Home / Romansa / Tunangan Kontrak Sang CEO / Bab 212 — Amicus yang Menyukai Kalender, Arsip yang Menyilangkan Waktu

Share

Bab 212 — Amicus yang Menyukai Kalender, Arsip yang Menyilangkan Waktu

Author: Wildan
last update Last Updated: 2025-12-08 11:05:37

Keesokan paginya, kantor asosiasi pasar modal mengirim tanda terima: mereka akan mengajukan amicus. Di draft awal yang mereka bagikan “untuk komentar fakta”, kalimat kunci muncul tanpa dekorasi: “Transparansi berbasis jadwal dan indikator terukur lebih protektif bagi investor dibanding personal branding individu.” Sinta memegang kertas itu seolah memegang batu sungai—dingin, membumi. “Kalimat yang bisa bertahan lama,” katanya. Laila hanya mengoreksi ejaan dua kata; selebihnya ia biarkan beku.

Amicus itu merujuk ke tiga hal yang tim gembirakan sejak awal: status page (operasional), recusal log (tata kelola), dan audit calendar (pengawasan). Mereka menulis bahwa pasar memerlukan predictability—dan predictability lahir dari jadwal yang ditepati, bukan dari wajah yang ditawarkan. “Kalimat yang tidak masuk film,” celetuk Arga, “tapi masuk neraca.”

Saat e-mail “untuk komentar fakta” itu masih hangat, kabar lain mendorong pintu: arsip 1999 yang kemarin dibuka kini lengkap
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Latest chapter

  • Tunangan Kontrak Sang CEO   Bab 216 — Stay Sementara, Mesin Kolektif, dan Ambang Pertama

    Pagi itu, notifikasi yang ditunggu-tunggu turun seperti hujan rintik yang memadamkan debu: stay sementara atas hasil RUPS. Bahasa pengadilan tidak pernah teatrikal; kalimatnya lurus dan dingin, justru karena itu menenangkan. Poin-poinnya jelas: keputusan yang bersandar pada materi manipulatif tidak boleh dieksekusi, operasi perusahaan tetap berjalan sesuai status page, dan fungsi-fungsi setara CEO bisa dijalankan kolektif oleh tim eksekutif hingga pemeriksaan tuntas. Tidak ada mahkota yang kembali terpasang; yang ada adalah runbook yang menjadi raja sementara.Arga membaca dua kali, lalu menutup berkas. “Kursi tunggal tetap kosong di panggung,” katanya, “tapi kursi kerja tidak boleh ada yang kosong.” Ia mengumpulkan para kepala fungsi ke war room. Di papan, ia menggambar tiga lingkaran saling bertumpu: Operasi, Hukum, Suara. “Untuk operasi,” ia menunjuk Acting CFO, “kamu first among equals di signatory matrix—dual sign tetap. Publik hanya melihat jam dinding; kita yang mema

  • Tunangan Kontrak Sang CEO   Bab 215 — Tiga Panel, Satu Jembatan

    Keheningan di ruang sidang terasa seperti kain tebal. Hakim ketua membuka kertas tipis tanpa efek dramatis. “Atas bahan yang diajukan, Pengadilan Banding menyimpulkan bahwa terdapat fakta teknis yang cukup colorable untuk mempertimbangkan interim relief. Kami tidak memutus pokok perkara hari ini, namun kami menetapkan pagar sementara: (1) keputusan yang bergantung pada manipulasi media tidak boleh dieksekusi hingga verifikasi selesai; (2) pelaksanaan operasional perusahaan tetap lanjut sesuai status page; (3) komunikasi kepada pemegang saham harus menyertakan recusal log dan tautan read-only bukti teknis.”Kata-kata itu tidak memukul genderang; kata-kata itu menurunkan suhu. Laila mengangguk kecil. Acting CFO menuliskan tiga butir tersebut ke dalam runbook transisi—distribusi internal siap pukul 16.00. Inez menutup laptop, merasakan lega yang tidak riuh; tiga panel yang ia bawa—splice, LUT & gate, timecode drift—telah cukup untuk menata ulang meja. Sinta mengetik pesan satu

  • Tunangan Kontrak Sang CEO   Bab 214 — Sesi Pertama: Bengkel, Bukan Teater

    Ruang sidang banding tidak besar, tapi tata letaknya menolak drama: bangku kayu, dinding pucat, jam yang terdengar terlalu keras jika Anda cemas. Panel hakim masuk, toga bergerak seperti tirai yang tidak ingin menjadi panggung. Laila berdiri di meja pengaju, di sampingnya Acting CFO dengan status page cetak, dan Inez memeluk laptop yang menyimpan tiga panel teknis. Arga duduk di kursi pengunjung, kepala sedikit menunduk. Naya memilih baris belakang—recusal bukan hanya di dokumen, tapi juga di jarak pandang. Hakim ketua membuka singkat: “Kami membaca brief dan amicus; kami ingin jawaban atas dua pertanyaan: apakah due process RUPS telah ditempuh, dan apakah media manipulatif memainkan peran yang mencemari penilaian.” Laila melangkah setengah ke depan. “Yang Mulia, tata kelola perusahaan bukanlah teater tempat persepsi menuntun adegan, melainkan bengkel tempat indikator menuntun keputusan.” Ia menyodorkan status page operasional yang menumpuk 90 hari terakhir—uptime sta

  • Tunangan Kontrak Sang CEO   Bab 213 — Meja Makan, Utang Moral, dan Saksi Tua yang Menyimpan Tombol

    Pagi itu, Naya memutuskan memulai hari di rumah ibunya. Dapur kecil dengan meja makan bulat menjadi ruang sidang yang lebih jujur dibanding gedung mana pun. Ibu menuang teh dan berkata tanpa tontonan, “Ayahmu bukan malaikat. Ia keras, ia kaku. Tapi kerasnya itu karena ia percaya pada metode. Ketika ia keberatan, ia tidak sedang melawan orang—ia sedang melawan cara.” Naya menatap wajah yang punya garis yang sama dengannya. “Kenapa kita tidak pernah membicarakannya?” tanya Naya. Ibunya tersenyum pahit. “Karena kita punya utang moral, bukan uang. Utangnya ke waktu yang tidak mau menunggu kita menjelaskan.”Percakapan itu tidak meledak. Tidak ada pelukan sinetron. Ada jeda, ada suapan kecil, ada tawa ringan ketika ibu salah menakar gula. Naya merekam di kepala: utang moral—kewajiban untuk menyelesaikan yang tertunda agar generasi berikutnya tidak memikul kabut. “Aku tidak akan memparadekan namanya,” kata Naya. “Aku hanya akan menaruh kalimatnya di tempat yang tidak bisa dipinda

  • Tunangan Kontrak Sang CEO   Bab 212 — Amicus yang Menyukai Kalender, Arsip yang Menyilangkan Waktu

    Keesokan paginya, kantor asosiasi pasar modal mengirim tanda terima: mereka akan mengajukan amicus. Di draft awal yang mereka bagikan “untuk komentar fakta”, kalimat kunci muncul tanpa dekorasi: “Transparansi berbasis jadwal dan indikator terukur lebih protektif bagi investor dibanding personal branding individu.” Sinta memegang kertas itu seolah memegang batu sungai—dingin, membumi. “Kalimat yang bisa bertahan lama,” katanya. Laila hanya mengoreksi ejaan dua kata; selebihnya ia biarkan beku.Amicus itu merujuk ke tiga hal yang tim gembirakan sejak awal: status page (operasional), recusal log (tata kelola), dan audit calendar (pengawasan). Mereka menulis bahwa pasar memerlukan predictability—dan predictability lahir dari jadwal yang ditepati, bukan dari wajah yang ditawarkan. “Kalimat yang tidak masuk film,” celetuk Arga, “tapi masuk neraca.”Saat e-mail “untuk komentar fakta” itu masih hangat, kabar lain mendorong pintu: arsip 1999 yang kemarin dibuka kini lengkap

  • Tunangan Kontrak Sang CEO   Bab 211 — Brief yang Tidak Meminta Disukai, Hanya Diminta Dibaca

    Pukul 06.40, lampu di war room sudah menyala. Laila datang dengan sweater abu-abu dan setumpuk draf yang pinggirnya penuh tanda kecil: garis, tanda kurung, dan angka halaman sebagai jangkar. Meja panjang dibersihkan dari semua yang berisik—tidak ada mug bergambar, tidak ada poster motivasi—tinggal monitor besar yang menampilkan judul ringkas: SUPPLEMENTAL BRIEF — Persepsi Bukan Dasar Tata Kelola. Di bawah judul, baris kecil yang lebih tegas: Rujukan: Status Page Operasional & Recusal Log.“Ini bukan pidato,” kata Laila ketika semua telah duduk. “Ini kunci pas. Kita kencangkan baut-baut yang mengendur karena kebisingan.” Ia menunjuk struktur: bagian I mendefinisikan kewajiban fidusia—bahwa pengurus mesti mengambil keputusan berdasarkan indikator objektif yang dapat diaudit (uptime, SLA, arus kas, catatan audit, kontrol akses); bagian II menempatkan persepsi sebagai variabel risiko terukur yang harus dikelola, bukan disembah; bagian III menolak penggunaan media manipulatif se

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status