Share

7 - Makan Malam

"Mas."

"Mas."

"Mas."

"Mas."

Panggilan untuk suami ke sekian kalinya dari perempuan yang tengah berbaring telentang di atas kasur itu.

"Elea." Tegur Geff pelan, laki-laki itu jadi tidak fokus melihat desain rumah yang ada di ponselnya.

"Ehehehe." Elea hanya menyengir mendengar teguran Geff. Memang suaminya itu tidak pernah marah apapun tingkah yang dia lakukan. Kesel dikit paling.

"Kenapa manggil terus?" Tanya Geff tak mengalihkan pandangannya.

"Gak papa," jawab Elea singkat.

"Mau apa?"

"Gak mau apa-apa."

Geff menghembuskan napas pelan, lalu meletakkan ponselnya di atas nakas. Laki-laki itu merebahkan dirinya di samping Elea yang sedang melihat langit-langit kamar.

"Mas beli rumah dari kapan?" Tanya Elea yang baru sempat menanyakan perihal rumah semenjak mereka menikah.

"Dari lulus kuliah. Bukan beli jadi, tapi bikin," ujar Geff.

"Wahh pantes bagus banget." Elea berdecak kagum mengingat betapa indah desain interior rumah yang mereka tinggali setelah pernikahan.

"Pas kuliah kan gue kerja, nah duitnya buat beli tanah, terus bikin rumah deh."

Elea menyampingkan kepalanya untuk menatap wajah Geff. Geff memang sempurna, dadi sudut pandang manapun masih tampan.

"Emang gajinya gede banget? Kok cepet kebeli tanah." Tanya Elea penasaran. Elea yang dikasih uang bulanan lumayan banyak saja kadang masih kurang karena kalap mata di awal bulan.

"Gajinya lumayan, tapi gak gede banget, cukuplah, yang penting pinter ngatur duitnya," ujar Geff mengingat betapa berhematnya dirinya dulu untuk memiliki rumah impian.

"Papah Sandi kan kaya, gak dikasih uang jajan?"

"Dikasih, uang bulanan tetep dikasih sama bokap. Hasil kerja 4 tahun gue ya buat rumah."

Sandi memberikan Geff uang bulanan yang cukup untuk membayar kos dan makan sehari-hari. Tentu hal tersebut tak bisa Geff gantungkan untuk menabung membangun rumah. Alhasil, dari semester 1 Geff sudah bekerja dan rajin menabung.

"Kenapa gak minta uang aja sama papah? Nanti mas tinggal nge-desain aja." Pertanyaan Elea yang pernah ditanyakan mamahnya dulu kepada Geff.

Profesi Geff sesuai dengan jurusan yang diambilnya sewaktu kuliah yaitu arsitek, sekarang Geff menggeluti bidang desain interior. Cita-cita memiliki rumah hasil desainnya sendiri telah diimpikan Geff semenjak SMA.

"Papah bantu juga, kalo pake duit gue sendiri semua ya gak selesai-selesai itu rumah," kata Geff sembari terkekeh.

Dia mengingat betapa bodohnya dia dulu yang menganggap membangun rumah adalah perkara yang mudah dan murah. Ternyata memerlukan biaya yang besar dan proses yang panjang. Untung papahnya selalu ada untuk mendukungnya.

"Mas hebat." Perempuan itu mengacungkan dua jempol ke arah suaminya. Geff hanya membalas itu dengan senyuman.

"Yuk turun! Makan malam udah siap," kata Elea melihat chat mamahnya yang menyuruhnya untuk turun.

Mereka berjalan beriringan masuk lift untuk turun ke bawah. Keluarga Elea memang lebih kaya daripada Geff, tapi Geff tidak pernah minder akan hal itu.

"Kamu deg-degan gak?" Elea mendongak untuk menatap mata Geff.

"Emang mau apa?" Tanya Geff mengerutkan alisnya bingung.

Elea menghembuskan nafasnya pelan, suaminya itu memang tidak peka situasi, masa begini saja tidak paham.

"Nanti selesai makan pasti ditanya-tanya papah tau," ujar Elea menjelaskan. Perempuan itu yakin nanti papahnya akan mengintrogasi Geff. Tapi masalahnya yang khawatir disini adalah Elea, Geff malah terlihat biasa saja.

"Tinggal jawab aja," jawab Geff dengan santai lain dengan Elea yang mempersiapkan jawaban yang kemungkinan akan ditanyakan papahnya.

"Ish ga asik, huuu." Seru Elea pelan karena sudah mendekati meja ruang makan.

"Sini duduk, sayang." Sarah mengajak Elea untuk duduk ketika melihat putri semata wayangnya itu berjalan bersama menantunya.

"Mas mau apa?" Tanya Elea tengah mengambil nasi untuk Geff.

"Apa aja."

Mereka makan dengan tenang tanpa pembicaraan karena dari kecil Elea sudah diajarkan itu. Tak ada dentingan sendok dan piring yang saling beradu, benar-benar senyap.

"Gimana pernikahan kalian?" Tuh kan, baru selesai makan, Wisnu sudah melemparkan pertanyaan kepada anak dan menantunya.

"Baik, Pah." Geff menjawab dengan tegas, tidak mau menimbulkan keraguan di mata mertuanya.

"Elea kamu bahagia?"

"Banget." Elea mengangguk-anggukan kepalanya cepat, seolah ingin memberi tahu Wisnu betapa bahagianya dia menjadi istri Geff.

"Papah gak mau denger keluarga kalian ngecewain Elea lagi," ucap Wisnu. Wisnu memang belum menaruh kepercayaan pada Geff secara penuh.

"Iya, Pah. Gak akan," jawab Geff sembari melirik Elea yang sedang menatapnya.

"Kalian gak ada rencana bulan madu gitu?" Tanya Sarah mengalihkan topik pembicaraan yang sedikit tegang tadi.

"Elea pengen tauu, tapi ikut Mas Geff aja." Elea memeluk lengan Geff menunjukkan kedekatan mereka.

"Udah aku siapin tiketnya, Mah. Tinggal berangkat aja." Ucapan dari Geff membuat Elea membulatkan mulutnya terkejut. Perempuan itu benar-benar kaget, tidak pernah terpikirkan Geff akan mengajaknya berlibur.

"Lho? Beneran? Kok mas gak bilang sama aku." Elea bertanya untuk memastikan.

"Tadinya mau ngasih kejutan." Geff melirik ekspresi papah mertuanya yang masih kaku, tidak ada senyum diwajahnya. Geff maklum akan itu, mungkin jika Geff diposisi Wisnu, dia tak akan menikahkan Elea dengannya.

"Oh mau jadi kejutan toh, maaf jadi gagal gara-gara mamah." Berbeda dengan suaminya, Sarah nampak lebih terbuka dan menerima kehadiran Geff.

"Gak papa, ini udah bikin aku terkejut kok," jawab Elea.

Elea masih menyunggingkan senyumnya sebelum pertanyaan dari mamahnya membuat ruang makan itu mendadak hening.

"Jadi nanti kalian mau anak berapa?"

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status