Hasil analisis Inez turun seperti laporan cuaca: datar, tetapi menentukan apakah orang harus membawa payung. Modul yang ditanam di printer direksi menyimpan daftar singkat hash dokumen, ukuran berkas, dan waktu ‘denyut’—tanda ia mengirim sinyal kecil ke luar. Ketika Riri menautkan waktu-waktu itu ke data jaringan, garis merah muncul di peta: jejak keluar ke sebuah domain yang disamarkan, lalu melompat ke alamat IP milik hosting murah yang sering dipakai untuk menyembunyikan asal. Dari sana, arusnya berhenti di satu nama: Sagara Capital Link.
Nama itu tidak ada di daftar vendor resmi Mahendra. Daus mengerut. “Perusahaan cangkang,” tebaknya. Inez mengangguk, lalu menampilkan dokumen pendirian yang ditarik dari basis data publik. Sagara Capital Link didirikan satu tahun lalu, kantor terdaftar di coworking space, direktur tunggal bernama Sagara Wirya—nama yang, menurut catatan HR, pernah muncul sebagai tamu rutin saat Luki mengadakan pertemuan informal. “Rekan dekat,” kata SintHasil analisis Inez turun seperti laporan cuaca: datar, tetapi menentukan apakah orang harus membawa payung. Modul yang ditanam di printer direksi menyimpan daftar singkat hash dokumen, ukuran berkas, dan waktu ‘denyut’—tanda ia mengirim sinyal kecil ke luar. Ketika Riri menautkan waktu-waktu itu ke data jaringan, garis merah muncul di peta: jejak keluar ke sebuah domain yang disamarkan, lalu melompat ke alamat IP milik hosting murah yang sering dipakai untuk menyembunyikan asal. Dari sana, arusnya berhenti di satu nama: Sagara Capital Link.Nama itu tidak ada di daftar vendor resmi Mahendra. Daus mengerut. “Perusahaan cangkang,” tebaknya. Inez mengangguk, lalu menampilkan dokumen pendirian yang ditarik dari basis data publik. Sagara Capital Link didirikan satu tahun lalu, kantor terdaftar di coworking space, direktur tunggal bernama Sagara Wirya—nama yang, menurut catatan HR, pernah muncul sebagai tamu rutin saat Luki mengadakan pertemuan informal. “Rekan dekat,” kata Sint
Hari dimulai dengan kabar yang, di atas kertas, seharusnya melegakan: Dimas menerima NDA bersama addendum. Sponsor internasional langsung meminta call singkat untuk membahas kerangka kolaborasi. Di layar, beberapa wajah dari zona waktu berbeda muncul berderet: analis dampak sosial, penasihat reputasi, dan satu orang keuangan yang logatnya membuat kata-kata terdengar seperti angka. Naya memimpin penjelasan tanpa jargon. “Prinsipnya sederhana,” katanya. “Kami menaruh rencana di papan yang bisa diperiksa: daftar desa, target air bersih, anggaran pelatihan, serta dashboard yang dapat diakses publik. Kalau ada yang melenceng, semua orang melihat.” Ia memamerkan mock-up halaman open ledger: kolom tanggal, pemasok lokal, volume pipa, status perawatan. “Kami ingin proyek yang bisa disentuh, bukan sekadar poster.” Beberapa kamera berkedip tanda setuju. Seseorang menulis di kolom chat: “Pendekatan yang bisa dipahami nenek saya. Good.” Arga yang ikut di ujung pang
Keesokan siangnya, lounge kaca di lantai tengah menjadi panggung sopan santun yang terasa terlalu licin. Dimas datang dengan senyum yang sudah dilatih—hangat secukupnya, tidak menantang, tetapi juga tidak sungguh-sungguh. “CSR lintas perusahaan akan menenangkan pasar,” katanya sambil menaruh tablet di meja. “Varuna dan Mahendra, proyek air bersih. Kau pimpin komunikasi, aku bawa sponsor internasional. Kita potong kebisingan dengan cerita baik.”Nada bicaranya seperti musik lift: tidak salah, tetapi menyelinap. Naya menegakkan bahu. “Kedengarannya bagus di atas kertas.”“Tidak hanya di kertas,” Dimas menekankan. “Di pasar.” Ia menyodorkan tablet. “NDA standar, agar kita bisa bertukar angka sensitif tanpa bikin legal sakit kepala.”Kata “standar” adalah kata yang paling mencurigakan di dunia dokumen. Naya membaca halaman demi halaman. Di bagian kedua, ada baris yang membuatnya mendongak. Penerimaan dengan membuka dokumen—artinya, begitu tautan diklik, pihakn
Ruang rapat kecil di sisi utara gedung menjadi markas dadakan. Jam menunjukkan lewat pukul sembilan malam ketika Naya datang membawa termos teh dan logbook. “Kita kerja secukupnya, bukan berlebihan,” katanya, menatap satu-satu: Sinta untuk komunikasi, Daru untuk forensik internal, Daus teknisi jaringan yang jarang bicara, Riri analis data yang telaten, dan seorang tamu: Inez Hanafiah, analis forensik lepas dengan reputasi bersih.Inez menyalami singkat, ransel hitam masih di punggung. “Saya sudah tanda tangan NDA,” ujarnya. “Target awal?”“Printer lantai direksi,” jawab Daru. “Dugaan memo palsu dicetak dari sana. Ada queue aneh lewat guest net.”“Printer itu komputer yang kebetulan meludah kertas,” canda Inez ringan. “Kalau seseorang menaruh implant, ia bisa memotret apa pun yang lewat.”Mereka sepakat memulai dengan pemindaian pasif. Daus memetakan alamat IP; Daru memantau ARP table; Riri menarik syslog ke layar besar. Semua dilakukan tanpa menyentuh konfigurasi, agar pelaku tidak cur
Pagi dimulai dengan ruang rapat HR yang penuh kertas dan ketegangan yang ditata rapi. Laila memimpin sesi seperti konduktor orkestra: gerak tangan tenang, suara empatik, tetapi kalimatnya tegas. “Kita pasang firewall hubungan. Bukan menghukum orang, melainkan melindungi keputusan kerja,” ujarnya. Ia menatap satu per satu: Naya, Arga, Legal, dan perwakilan PR.Dokumen setebal beberapa belas halaman dibagikan. Intinya dijelaskan dalam bahasa yang bisa dipahami semua orang. Pertama, pembatasan akses data keuangan sensitif: siapa pun yang berpotensi memiliki konflik kepentingan tidak lagi bisa melihat laporan tertentu kecuali lewat permintaan resmi dengan alasan tugas. Kedua, rotasi approver untuk anggaran kampanye: pengajuan tidak boleh berhenti di jalur yang sama dua kali berturut-turut. Ketiga, recusal: Arga mundur dari penilaian langsung terhadap kinerja Naya; evaluasi pindah ke Laila dan direktur PR. Keempat, semua rapat berdua di kantor dicatat lokasinya dan, bila memungkinkan, berla
Berita ciuman balkon merayap ke setiap layar: portal bisnis, akun gosip, grup keluarga, sampai newsletter investor yang biasanya kaku. Sebagian orang menulis panjang tentang “chemistry yang tak terencana”, sebagian lagi menertawakan “PR yang kebablasan”. Kata kunci naik turun seperti lift. Di war room, grafik sentimen memperlihatkan dua warna yang saling mengejar: hijau dukungan, merah sinisme. Di komentar karyawan internal, nada lebih hangat, tetapi tetap hati-hati: mereka ingin perusahaan fokus bekerja, bukan jadi bahan acara gosip.Sore itu, dewan menggelar rapat darurat. Ruangan panel kayu terisi penuh. Ada yang bicara tentang risiko reputasi, ada yang mengingatkan tanggung jawab hukum, ada pula yang langsung menuding tanpa menyebut nama. “Hubungan personal di pucuk organisasi membuka celah,” kata seorang direktur independen. “Kita harus memberi sinyal tata kelola.”Ketua dewan mengetuk pena ke meja. “Sinyal, ya. Bukan hukuman massal.” Lalu ia menoleh pada Arga. “Apa garis besarmu?