"Gila!" batin Lydia memikirkan semua.
Dia dan Damian sudah mencapai puncaknya,tapi permainan belum barakhir.
Damian membawanya ke hotel, kemudian berlanjut menggempurnya di ronde berikutnya. Lydia dibuat menjerit nikmat di kamar hotel, melakukan hubungan terlarang itu untuk yang kedua kalinya.
Di pagi hari, Lydia terbangun dengan tubuh yang terasa begitu lelah, tulang-tulangnya seperti mau copot! Dan bagian bawahnya terasa nyeri.
“Awh!” pekik Lydia ketika akan beranjak duduk.
Lydia meringis, dia bangun perlahan sambil melirik di sebelahnya. Sosok Damian masih memejamkan mata, tidur dengan tampang tenang.
Tatapan Lydia lantas tertuju ke dada bidang Damian yang terekspos, Damian masih belum mengenakan pakaian.
Glek!
Lydia meneguk ludahnya dengan kasar. Wah … betapa indahnya tubuh Damian, membuat keinginan Lydia untuk melukis tubuh telanjang itu muncul lagi.
Lydia menggeleng, berusaha menyadarkan dirinya. Ini bukan saat yang tepat untuk memikirkan itu. Sekarang dia harus segera kabur sebelum Damian bangun.
Setelah tersadar sepenuhnya, Lydia merasa menyesal. Sekarang dia tak ada bedanya dengan Marcell ‘kan? Melakukan hal buruk seperti ini. Namun, entah mengapa, Lydia merasa puas, seolah ada kelegaan yang dia rasakan.
Kira-kira kalau Marcell tahu sekarang dia sudah tidak perawan, dan yang mengambil keperawanannya adalah pria lain, bagaimana respon Marcell?
Marah, itu sudah pasti. Tapi, jika muncul skandal, pasti akan menghebohkan mengingat keluarga Marcell adalah keluarga pengusaha terkenal yang terpandang.
Jika ketahuan oleh publik, reputasi Lydia memang hancur, tapi setidaknya dia tidak akan hancur sendirian! Dia akan menyusun rencana untuk membalas Marcell dan keluarganya.
Sekembalinya ke rumah, Lydia bisa melihat raut kaget di wajah para pekerja. Namun, dia memilih untuk abai.
“Apa Marcell sudah bangun?” tanya Lydia.
“Belum, Nyonya.”
Lydia menghela napas lega. Untunglah Marcell kalau mabuk parah memang biasanya sulit bangun, bisa kesiangan.
Lydia tidak bermaksud menyembunyikan perbuatannya, tapi tidak untuk membongkarnya sekarang. Dia belum menyusun rencana dengan pasti.
“Rahasiakan apa yang kalian lihat dari Marcell. Jangan beri tahu dia kalau saya habis pergi keluar semalaman.”
“Baik, Nyonya.”
Lydia tersenyum tipis. Untunglah para pekerja di sini berada di pihaknya. Marcell tak mempedulikan mereka, jadi dia memanfaatkan kesempatan itu untuk merebut hati para pekerja.
Misalnya dengan memberikan bonus gaji tambahan, membelikan sesuatu yang mereka butuhkan, bahkan dia juga pernah membiayai operasi anak dari pekerja di sini. Semua kepedulian itu Lydia lakukan dengan tujuan membuat mereka memihaknya alih-alih Marcell.
*
Malam itu memang aman, Lydia tidak berakhir ‘tidur’ dengan Marcell karena suaminya tepar. Namun, bagaimana dengan malam-malam berikutnya?
Lydia berusaha menyusun ide agar Marcell tidak mengajaknya ‘tidur’. Untunglah malam ini dia dan Marcell ada acara, jadi bisa dipastikan mereka tidak akan bisa berhubungan badan.
Acara yang dimaksud adalah semacam pesta sekaligus pertemuan yang dihadiri oleh para pengusaha dan pejabat dari dalam maupun luar negeri.
Lydia berharap acaranya berlangsung sampai larut, atau kalau bisa Marcell pergi bersama teman-temannya ke luar setelah acara selesai dan kembali ke rumah dalam keadaan sudah lelah dan mengantuk. Pasti kalau begitu tidak mungkin meminta berhubungan s*ks ‘kan?
Malam ini Lydia sudah selesai di-make up dan dibantu berpakaian oleh para pekerja di rumahnya.
“Wow! Cantik banget istriku,” puji Marcell.
Marcell juga sudah selesai bersiap, tampilannya rapi dengan jas yang membalut tubuhnya. Dengan senyum mengembang, dia menghampiri Lydia yang sedang berdiri di depan cermin besar di kamar.
“Makasih, kamu juga ganteng banget,” sahut Lydia dengan terpaksa.
Mereka bertingkah seolah pasangan suami istri normal yang saling mencintai dan tak ada masalah apa pun.
Lydia menatap pantulan dirinya sendiri di cermin.
Dia merasa kalau dirinya memang begitu cantik dan elegan dalam balutan gaun berwarna baby blue ini, rambutnya yang hitam panjang dibiarkan tergerai lurus dengan indah, tulang selangkanya terekspos, begitu pula belahan dadanya.
Perhiasan juga tak lupa dikenakan. Terlihat sederhana, namun menunjukkan kesan mewah. Cincin, gelang, kalung, dan anting-anting yang begitu indah.
“Ayo, Sayang,” ajak Marcell dengan gaya gentleman mengulurkan tangannya.
Lydia menerima tangan itu dengan tampang malas lalu berjalan bersama Marcell menuju mobil yang sudah disiapkan.
Kalau Lydia tidak mengetahui kelakuan buruk Marcell yang berselingkuh di hari pertama pernikahan mereka dan berlanjut hingga dua tahun kemudian, dia mungkin akan jatuh cinta dengan perlakuan Marcell. Untungnya waktu itu semua langsung terbongkar.
Sekarang, mau Marcell berbuat sebaik atau seromantis apa pun padanya, dia tetap tidak tertarik dan justru merasa jijik. Karena Marcell masih saja mengulangi perbuatannya, tidak cukup dengan satu wanita, bahkan jal*ngnya ada lebih dari satu.
Tiba di lokasi, sang supir membukakan pintu mobil untuk mereka. Dia kembali digandeng oleh Marcell.
Di sini, Lydia harus berakting seperti istri bahagia, menyapa para pengusaha dan pejabat yang hadir dengan senyum terulas sambil terus menempel pada Marcell.
“Istrimu cantik sekali, Pak Marcell,” puji salah satu pengusaha.
“Haha, tentu. Saya merawatnya dengan uang dan kasih sayang yang berlimpah, dia jadi secantik ini.”
Lydia tertawa ringan mendengar perkataan Marcell yang lucu—karena tidak menyatakan fakta—sekaligus menyebalkan.
Setengah jam berlalu, Lydia mulai lelah hanya berdiri dan digandeng oleh Marcell ke sana kemari, apalagi dia mengenakan high heels yang terbilang tinggi, kakinya mulai sakit.
“Sayang, aku mau duduk dulu,” ujar Lydia.
“Oke.”
Marcell hanya merespon singkat lalu kembali mengobrol dengan para pebisnis lainnya.
Lydia menatap kesal dengan sikap cuek Marcell, tapi dia sudah terbiasa, jadi dia tidak protes.
Dengan senyum ramahnya, dia berpamitan kepada para pria dan wanita yang sedang mengobrol dengan Marcell lalu berjalan ke salah satu meja bundar dan duduk di sana.
Lydia mengambil champagne yang disediakan. Dia menyesap pelan sambil menatap sekeliling.
“Membosankan,” gumam Lydia.
Di saat-saat seperti ini, dia jadi ingin melukis, menyendiri di paviliun dan fokus pada canvas sambil mendengarkan alunan piano dari musik klasik. Bau cat yang menguar di ruangan, tak ada yang menganggu, begitu tenang.
Tiba-tiba terbayang di kepala Lydia tentang tubuh telanjang Damian. Keinginan untuk melukis Damian muncul lagi. Ditambah bayang-bayang kejadian panas malam itu.
Tanpa sadar, pipi Lydia bersemu merah.
Apa mungkin mereka bisa bertemu lagi?
“Itu nggak mungkin. Lebih bagus kalau kita nggak bertemu lagi, aku nggak tahu harus bagaimana menghadapi orang itu,” gumam Lydia.
Entah sudah berapa lama duduk di sini, Lydia tak terlalu memperhatikan waktu lagi. Namun, dia dibuat terkejut ketika melihat sosok Adel—j*lang Marcell—datang di acara ini.
Apa mungkin Adel diundang oleh seorang pengusaha atau pejabat? Karena wanita gatal seperti Adel pasti punya sugar daddy, mungkin saja tak hanya Marcell yang diperas uangnya.
Mata Lydia bergerak mengikuti Adel yang sedang tertawa bersama pria-pria lain, kemudian dia lihat gerak Adel yang ternyata menghampiri Marcell.
Dengan tak tahu malu, Adel menggandeng Marcell, mereka berbisik-bisik lantas berjalan pergi dari sana.
“Sebentar, mereka mau ke mana?”
Lydia panik. Kalau di rumah, dia tak akan ikut campur perselingkuhan Marcell, tapi ini di luar! Reputasinya dipertaruhkan!
Dia memang ingin menghancurkan reputasi dirinya, keluarganya, dan keluarga Marcell, tapi tidak sekarang. Ada rencana yang harus dia susun dengan matang.
Dengan tergesa, Lydia bangkit dari duduk dan berjalan mengekori Marcell. Namun, karena terlalu fokus menatap Marcell sambil berjalan tergesa, dia sampai menabrak pundak seseorang.
Bruk!
“Maaf, saya—”
Kalimat Lydia terputus saat tatapannya naik dan bertemu dengan sepasang mata biru yang begitu familiar.
Dunia seolah berhenti berputar.
Mata biru yang jernih dan menusuk, memancarkan aura dingin yang misterius. Cahaya lampu memantulkan kilauan dalam iris biru pria itu. Lydia merasa terhipnotis lagi, seperti waktu itu.
“Anda …”
Tentu saja Lydia tidak lupa. Itu adalah pria yang bertemu dengannya di galeri seni, pria yang menghabiskan malam panas dengannya, sekaligus pria yang mengambil keperawanannya!
“D-Damian …”
“Kalian berdua, aku mohon berhentilah!” teriak Lydia.Namun, Damian dan Marcell tampaknya tak peduli, mereka masih saling hajar hingga wajah mereka terluka.Mereka baru berhenti saat Lydia berteriak kepada para bodyguard untuk memisahkan dua orang itu.Dan, Marcell yang paling banyak terluka tampak tak berdaya ketika melihat Damian membawa kabur Lydia darinya.Beberapa saat setelahnya, Lydia sudah dibawa ke apartemen Damian, dia berada di sana dan sedang mengobati luka di wajah Damian akibat pukulan Marcell.“Jangan terluka lagi, aku khawatir,” ujar Lydia.Damian tersenyum, menyentuh tangan Lydia di wajahnya. “Aku senang kalau kau khawatir padaku.”“Aku serius!” seru Lydia, menabok lengan Damian.“Sshhh …” ringis Damian.Lydia panik. “A-apa sakit? Di situ juga terluka?”Damian pura-pura kesakitan, dia langsung tersenyum setelahnya.“Enggak, aku hanya bercanda,” ujarnya.Lydia memberengut, tapi tak lama karena setelah itu dia bermanja-manja dengan memeluk Damian dan bersandar di pundak
“Hal penting apa yang mau kamu bicarakan sampai mengumpulkan kita semua?” tanya papa Damian kepada Alex.“Kalau bukan sesuatu yang penting, kamu akan tahu sendiri akibatnya,” ancam sang kakek.“Aku tahu, Kek,” ujar Alex.Alex melirik istrinya, mengangguk untuk memberi kode. Melanie pun maju, menunjukkan di layar laptop tentang foto pernikahan Lydia dan Marcell yang didapatkan oleh Alex setelah bertemu Marcell.“I-itu kan …” Mama Damian sontak melotot.“Ya, ini Lydia yang menjadi tunangan Damian. Sebetulnya dia adalah istri orang, lebih tepatnya istri Marcell,” jelas Melanie.“Apa?! Bagaimana bisa?!” pekik sang Papa.“Saya sempat merasa mengenal tunangan Damian, dan ternyata saya tahu karena tunangan Damian adalah seorang pelukis. Dan sepertinya mereka sudah berselingkuh cukup lama.”“Apa kau yakin berselingkuh? Bukan karena Lydia sudah bercerai dari Marcell?” tanya sang kakek yang masih tenang.“Aku yakin, Kek. Sekarang status Lydia masih istri Marcell. Damian menjadi orang ketiga dal
Meskipun tadi Marcell bilang tak peduli, tapi pada kenyataannya dia risau.Mengenai Lydia yang punya bukti perselingkuhannya, dia tak ingin itu tersebar sampai di keluarganya dan keluarga Lydia. Maka, sebelum itu terjadi, dia yang akan menyebarkan perselingkuhan Lydia lebih dulu!“Kamu akan menyesal karena sudah mengkhianatiku, Lydia,” geram Marcell. Dia tak berkaca pada dirinya sendiri, bahwa dialah yang mengkhianati Lydia lebih dulu.Sebelum berangkat kerja, pagi ini Marcell mengamati pintu kamar Lydia. Bagus, Lydia tak bisa keluar. Tak akan dia biarkan Lydia pergi, apalagi menemui Damian.“Jangan sampai istriku keluar, atau kalian semua akan dipecat!” ancam Marcell kepada para bodyguardnya.“Baik, Pak!” angguk mereka.Marcell pun melangkah pergi. Di dalam mobil saat menuju ke perusahaan, dia menghubungi orang tuanya dan orang tua Lydia, mengajak bertemu untuk makan malam di luar dengan alasan ada hal penting yang hendak dia bicarakan.*Malam harinya, di sinilah Marcell berada, di
Marcell mengepalkan tangannya, emosinya naik ke ubun-ubun. Dia sampai uring-uringan saat kembali ke kantor dan tak fokus dalam bekerja.Dia sampai pulang lebih cepat ke rumah, menunggu Lydia kembali untuk membicarakan ini.Sungguh, dia masih tak menyangka kalau Lydia yang dia pikir bisa menjadi istri patuh, ternyata berselingkuh darinya. Berani sekali wanita itu!“Awas kau nanti, Lydia. Aku nggak akan mengizinkanmu bertemu dengan Damian!” seru Marcell.Marcell berjalan mondar-mandir di ruang tamu, masih menanti Lydia. Dan, ketika mendengar suara mobil terparkir, dia langsung berdiri di depan pintu masuk, menghadang Lydia.Pintu terbuka, sosok Lydia muncul dengan raut heran menatap Marcell yang tampak emosi dan seperti sedang menunggunya.“Apa?” tanya Lydia.“Kau … kau berselingkuh dariku!” seru Marcell.Sontak, Lydia terbelalak. “A-aku—”“Nggak usah menyangkal! Aku sudah tahu semuanya! Pria yang menjadi muse lukisan telanjangmu, dia adalah selingkuhanmu, Damian!”Lydia semakin melebar
“Siapa orangnya! Cepat katakan!” seru Marcell dengan tampang tak sabar.“Saya akan memberi tahu, tapi dengan syarat anda harus mau bekerja sama dengan saya untuk menyingkirkan Damian dari posisinya di perusahaan.”Marcell langsung mengernyit. “Apa hubungannya perselingkuhan istri saya dengan Damian?”“Nanti anda akan tahu. Jadi, bagaimana? Apa anda setuju?”“Itu cukup sulit, anda tahu kan kalau kita juga bersaing? Saya, dan anda termasuk Pak Damian.”“Ya, itu benar. Tapi, saya berjanji akan membuat kesepakatan yang menguntungkan anda juga.”“Akan saya pertimbangkan, tapi beri tahu dulu soal selingkuhan istri saya.”Alex duduk bersandar dengan tampang santai, dia menyeringai sejenak.“Tadi anda sudah menyebut sendiri nama orangnya.”Marcell diam, mengingat-ingat sosok yang sempat dia sebut, kemudian langsung terbelalak.“Pak Damian?”“Ya. Dia adalah selingkuhan istri anda,” jawab Alex dengan raut serius.Marcell sempat terlihat kaget, tapi hanya sejenak sebelum dia tertawa. Tapi jelas
“Marcell pengusaha yang itu kan? Yang Damian pernah menobatkannya menjadi saingan bisnis baru?" tanya Alex.Melanie mengangguk. “Benar, yang itu. Kamu juga kenal orangnya, tapi kita nggak akrab, hanya pernah bertegur sapa beberapa kali.”Melanie mengeluarkan ponselnya lalu menunjukkan foto Marcell yang dia maksud kepada sang suami.“Yang ini,” tunjuknya.Alex mengangguk paham. “Hm … menarik kalau memang benar. Haha! Damian, kau sungguh gila!” serunya.Alex kembali tertawa, dia merasa bahagia mendadak, senang karena membayangkan bisa menjatuhkan Damian dengan cara ini, kemudian merebut posisi Damian.“Aku belum pernah bertemu dengan istri Marcell, jadi nggak tahu wajahnya. Tapi kamu tahu dari mana, Sayang?” tanya Alex.“Aku ingat sekitar dua tahun yang lalu, saat ke galeri seni, tiba-tiba heboh karena ada pengusaha muda yang katanya tampan datang mengunjungi istrinya yang seorang pelukis, dan karya istrinya sedang dipamerkan di sana.”“Ah, jadi si istri itu Lydia?”“Ya,” angguk Melanie