea dalam benaknya."Lagi bahagia saja, lo tahu gak Ghe?" tanya Nadira pada sahabatnya yang sudah tahu tentang sebuah rahasia.Ghea menggelengkan kepala. "Gimana gue mau tahu, lo aja gak ngomong apa-apa," ujar Ghea masih menatap wajah Nadira dengan seksama."Ternyata dia sudah tahu kalau memang aku dari awal yang meminta bantuan. Gue kira dia bakalan lupa sama gue, ternyata dia masih ingat." Nadira tersenyum bahagia."Terus?" tanya Ghea pelan."Gak ada terusannya. Dia mengajakku untuk berteman lagi." Nadira menyahut singkat. Wajahnya kembali terlihat lesu mengingat kalau senior tampan itu tidak mungkin menyukainya."Dia siapa yang kalian maksud? Gue masih belum mengerti dengan obrolan kalian," ucap Denia penuh tanda tanya.Wanita tomboi masih menerka, tapi tidak mendapatkan jawaban apa pun. Hingga Ghea menceritakan semuanya apa yang sedang terjadi."Wah, bagus dong! Itu tandanya kesempatan emas untuk lo, Nad! Siapa tahu saja dia jodoh lo," ujar Denia penuh semangat."Kayaknya gak mungkin deh, De. Dia sudah memiliki tunangan sejak SMA. Mana mungkin bisa menjadi jodohku," ucap Nadira sembari mengingatkan dirinya sendiri untuk tetap konsisten mengubur perasaan yang dimiliki selama ini."Gak ada yang gak mungkin di dunia ini, Nad. Lo percaya takdir 'kan?" tanya Denia penuh semangat.Nadira menganggukkan kepalanya."Kalau Allah sudah berkehendak dia menjadi jodoh lo, lo bisa apa?" lanjutnya."Udah deh, Denia. Kita do'akan yang terbaik saja untuk Nadira. Tanpa harus membuat dirinya berpikir jauh dan mengharapkan Davin. Biarkan semuanya berjalan apa adanya," ujar Ghea yang tidak ingin melihat Nadira berharap lagi.Denia terdiam, wanita tomboi itu mengerti dengan apa yang dikatakan oleh Ghea. Bagaimanapun, Nadira juga baru saja ditinggal menikah oleh Abian. Tidak mungkin juga dengan cepat wanita itu menerima pria lain dalam hatinya, sekalipun pria itu adalah cinta pertamanya.Di saat suasana menjadi hening, suara perut Denia mulai memecahkan suasana. Dia sampai lupa makan karena melihat pertandingan futsal, jadi perutnya terasa perih sekarang. Beruntung Ina yang merupakan asisten rumah tangga Nadira sudah menyiapkan hidangan makan malam untuk mereka."Kalian berdua harus tetap tinggal di rumah gue, sampai Mama dan Papa datang dari pesta," pinta Nadira yang tidak ingin kesepian di dalam rumah. Meskipun ada Ina, tapi tetap saja asisten rumah tangga itu tidak akan diajaknya mengobrol perihal urusan anak muda."Siap, asalkan perut gue kenyang." Denia mulai tertawa lepas."Lo memang gak pernah berubah, dalam pikiran lo cuma ada makan, makan aja." Ghea menggerutu."Mending gue, dari pada lo yang selalu ada pria dalam pikiran lo." Denia tidak mau kalah."Gak usah ribut di meja makan, mending kalian makan saja semuanya jangan sampai ada sisa." Nadira mulai mengambil nasi terlebih dulu, lalu diikuti oleh kedua sahabatnya.Kali ini tidak ada obrolan di meja makan, semua sibuk mengunyah makanan. Hingga nasi dalam piring mereka tandas, barulah mereka mengobrol kembali."Om dan Tante masih lama, Nad?" tanya Ghea ketika melihat jam sudah menunjukkan pukul 20.00 wib."Paling sebentar lagi datang, kamu buru-buru?" tanya Nadira."Engga juga sih, cuma kalau terlalu malam. Mending gue nginep di rumah lo aja. Biar gue izin sama kedua orang tua gue," jawab Ghea memberikan senyuman."Boleh, itu pun kalau kalian mau." Nadira bahkan tidak keberatan."Gue gak bisa, Nad. Gue harus pulang, tapi kalau Ghea mau menginap di sini juga gapapa." Denia justru tidak sabar ingin pulang karena harus menonton acara sepak bola di televisi."Terserah kalian saja sih. Gue juga gak mungkin memaksa." Nadira memberikan senyuman.Di waktu yang sama, sebuah pesan diterima oleh Nadira. Kedua sahabatnya mulai kepo dan bertanya, "Pesan dari siapa?" Ghea dan Denia kompak."Dari Davin, dia mengajak bertemu besok," sahut Nadira singkat."Kita akan menemani lo bertemu dengannya!" Ghea langsung membuat keputusan yang membuat Nadira dan Denia mengernyitkan dahi."Gue mah ogah ikut Nadira bertemu dengan si Davin itu. Gue gak mau jadi obat nyamuk, lagi pula mereka masih pendekatan, jadi gak mungkin mereka macam-macam, Ghea!" papar Denia ketus."Pokoknya kita harus ikut, De. Dengan atau tanpa persetujuan dari Nadira." Ghea masih tetap pada pendiriannya.Nadira menggelengkan kepala pelan. "Kalian boleh ikut, tapi jangan mempermalukan gue. Kalian harus jadi anak baik-baik," ujar Nadira setuju. Lagi pula, pertemuannya dengan Davin hanya sebatas adik kelas dan kakak kelas saja. Tidak ada yang spesial diantara Nadira dan senior tampan itu."Nah gitu dong! Lo harus ikutan, De. Gak ada tapi tapian. Jangan menolak ya!" pinta Ghea yang tidak ingin ikut seorang diri."Idih, ogah! Lagi pula lo 'kan, yang ingin ikut. Jadi ya, ikut saja. Gue gak mau, masih banyak urusan yang lebih penting dibandingkan harus menjadi obat nyamuk," tolak Denia kesal. Wanita tomboi itu tidak mau di hari pertama Nadira melakukan pendekatan malah ada dirinya dan Ghea sebagai penga
Nadira langsung mencubit pinggang Denia secara samar, tapi semua percuma saat sahabatnya merintih kesakitan. Dia mulai mempermalukan Nadira lagi. Langsung saja Ghea menutup mulut Denia agar tidak berbicara lebih banyak lagi. "Kita berdua mau beli kentang dulu, ya. Kalian berdua bersenang-senang saja dulu," ujar Ghea mengajak Denia pergi.Davin memberikan senyuman termanisnya sembari melihat kepergian sahabat-sahabat Nadira."Lo apa-apaan sih, Ghea! Mana gak jelas banget, beli kentang, kentang. Kentang apaan? Gue belum makan gratis juga, malah ditarik ke sini," ujar Denia kesal. "Lo tuh biasa ya, suka malu-maluin. Lo gak sadar apa yang lo katakan itu sangat memalukan?" cetus Ghea dengan kaki yang masih terus melangkah.Denia masih bingung, dari segi mana wanita itu telah membuat malu? Dia bahkan berpikir apa yang dikatakan masih wajar-wajar saja. Wanita tomboi itu tidak mau membuang kesempatan untuk makan gratis, jadi memilih untuk kembali menemui Nadira dan Davin."Lo mau ke mana, D
Cindy merubah ekspresinya menjadi baik ketika melihat Davin datang. "Aku pamit pulang duluan, soalnya ada urusan mendadak," pamit Davin terlihat buru-buru."Kita juga mau pergi," ujar Ghea menyeringai."Ya sudah, bareng yuk!" ajak Davin bersemangat. Namun tawarannya ditolak karena di sana ada Cindy yang menatap ke arah Ghea dan Nadira tajam."Gue dan Nadira masih ada urusan lain di sekitar sini. Jadi, lo bisa pulang duluan saja," ucap Ghea berdusta."Mending pulang sama aku saja, Vin." Cindy malah langsung menarik tangan Davin, tapi pria itu malah menepis tangan wanita yang mengaku sebagai tunangannya.Ghea dan Nadira hanya menahan tawa melihat perlakuan Davin pada Cindy, lalu mereka berdua pergi meninggalkan tempat tersebut."Gue gak habis pikir sama si Cindy itu. Belum menikah saja sudah seperti itu kelakuan, gue jadi curiga deh. Jangan-jangan cinta mereka bertepuk sebelah tangan, Davin mau dijodohin karena terpaksa," papar Ghea sok tahu. Nadira menggelengkan kepala. "Gue gak mau
Vera menarik tangan Abian secara paksa agar pergi dari hadapan wanita yang pernah disakitinya."Mas, bisa gak sih! Kamu jangan ganggu lagi Nadira. Kamu sudah menikah denganku, setidaknya kamu hargai perasaanku." Vera terus memarahi Abian karena telah menemui Nadira secara diam-diam."Aku sudah menuruti untuk menikah denganmu, seharusnya kamu ingat! Aku tidak pernah sudi menikah denganmu!" cetus Abian serius.Vera membawa suaminya pulang sembari memarahi sepanjang jalan karena apa yang dilakukan Abian begitu memalukan.***Nadira dan Ghea memilih untuk pulang, dari pada Abian terus mengganggu wanita itu. Pilihan yang tepat untuk saat ini adalah aman."Lo harus banyak bersyukur, Nad. Sudah terlepas dari pria kayak Abian, coba saja kalau lo sampai menikah dengannya. Gue jamin hidup lo tidak akan bahagia," kata Ghea menjelaskan pendapatnya."Iya, gue juga berpikir begitu, Ghea. Pria yang awalnya tegas sekarang malah berubah plin-plan." Nadira kembali teringat akan sikap tegas yang dimilik
Masih teringat jelas dalam benak Nadira ketika Crissh menyatakan cintanya dulu. Dia juga teringat ketika mereka pacaran dalam waktu berkisar satu minggu saja. Semua itu terjadi karena Nadira yang terlanjur patah hati mendengar kabar kalau Davin sudah dijodohkan dengan Cindy. Alih-alih ingin menghapus perasaan cinta pertamanya, dia menerima Crissh sebagai pelampiasan belaka. Selama seminggu pacaran, mereka tidak pernah jalan bersama. Hanya berkomunikasi lewat telepon. Di saat Nadira teringat akan pesan kedua orang tuanya, dia pun memutuskan terlebih dulu hubungan mereka berdua."Nadira!" panggil Hera membuat lamunan Nadira buyar begitu saja."Ya, Ma." Nadira masih tercengang. Lalu kesadarannya mulai kembali. "Kayaknya Nadira gak bisa ikut deh, Ma. Soalnya tugas kuliahku banyak banget," imbuhnya berusaha memberikan alasan."Gak bisa gitu, Nad. Papa sudah bilang sama Crissh kalau kamu akan ikut," ucap Restu menegaskan."Kenapa Nadira harus ada sih, Pa. Palingan juga nanti yang diobrolin
Crish memberikan senyuman terindahnya untuk wanita yang sudah lama tidak ditemui. Ternyata pria itu juga bernostalgia dengan masa lalu yang pernah mereka hadapi bersama-sama. "Silakan duduk," kata Crish mempersilakan. Dia juga memberikan seulas senyuman. Wajahnya terlihat sudah lebih dewasa dibandingkan dengan yang dulu. Juga terlihat lebih menawan dan mempesona. "Sudah lama menunggu?" tanya Restu sembari menarik kursi."Baru saja, Om." Crish menjawab singkat.Nadira tidak pernah menyangka akan bertemu dengan pria yang sama. Pria yang pernah menjadi pacarnya walaupun sebentar saja. "Silakan pesan, Om. Mau makan apa," kata Crish memberikan menu makanannya.Baik Restu, Hera maupun Nadira sedang sibuk membaca menu makanan yang sudah ada di dalam genggaman tangannya. Meskipun wanita berkulit putih sedang tidak fokus, tapi dia berusaha untuk bersikap biasa saja. Mereka bertiga sudah selesai memesan makanan yang ingin mereka makan. Selanjutnya, mereka saling mengobrol satu sama lain semb
Sepanjang perjalanan pulang Nadira hanya diam saja, berusaha untuk mencerna setiap ucapan Restu pada Crish perihal jodoh. Bahkan pria yang telah menjadi mantan pacarnya itu tidak menampik saat Hera juga mengharapkan Nadira dan Crish berjodoh."Apa yang kamu pikirkan, Nad?" tanya Hera membuyarkan lamunan putrinya."Gak ada, Ma. Hanya sedikit pusing saja," kata Nadira berkilah."Pusing? Kamu gak makan udang 'kan?" tanya Restu khawatir. Dia tahu betul kalau putrinya alergi udang, biasanya efek dari alergi itu akan membuat Nadira pusing dan akan merasakan gatal setelahnya."Enggak kok, Pa." Nadira menyahut singkat."Papa kayak gak tahu anak muda saja, paling juga pusingnya karena asmara." Hera menebak apa yang sedang Nadira pikirkan."Apaan sih, Ma." Nadira merajuk."Gak usah terlalu dipikirkan, Nad. Papa dan Mama juga tidak akan memaksamu untuk menerima Crish, tapi kita berdua tahu kalau Crish merupakan pria yang tepat dan dari keluarga baik-baik." Restu men
Nadira menyesal karena harus menuruti permintaan Vera tentang double date. Padahal, sebenarnya wanita cantik itu tidak perlu mengiyakan apa yang dikatakan oleh teman masa kecilnya. Namun, dia sendiri tidak ingin di cap sebagai perusak rumah tangga orang. Jadi, mau tidak mau wanita itu harus menerima tantangan.Tangannya memegang kepala karena bingung mencari ide, bagaimana caranya meminta bantuan Davin. Sedangkan Nadira sudah berjanji pada Cindy untuk tidak mendekati calon suami wanita itu lagi. Sesekali wajahnya berada di atas meja karena merasa tidak berdaya. Perasaan malu begitu mencuat dalam hatinya jika harus meminta bantuan Davin lagi. Dia sejenak melamun, tapi Ghea dan Denia datang membuyarkan lamunannya."Lo kenapa, Nad? Ada masalah apa?" tanya Denia menepuk punggung Nadira pelan."Gue gapapa, cuma capek saja," sahut Nadira berdusta. Akan tetapi, kedua sahabatnya tidak akan mudah untuk dibohongi. Mereka berdua tahu betul tentang apa yang dirasakan Nadir