Orang-orang di Myano Utara mengirimkan video penyiksaan ibuku kepada Hansen dan meminta imbalan uang.Dalam video itu, ibuku dipukuli sampai berlumuran darah. Dia terus mengutuk Lydia agar mati dengan mengenaskan sekaligus mengutarakan kerinduannya padaku.Hansen mengembuskan asap rokoknya dengan santai dan berujar."Cabut kedua ginjalnya, baru aku akan memberimu uang."Aku menatap sorot tatapan Hansen yang sarat akan hasrat membunuh dan sontak bergidik.Lalu, aku pun tersenyum dengan lega.Hansen belum tahu, tetapi adikku sudah menyiapkan sebuah kejutan besar untuknya.…Selama beberapa waktu belakangan ini, Hansen tidak pernah datang bekerja. Dia sibuk mabuk-mabukan setiap hari sambil memegang guci abuku dan memanggil namaku. Aku jadi merasa jengah.Aku berputar-putar mengelilingi Hansen selama beberapa saat, lalu Pak Erik mengangkat Hansen agar bangkit berdiri dari lantai dan berkata dengan cemas."Sesuatu terjadi, Pak Hansen. Dokumen rahasia perusahaan bocor, jadi proyek kita diblo
[Hal yang paling kusesali dalam hidup ini adalah jatuh cinta padamu. Kalau ada kehidupan kedua, kuharap kita nggak akan pernah bertemu lagi ….]Air mata Hansen pun terjatuh dan membasahi surat itu.Aku menonton dengan agak senang hingga Hansen tiba-tiba bergegas keluar kamar, lalu mengambil kunci mobil dari pintu masuk dan melaju menuju rumah sakit.…Lidya sangat gembira melihat Hansen. Dia bahkan menyapa sambil tersenyum, "Kak Hansen."Hansen segera menghampiri tempat tidur Lidya dengan ekspresi yang mengerikan, lalu mencengkeram leher Lidya dengan kencang.Tentu saja Lidya sangat terkejut dengan sikap Hansen.Wajahnya memerah dan dia mengayunkan tangannya dengan lemah untuk mencoba melepaskan diri dari cengkeraman Hansen."Lidya! Pak Hansen, apa-apaan ini! Lepaskan!"Ibuku bergegas mendekat dan memukuli Hansen, bahkan mencakar dan menggigit pria itu dengan kencang. Akhirnya, Hansen melepaskan Lydia.Ibuku memeluk Lidya yang terbatuk-batuk dan menegur Hansen sambil menangis."Pak Han
Aku sebenarnya sudah berulang kali mengingatkan diriku agar jangan merasa sedih atau kesal.Namun, entah kenapa air mataku tetap mengalir.Sekarang, aku baru sadar bahwa arwah juga bisa menangis.Ibuku terus mengoceh, dia tidak menyadari sorot tatapan Hansen yang berubah menjadi makin tajam dan sarat akan hasrat membunuh.Setelah ibuku bilang membuang abuku, tangan Hansen yang besar langsung mencengkeram tulang bahu ibuku dengan begitu kuat hingga nyaris meremukkannya.Pak Erik berusaha sekuat tenaga untuk menarik Hansen menjauh, lalu mencondongkan tubuhnya ke telinga Hansen dan menasihati dengan serius."Pak Hansen, kalau nggak segera ke sana, abu Nona Revina akan hilang."Lidya tidak mengacuhkan tubuhnya yang baru saja menjalani operasi. Dia bergegas keluar dari kamar rawat dan berseru dengan lantang."Kak Hansen, apa kamu sudah nggak menginginkan aku lagi?""Kakakku sudah tiada, tapi apa kamu juga mau aku menyusul?"Hansen berhenti melangkah, tetapi tidak menoleh."Sudah kubilang, y
Hansen juga balas tersenyum."Lydia, kamu baik-baik saja. Istirahatlah yang cukup. Aku pergi dulu."Lydia buru-buru meraih tangan Hansen dengan wajah yang pucat dan air mata yang mengalir turun."Kak Hansen, sebelum aku masuk ke ruang operasi, kamu bilang akan berjanji satu hal padaku. Apa itu masih berlaku?"Hansen mengangguk dan berujar dengan tegas."Tentu saja, itu berlaku sampai kapan pun."Lidya pun berujar dengan suara pelan."Kak Hansen, aku menyukaimu dan ingin bersamamu."Pengakuan mendadak ini membuat Hansen sedikit kehilangan kata-kata.Dia terdiam beberapa saat, lalu berkata perlahan."Lydia, aku sudah berjanji pada kakakmu untuk menikahinya. Aku nggak bisa mengecewakannya."Lidya menyahut dengan tercekat."Kamu nggak bisa mengecewakannya, tapi bisa mengecewakanku? Kamu sudah lupa perbuatanmu padaku malam itu?"Rasanya seperti ada seutas tali dalam hatikku yang langsung putus.Aku sontak merasa mual dan muntah-muntah.Ternyata arwah masih memiliki emosi dan perasaan. Sudah
"Kamu fokus saja dengan operasimu, biarkan dia di vila itu untuk merefleksikan diri. Nggak usah memikirkan soal itu."...Malam itu, Hansen tidak pulang karena Lidya memohon agar dia tetap tinggal.Hansen pun bersandar di jendela tangga darurat sambil merokok. Dia mengeluarkan ponselnya dan berulang kali menghubungi telepon rumah vila itu.Telepon Hansen tidak tersambung karena telepon rumah sedang sibuk, jadi dia akhirnya menelepon Pak Erik dengan frustasi."Kamu yakin telepon di vila hanya bisa menerima panggilan masuk dan nggak bisa melakukan panggilan keluar?""Iya, yakin, Pak Hansen," jawab Pak Erik dengan tegas di ujung telepon sana.Hansen mengisap rokoknya dalam-dalam dan berkata dengan dingin."Besok pergilah ke sana. Cari tahu mengapa telepon vila selalu sibuk dan nggak bisa dihubungi."Entah apa yang sedang dirasakan Hansen saat ini. Yang jelas, dia sama sekali tidak bisa tidur dan sesekali mencoba menelepon ke telepon rumah vila.Pagi-pagi sekali, dokter datang untuk memban
Ayahku diam-diam mengajakku makan restoran cepat saji karena Lydia sendiri sedang sakit dan tidak bisa makan. Ayahku tidak ingin aku kehilangan kegembiraan masa kecilku.Orang tua kami sudah berusaha semaksimal mungkin untuk memperlakukan Lidya secara adil, tetapi ternyata itu justru menumbuhkan bibit kebencian dalam hati Lidya.Lidya menatapku dengan ekspresi arogan."Sebenarnya, aku sudah lama tahu soal perselingkuhan Ayah. Akulah yang menutupinya.""Bibi itu sangat baik, dia lebih cantik dan lembut daripada Ibu. Yang terpenting, dia kaya dan selalu membelikanku apa yang kuinginkan.""Siapa sangka pas pertama kali Ayah mengajakmu berselingkuh, Ayah malah ketahuan. Sayang sekali. Kamu benar-benar malapetaka ...."Aku refleks menengadah dan memelototi Lidya, rasanya ingin sekali aku mencabiknya.Waktu ikut ayahku berselingkuh di rumah bibi itu, aku langsung tertidur setelah meminum air yang diberikan bibi itu.Aku sudah menanggung cap jelek ini selama bertahun-tahun. Ibu dan para kerab