Lydia pikir, Marcell mungkin tak akan sudi menyentuhnya kalau dia sudah disentuh oleh pria lain.
“Perfect!”
Lydia menatap cermin, menampilkan pantulan dirinya yang mengenakan dress seksi setengah paha, berbelahan dada rendah, dan punggungnya terbuka. Dress berwarna merah menyala, dia juga memakai make up tebal dengan lipstik berwarna merah.
“Bukankah aku sudah seperti wanita nakal?” kata Lydia ke dirinya sendiri.
Ini sungguh bukan dirinya, tapi Lydia ingin membangkang untuk malam ini, untuk pertama kalinya setelah dua tahun pernikahan mereka.
Lydia mengenakan cardigan panjang untuk menutupi tubuh seksinya, kemudian ke basement untuk mengambil salah satu mobil Marcell.
Lydia kemudikan mobil itu sendirian, membelah jalan raya di malam hari.
Tiba di dalam sebuah night club, cahaya remang-remang dan musik yang memekakkan telinga menyambutnya. Lydia berkeliling sambil menatap sekitar, mencari seorang pria yang sekiranya bisa dia jadikan teman tidurnya malam ini.
Belum ada pria yang menarik perhatiannya, Lydia putuskan untuk duduk-duduk dulu sambil memesan minum, strawberry margarita.
Dia menyesap minuman beralkohol itu sambil mengamati sekeliling. Hingga tiba-tiba sudut matanya melihat seorang pria yang tak asing baginya.
Tunggu! Itu ‘kan …
Lydia bergegas mengikuti pria itu, barusan mirip dengan pria bermata biru yang dia temui di galeri seni.
“Tunggu sebentar, sir!” panggil Lydia.
Pria itu tidak berhenti berjalan, menoleh pun tidak. Dan entah mengapa, langkah Lydia menuntunnya untuk terus mengikuti pria itu.
Pria itu menuju ke lantai atas, memasuki salah satu ruang VIP. Tanpa berpikir panjang, Lydia menerobos masuk ke ruang VIP tersebut, tatapannya langsung bertemu dengan pria bermata biru yang sedang duduk di sofa panjang berbahan dasar kulit premium.
Ruang VIP yang mewah kini hanya diisi oleh dua orang. Lydia berjalan mendekat ke arah pria itu, tak mempedulikan tatapan tajam yang tertuju padanya.
“Siapa kamu? Berani sekali masuk ke sini,” tanya pria itu.
“Anda pasti masih ingat saya ‘kan? Di galeri seni. Saya seorang pelukis.”
Mata biru pria itu masih menyorot tajam ke Lydia, lebih tepatnya ke tubuh seksi Lydia yang terekspos. Dia menatap Lydia dari atas sampai bawah.
Lydia merasa panas diperhatikan seintens itu.
Dan, keterdiaman pria itu Lydia artikan sebagai ‘ya’, bahwa sang pria masih mengingatnya.
“Apa tujuanmu mendatangi saya?” tanya pria itu, masih tampak tenang.
Dengan gerakan menggoda, Lydia berjalan mendekati pria itu. Dia bahkan melempar senyum seduktif.
Beruntung sekali dia bertemu dengan pria yang menarik perhatiannya ini. Rencana gila Lydia adalah mengajak ‘tidur’ pria itu malam ini.
“Ayo berhubungan s*ks dengan saya!” ajak Lydia.
Pria itu mengangkat alis, tampangnya masih tenang, meskipun sorot matanya makin tajam memandang Lydia.
“Saya masih perawan, sir. Take my virginity, please,” mohon Lydia, meminta keperawanannya diambil.
Lydia tahu dia sudah gila, tapi dia melakukan ini karena kesabarannya sudah habis.
Untuk sesaat, Lydia bisa melihat sorot kaget di mata pria itu. Namun, benar-benar singkat, hanya sekitar dua detik sebelum ekspresinya kembali normal dan datar.
“Saya nggak berhubungan badan dengan wanita sembarangan,” ujar pria itu.
“Saya bukan wanita sembarangan.”
Lydia dengan tak tahu malunya atau mungkin juga sudah terpengaruh alkohol yang ditegaknya, duduk di pangkuan pria itu, kemudian menarik tangan sang pria dan diletakkan di atas bukit kembarnya.
“F*ck me, sir,” bisik Lydia dengan sensual lantas mengigit daun telinga pria itu.
Tak cukup sampai di situ, Lydia sengaja menggerakkan bokongnya di atas pangkuan pria itu hingga burung tempur sang pria pun bangkit.
“Sh*t!” umpat pria itu.
Pria itu menggeram rendah, dia terpancing. Tanpa berkata apa pun, dia meraih wajah Lydia lalu menyambar bibir berbalut lipstik merah itu. Ciuman berlangsung ganas, tanpa ampun, Lydia sampai kewalahan.
Dengan gerakan cepat, pria itu membalik posisi, merebahkannya di sofa lalu menindihnya.
“Aaaa!” Lydia menjerit, kaget.
“Kalau saya nggak bisa berhenti, ini salahmu karena menggoda saya,” bisik pria itu dengan suara serak dan makin berat.
Lydia terbelalak ketika pria di hadapannya ini membuka jasnya, hanya menyisakan kemeja yang membalut pas di badan. Dia melepas beberapa kancing kemeja atas, hanya begitu, tapi mampu membuat Lydia panas dingin. Dia sungguh pria yang sempurna!
Lydia tak bisa lagi berpikir jernih ketika tangan besar nan panas milik pria itu menggerayangi tubuhnya, kemudian melucuti pakaiannya hingga dia polos tanpa sehelai benangpun.
Ketika pria itu kembali mencumbunya, kemudian cumbuan itu turun hingga ke bukit kembarnya, Lydia tak bisa menahan diri untuk tak mendesah.
“Panggil saya Damian, desahkan nama saya,” bisik Damian.
“Ah … Damian, terus …”
“F*ck! Lydia …”
Lydia merinding, namanya disebut oleh Damian. Itu artinya, Damian memang masih mengingatnya, mungkinkah masih menyimpan kartu namanya juga?
Namun belum sempat berpikir lebih lanjut, Lydia dibuat terbang ke awang-awang oleh Damian.
"Ah..."
“Kalian berdua, aku mohon berhentilah!” teriak Lydia.Namun, Damian dan Marcell tampaknya tak peduli, mereka masih saling hajar hingga wajah mereka terluka.Mereka baru berhenti saat Lydia berteriak kepada para bodyguard untuk memisahkan dua orang itu.Dan, Marcell yang paling banyak terluka tampak tak berdaya ketika melihat Damian membawa kabur Lydia darinya.Beberapa saat setelahnya, Lydia sudah dibawa ke apartemen Damian, dia berada di sana dan sedang mengobati luka di wajah Damian akibat pukulan Marcell.“Jangan terluka lagi, aku khawatir,” ujar Lydia.Damian tersenyum, menyentuh tangan Lydia di wajahnya. “Aku senang kalau kau khawatir padaku.”“Aku serius!” seru Lydia, menabok lengan Damian.“Sshhh …” ringis Damian.Lydia panik. “A-apa sakit? Di situ juga terluka?”Damian pura-pura kesakitan, dia langsung tersenyum setelahnya.“Enggak, aku hanya bercanda,” ujarnya.Lydia memberengut, tapi tak lama karena setelah itu dia bermanja-manja dengan memeluk Damian dan bersandar di pundak
“Hal penting apa yang mau kamu bicarakan sampai mengumpulkan kita semua?” tanya papa Damian kepada Alex.“Kalau bukan sesuatu yang penting, kamu akan tahu sendiri akibatnya,” ancam sang kakek.“Aku tahu, Kek,” ujar Alex.Alex melirik istrinya, mengangguk untuk memberi kode. Melanie pun maju, menunjukkan di layar laptop tentang foto pernikahan Lydia dan Marcell yang didapatkan oleh Alex setelah bertemu Marcell.“I-itu kan …” Mama Damian sontak melotot.“Ya, ini Lydia yang menjadi tunangan Damian. Sebetulnya dia adalah istri orang, lebih tepatnya istri Marcell,” jelas Melanie.“Apa?! Bagaimana bisa?!” pekik sang Papa.“Saya sempat merasa mengenal tunangan Damian, dan ternyata saya tahu karena tunangan Damian adalah seorang pelukis. Dan sepertinya mereka sudah berselingkuh cukup lama.”“Apa kau yakin berselingkuh? Bukan karena Lydia sudah bercerai dari Marcell?” tanya sang kakek yang masih tenang.“Aku yakin, Kek. Sekarang status Lydia masih istri Marcell. Damian menjadi orang ketiga dal
Meskipun tadi Marcell bilang tak peduli, tapi pada kenyataannya dia risau.Mengenai Lydia yang punya bukti perselingkuhannya, dia tak ingin itu tersebar sampai di keluarganya dan keluarga Lydia. Maka, sebelum itu terjadi, dia yang akan menyebarkan perselingkuhan Lydia lebih dulu!“Kamu akan menyesal karena sudah mengkhianatiku, Lydia,” geram Marcell. Dia tak berkaca pada dirinya sendiri, bahwa dialah yang mengkhianati Lydia lebih dulu.Sebelum berangkat kerja, pagi ini Marcell mengamati pintu kamar Lydia. Bagus, Lydia tak bisa keluar. Tak akan dia biarkan Lydia pergi, apalagi menemui Damian.“Jangan sampai istriku keluar, atau kalian semua akan dipecat!” ancam Marcell kepada para bodyguardnya.“Baik, Pak!” angguk mereka.Marcell pun melangkah pergi. Di dalam mobil saat menuju ke perusahaan, dia menghubungi orang tuanya dan orang tua Lydia, mengajak bertemu untuk makan malam di luar dengan alasan ada hal penting yang hendak dia bicarakan.*Malam harinya, di sinilah Marcell berada, di
Marcell mengepalkan tangannya, emosinya naik ke ubun-ubun. Dia sampai uring-uringan saat kembali ke kantor dan tak fokus dalam bekerja.Dia sampai pulang lebih cepat ke rumah, menunggu Lydia kembali untuk membicarakan ini.Sungguh, dia masih tak menyangka kalau Lydia yang dia pikir bisa menjadi istri patuh, ternyata berselingkuh darinya. Berani sekali wanita itu!“Awas kau nanti, Lydia. Aku nggak akan mengizinkanmu bertemu dengan Damian!” seru Marcell.Marcell berjalan mondar-mandir di ruang tamu, masih menanti Lydia. Dan, ketika mendengar suara mobil terparkir, dia langsung berdiri di depan pintu masuk, menghadang Lydia.Pintu terbuka, sosok Lydia muncul dengan raut heran menatap Marcell yang tampak emosi dan seperti sedang menunggunya.“Apa?” tanya Lydia.“Kau … kau berselingkuh dariku!” seru Marcell.Sontak, Lydia terbelalak. “A-aku—”“Nggak usah menyangkal! Aku sudah tahu semuanya! Pria yang menjadi muse lukisan telanjangmu, dia adalah selingkuhanmu, Damian!”Lydia semakin melebar
“Siapa orangnya! Cepat katakan!” seru Marcell dengan tampang tak sabar.“Saya akan memberi tahu, tapi dengan syarat anda harus mau bekerja sama dengan saya untuk menyingkirkan Damian dari posisinya di perusahaan.”Marcell langsung mengernyit. “Apa hubungannya perselingkuhan istri saya dengan Damian?”“Nanti anda akan tahu. Jadi, bagaimana? Apa anda setuju?”“Itu cukup sulit, anda tahu kan kalau kita juga bersaing? Saya, dan anda termasuk Pak Damian.”“Ya, itu benar. Tapi, saya berjanji akan membuat kesepakatan yang menguntungkan anda juga.”“Akan saya pertimbangkan, tapi beri tahu dulu soal selingkuhan istri saya.”Alex duduk bersandar dengan tampang santai, dia menyeringai sejenak.“Tadi anda sudah menyebut sendiri nama orangnya.”Marcell diam, mengingat-ingat sosok yang sempat dia sebut, kemudian langsung terbelalak.“Pak Damian?”“Ya. Dia adalah selingkuhan istri anda,” jawab Alex dengan raut serius.Marcell sempat terlihat kaget, tapi hanya sejenak sebelum dia tertawa. Tapi jelas
“Marcell pengusaha yang itu kan? Yang Damian pernah menobatkannya menjadi saingan bisnis baru?" tanya Alex.Melanie mengangguk. “Benar, yang itu. Kamu juga kenal orangnya, tapi kita nggak akrab, hanya pernah bertegur sapa beberapa kali.”Melanie mengeluarkan ponselnya lalu menunjukkan foto Marcell yang dia maksud kepada sang suami.“Yang ini,” tunjuknya.Alex mengangguk paham. “Hm … menarik kalau memang benar. Haha! Damian, kau sungguh gila!” serunya.Alex kembali tertawa, dia merasa bahagia mendadak, senang karena membayangkan bisa menjatuhkan Damian dengan cara ini, kemudian merebut posisi Damian.“Aku belum pernah bertemu dengan istri Marcell, jadi nggak tahu wajahnya. Tapi kamu tahu dari mana, Sayang?” tanya Alex.“Aku ingat sekitar dua tahun yang lalu, saat ke galeri seni, tiba-tiba heboh karena ada pengusaha muda yang katanya tampan datang mengunjungi istrinya yang seorang pelukis, dan karya istrinya sedang dipamerkan di sana.”“Ah, jadi si istri itu Lydia?”“Ya,” angguk Melanie