"Kita berada di County Luvena di bawah yurisdiksi Kerajaan Feodora," ungkap Lillian kepada Jia.
"Feodora? Aku tidak salah dengar, kan? Lillian tadi benar-benar menyebut kalau di sini adalah Kerajaan Feodora," gumam Jia masih tidak ingin memercayai bahwa tempatnya saat ini berada merupakan tempat yang ia anggap mengerikan."Ini aku enggak benar-benar menjadi gila? Masa dari sekian banyaknya manusia yang ada di bumi, aku mengalami kejadian seperti masuk ke dalam novel yang pernah aku baca, sih? Memang apa istimewanya aku?" Jia tidak bisa berkata-kata.Jia semakin tidak tahu bagaimana harus mendeskripsikan posisinya saat ini. Ia hanya tertawa aneh karena saking pusingnya.Jia memang tidak bertanya lebih banyak kepada Lillian perihal rasa penasarannya. Karena Lillian memintanya untuk segera beristirahat dan berjanji akan menceritakan semuanya esok hari."Baiklah, mari untuk tidak berprasangka buruk dulu malam ini. Ayo tidur dan bereskan rasa penasaran ini besok pagi," gumam Jia dan mulai menarik selimut untuk mencoba tidur.Kini Jia mulai berlagak seperti Putri Bangsawan yang sesungguhnya."Besar sekali!" batin Jia menyadari bed yang tengah aku tiduri saat ini bahkan bisa dipakai untuk sepuluh orang sekaligus. Kalau ibarat queen size yang ada di dunia Jia sebelumnya, ini malah sudah tiga kali lipatnya.Kini Jia mulai mengedarkan pandangannya ke sekitar kamar besar nan megah ini. Entah ia harus bersyukur atau terpuruk atas kejadian yang ia alami saat ini.Tapi satu hal yang pasti, Jia memang harus mengucapkan terima kasih kepada Tuhan atau entitas apa pun yang sudah membawanya ke sini. Karena sudah memberinya kesempatan untuk hidup dan menjauh dari dunia yang sangat ingin ia lupakan itu.Kemudian Jia mulai memejamkan mata. Ia mencoba untuk tidur di kamar yang luas dan nyaman itu.Tapi baru beberapa menit Jia memejamkan mata, ia kembali membelalakkan matanya karena mengingat sebuah adegan yang ada didalam novel."Yang benar saja. Aku menjadi Cette yang itu? Cette yang mati dibunuh karena melindungi Pangeran Pertama. Aku benar-benar menjadi dia?" tukas Jia kepada dirinya sendiri.JIA bahkan mengingat nama tokoh yang akan membunuh Cette didalam novel."Holy shit!" makinya entah kepada siapa. "Ternyata aku sudah bertemu dengan malaikat maut yang akan mencabut nyawaku."***Morgan baru sampai di kediaman Glenn. Keadaan Morgan terlihat sangat kacau. Tanda kutukan berwarna hijau sudah menjalar dan hampir mengenai matanya.MILLER, Butler Mansion Glenn, datang dan melihat Morgan yang tampak kesakitan."Apa yang terjadi pada Anda?" tanya Miller kepada Morgan yang baru sampai di kamarnya. Apalagi begitu sampai, Morgan langsung merebahkan tubuhnya di atas sofa."Miller, siapkan tempat mandi yang biasa!" titah Morgan kepada Morgan."Baik, Tuan!" Miller langsung mengerjakan apa yang diperintahkan oleh Morgan.Morgan sudah melucuti semua pakaian yang menempel di tubuhnya dan pandangannya mulai kabur. Ia merasa seluruh tubuhnya seperti terbakar.Morgan berjalan perlahan ke arah bathtub khusus yang sudah diisi dengan frekuensi lima puluh berbanding lima puluh antara air biasa dengan es batu. Tempat mandi yang biasa disiapkan oleh Miller tiap kali tanda kutukan di tubuh Morgan muncul atau saat ia tidak bisa mengendalikan mana dalam tubuhnya.Morgan sudah berada di dalam bathtub itu. Ia mulai menenggelamkan seluruh tubuhnya di dalam air. Begitu tubuh Morgan terendam, tampak air tersebut mengeluarkan asap dan es-es yang ada di dalam bathtub turut mencair dengan cepat.Beberapa saat kemudian, tanda yang tadi sempat menjalar dari leher ke arah matanya perlahan menghilang. Sebenarnya bukan benar-benar menghilang. Tanda itu hanya mengecil dan warnanya meredup."Apa Anda sudah merasa lebih baik?" tanya Miller dengan bathrobe di tangannya.Morgan ke luar dari bathtub dan Miller langsung sigap menyelimutkan bathrobe yang ia pegang ke tubuh Morgan"Apa Anda ingin minum sesuatu atau menyantap sesuatu?" tanya Miller kepada Morgan."Lemon tea hangat saja!" jawab Morgan menyebutkan minuman yang ia inginkan."Baik, akan saya siapkan!" Miller langsung ke luar untuk menyiapkan minuman yang diminta oleh Tuannya.Setelah kepergian Miller, sayup Morgan berbisik menyebut sebuah nama. "Regan!"Lalu orang yang disebut namanya oleh Morgan sudah posisi berlutut di belakangnya."Aku mau kamu mencari semua informasi yang ada hubungannya dengan Davlin Marley!" titah Morgan kepada REGAN —kesatria bayangannya —kesatria yang tidak banyak yang mengetahuinya, bahkan Miller sekalipun."Baik, Tuan!" jawab Regan menerima perintah dari Morgan."Apa kamu membawa poison yang aku minta?" tanya Morgan lagi kepada Regan.Regan mengeluarkan sebuah potion bottle dari saku bajunya dan memberikannya kepada Morgan."Baiklah! Kamu sudah boleh pergi," titah Morgan dan Regan langsung pergi.Morgan berdiri di depan jendela kamarnya yang cukup besar. Ia tampak mengulas senyuman di wajahnya."Semakin melihatnya, aku semakin menginginkannya!" batin Morgan sembari melihat memar bekas cengkeraman tangan di lengan kanannya.Beberapa saat kemudian, Miller datang membawa minuman Morgan."Tuan, saya membawakan minuman Anda!" seru Miller dari balik pintu."Masuklah, Miller!" balas Morgan dari dalam ruangannya.Miller masuk dengan membawa sebuah teapot berisi lemon tea hangat lengkap dengan cangkirnya dan beberapa kue kering kesukaan Morgan. Ia meletakkannya di atas meja kerja Morgan.Morgan membuka tutup teapot untuk mencium aromanya kemudian mulai mengisi cangkir kosong dengan lemon tea tersebut. Lalu Morgan mulai menyesap sedikit isi dalam cangkir tersebut.Miller menyerahkan sebuah dokumen yang memang sejak awal dibawanya dan diserahkan kepada Morgan untuk diperiksa."Putri sulung Count Tamara sudah mulai bergerak," tutur Miller kepada Morgan.Morgan meletakkan kembali cangkir lemon tea-nya ke atas meja dan menerima dokumen yang Miller berikan."Saya mendapat informasi bahwa Nona Lacuna Tamara membuat permintaan berkunjung untuk bertemu dengan Yang Mulia Ratu," tutur Miller lagi atas penjelasannya.Kini Morgan mulai membaca dokumen yang diberikan oleh Miller."Bagaimana dengan Cladios?" tanya Morgan menyebutkan nama Pangeran Pertama."Saya dengar dari Ryan yang sedang ada di perbatasan. Yang Mulia Cladios sudah hampir berhasil menaklukkan peperangan tersebut," jelas Miller lagi menjelaskan yang ia ketahui.Morgan mengangguk paham atas penjelasan Miller. Kemudian ia duduk di kursi kerjanya dan mulai mengedarkan pandangannya ke setiap sudut ruangan itu."Miller?" lirih Morgan pelan kepada Miller."Ya Tuan?" jawab Miller cepat."Bukankah menurutmu mansion ini membutuhkan seorang nyonya?" tanya Morgan kepada Miller.Miller yang memahami arah pembicaraan Morgan, langsung menawarkan diri untuk mencarikan kandidat Nyonya yang Morgan maksud. "Apa Anda ingin saya memilihkan kandidat terbaik yang ada di Kerajaan ini untuk Anda?""Itu tidak perlu, karena aku sudah punya kandidatnya!" Morgan tersenyum."Anda sudah memilikinya?" tanya Miller sedikit terkejut. "Apa mungkin selama ini diam-diam Anda memiliki seorang kekasih?" tanya Miller curiga kepada Morgan.Morgan tersenyum mendengar kecurigaan Miller."Apa menurutmu aku memiliki waktu untuk melakukan itu, Miller? Aku bahkan tidak pernah berpikir untuk menikahi gadis yang tidak berguna dan tidak bisa membantu," timpal Morgan atas pertanyaan Miller."Anda benar!" Miller setuju dengan Morgan. "Tapi Tuan, bukankah bila Anda memutuskan untuk menikah, maka Yang Mulia Ratu akan sangat menentangnya? Beliau pasti tidak akan pernah melepaskan Anda dari genggamannya. Sama seperti Yang Mulia Pangeran Pertama, wanita yang akan Anda nikahi juga pasti sudah dipilihkan olehnya.""Kamu benar. Tapi beda cerita kalau aku mengajukan pertunangan dan memilih wanita yang dia inginkan!" jelas Morgan percaya diri.Miller memiringkan kepalanya. Ia sedikit bingung. Selama ini yang Miller tahu, Morgan terus mencari satu orang wanita.Morgan ingin wanita itu yang berdiri di sisinya untuk membantunya lepas dari belenggu Ratu. Tapi Miller jelas tahu bahwa wanita yang mereka curigai sebagai orang yang dicari oleh Morgan, saat ini sedang dalam keadaan koma."Apa mungkin ..." Miller mulai menebak siapa orangnya."Memangnya siapa lagi?" Morgan langsung mengiyakan tebakan yang ada di kepala Miller."Jadi Putri sulung Tuan Count Luvena benar-benar sudah siuman?" tanya Miller dengan pupil matanya yang sedikit membesar."Aku sudah memastikannya!" Morgan mengangguk sambil menyesap kembali lemon tea-nya.Miller mengangguk paham. "Tapi bukannya Anda belum begitu yakin bahwa Nona Luvena itu merupakan orang yang Anda cari selama ini?" tanya Miller kembali memastikan bahwa mereka tidak boleh sampai salah memilih orang."Menurutmu siapa lagi yang memiliki kemampuan sebesar itu, hingga membuat tanda di tubuhku berubah warna?" jelas Morgan atas kecurigaan Miller."Apa tanda itu kembali menjalar ke permukaan karena Nona Luvena? Tanda berwarna hijau itu baru pertama kali ini saya lihat." Miller memegang dagunya sembari berpikir. "Tapi Tuan, apa Anda yakin bahwa Nona Luvena itu akan menerima tawaran Anda?""Aku sudah pernah menyelamatkan nyawanya. Hari ini aku bahkan menolongnya dari Mana tubuhnya yang tidak bisa ia kendalikan. Aku pikir, kita hanya perlu membuat kesepakatan yang saling menguntungkan saja. Tapi ada satu masalah baru yang harus kita cari jalan keluarnya," jelas Morgan panjang lebar dan diakhiri dengan helaan napas panjang. Miller hanya diam dan mendengarkan."Sepertinya Putri sulung Count Luvena itu mengalami amnesia!" ungkap Morgan sedikit frustasi."Amnesia?" tanya Miller kembali memastikan."Tidak dalam arti yang sebenarnya." Morgan memegang kecil dagunya."Apa maksud Anda?" Miller terus dibuat bingung oleh Morgan."Entahlah, aku masih menebaknya saja. Tapi semoga saja dia bisa diajak kerja sama walaupun dia benar-benar melupakan ingatannya." Morgan lagi-lagi menghela napas."Tapi Tuan, bukankah masih ada masalah yang lainnya? Bukankah Nona itu memiliki tunangan? Bagaimana mungkin Anda mengajak wanita yang sudah memiliki tunangan untuk bertunangan dengan Anda?" tanya Miller mengungkapkan masalah lain yang harus mereka bereskan.Morgan tersenyum menyeringai dan berkata, "Aku akan merebut dia dari tunangannya!"Davlin saat ini berada di kereta kuda yang akan membawanya ke kediamannya setelah berbincang dengan Ratu Engrasia.“Seenaknya saja Ratu sialan itu memintaku melakukan ini dan itu,” gumam Davlin sibuk ngedumel di dalam kereta kuda yang sedang membawanya. “Dulu dia yang memintaku untuk melamarnya, sekarang dia memintaku untuk membatalkannya. Dia juga yang menyuruhku untuk mencelakai Cette. Setelah rencana itu gagal, dia malah lepas tangan dan melemparkan semua tanggung jawabnya kepadaku,” lanjut Davlin terus menggerutu tiada henti.Davlin tiba-tiba teringat dengan Morgan. “Grand Duke Glenn, Morrigan Cavelio Glenn!” gumam Davlin menyebut nama lengkap Morgan. “Apa sebenarnya motif orang itu mulai mendekati Cette? Apa benar alasannya karena kemampuan Cette? Memangnya kemampuan apa yang Cette miliki sampai si Morrigan itu tertarik untuk menguasainya?” batin Davlin mulai penasaran dengan motif Morgan.“Hah! Apa pun motifnya, pasti ini semua merupakan rencana Ratu yang licik itu. Mau sehebat a
“Apa kamu pernah melihat gelagat aneh yang ditunjukkan oleh Putri Sulung Luvena itu sebelum dia tidak sadarkan diri?” tanya Ratu Engrasia melanjutkan perbincangannya dengan Davlin di Istana Rose.“Maksud Anda gelagat yang bagaimana?” tanya Davlin sedikit bingung atas pertanyaan yang Engrasia ajukan.“Yang mencurigakan atau yang tidak biasa,” balas Engrasia menjawab kebingungan Davlin.“Yang mencurigakan ....” Davlin mulai memikirkan sejenak pertanyaan Engrasia. “Saya memang merasa sedikit janggal mengenai sesuatu hal. Waktu itu usia pertunangan kami baru menginjak satu bulan,” jelas Davlin mengenai hal yang membuatnya curiga.“Apa itu?” tanya Engrasia mulai penasaran tentang hal tersebut.“Tiap satu minggu atau dua minggu sekali, Cette akan bangun lebih siang dari biasanya!” ungkap Davlin dengan sangat yakin.“Memang apa yang aneh dengan itu?” tanya Engrasia malah melihat Davlin dengan tatapan skeptis. Ia tidak menemukan keanehan dari ucapan Davlin tersebut.“Saya pernah datang ke Ked
Istana Rose sore itu. Davlin dan Ratu Engrasia sudah duduk di sofa empuk yang biasa Engrasia gunakan untuk menyambut para tamunya. Baik itu tamu penting, tamu yang tidak terlalu penting, maupun tamu yang bisa diperalatnya.“Jadi, bagaimana hubunganmu dengan tunanganmu?” tanya Engrasia kepada Davlin yang duduk di sebelahnya.“Hubungan kami baik-baik saja, Yang Mulia. Dua minggu yang lalu saya berkunjung ke kediaman Luvena untuk melihat keadaannya. Tidak ada hal yang mencurigakan dan semua baik-baik saja,” jelas Davlin dengan cukup percaya diri kepada Engrasia.“Apa setelah itu kalian tidak pernah bertemu lagi?” tanya Engrasia lagi.“Saya memang pernah bermaksud untuk berkunjung lagi ke kediaman Luvena untuk melihat perkembangan tentang amnesianya. Tapi saya mendengar dari ajudan saya bahwa Tuan Count menolak adanya kunjungan dengan alasan pemulihan Cette. Jadi, saya mengurungkan niat saya sementara waktu untuk berkunjung ke sana,” tutur Davlin panjang lebar menjelaskan situasinya kepad
"Tuan Marley ada di mana saat Anda hampir mati waktu itu? Kenapa malah saya yang menemukan Anda? Bukannya Anda bersama dengan tunangan Anda?" tanya Morgan bertubi-tubi sengaja dengan suara yang lantang, agar para tamu yang hadir bisa mendengarnya."Wah! Dia benar-benar orang yang tidak waras. Bagaimana mungkin dia dengan sangat percaya diri mengatakan itu?" batin Cette kehabisan kata-kata untuk menjawab pertanyaan Morgan yang bertubi-tubu itu."Tuan Grand Duke, kenapa Anda membuat spekulasi yang mungkin saja bisa menjadikannya sebagai gosip yang tidak benar?" tukas Gitte dengan tiba-tiba menghampiri Morgan dan Cette. Ia bermaksud untuk menghentikan Morgan untuk terus membuat onar dan menyelesaikan pembicaraan Morgan yang mulai tidak jelas arahnya."Begitukah?" balas Morgan sedikit tidak menduga bahwa Gitte akan menghentikannya. "Kalau Lady berkata seperti itu, artinya saya harus meminta maaf. Mungkin itu hanya anggapan keliru saya saja. Saya hanya penasaran. Tidak ada kesan lain yang i
“Nona Cette, selamat atas kesembuhan Anda!” seru seorang wanita cantik dengan rambut panjang berwarna merah dan memakai gaun mengembang dengan warna yang sama dengan rambutnya. Nama Lady itu adalah RUWEINA, ia berasal dari keluarga Baron Clare.“Terima kasih, Nona …?” balas Cette dengan senyuman. Walaupun di bagian nama si Nona, ia sengaja menghentikan kata-katanya. Saat ini peran Cette masih sama, yaitu menjadi Putri Bangsawan yang baru sadar dari koma dan mengalami amnesia.“Saya Ruweina dari keluarga Baron Clare,” tutur Ruweina menyebutkan namanya dengan lengkap.“Ah, sekali lagi saya mengucapkan terima kasih kepada Nona Ruweina Clare. Saya juga ingin meminta maaf atas keterbatasan ini, hingga melupakan nama Anda. Senang bertemu dengan Anda, Nona!” sambung Cette dengan senyuman tulus di wajahnya. Walaupun ada sedikit kebohongan dari kata-katanya.“Kemarin saya mengirimkan hadiah untuk Nona. Apakah Anda sudah menerimanya?” tanya Ruweina dengan raut wajah berbinar berharap dirinya di
Kini, Lillian membantu Cette untuk memakai gaun mewah yang sudah dipersiapkan satu minggu sebelumnya untuk menyambut perjamuan hari itu.Warna biru tua adalah warna yang dipilih oleh Lillian untuk dikenakan oleh Cette. Karena saking banyaknya gaun di dalam katalog, Cette sampai bingung harus memilih warna dan akhinya Cette memercayakannya kepada Lillian. Padahal saat menjadi Jia dulu, itu saat ia masih bekerja sebagai desainer pemula, Cette berpikir bahwa ia akan memakai semua warna yang ada di katalog.Rambut Cette yang panjang dan ikal digelung ke belakang, agar kelihatan lebih rapi.Aksesori mahal turut membalut seluruh tubuhnya ; permata, kalung, gelang, anting, bahkan sepatunya juga mewah. Untungnya, waktu itu Cette tidak memilih gaun yang terlalu mengembang, melainkan gaun yang mengikuti lekukan tubuhnya. Ya, walaupun Cette sedikit merasa tersiksa karena harus memakai korset, agar tubuhnya terlihat lebih ramping.Saat Lillian tengah sibuk dalam mendandani Nonanya, seseorang menge