Share

Tunggu Jandaku, Om!
Tunggu Jandaku, Om!
Penulis: Ratih Bryan Kenzie

Bab 1

Sore ini seorang ibu muda terlihat melamun sendu sambil memandangi wajah ceria putri kecilnya, menyaksikan guratan senyum bahagia terpancar di wajah polos yang tengah asyik bermain bersama teman barunya di taman itu.

"Maafkan mama, Sayang, mama terlalu egois padamu ... mama akan berusaha sebaik mungkin menjadi mama sekaligus ayah untukmu", gumamnya pelan sambil menyeka bulir bening yang meluncur bebas dari sudut mataku.

***Ria POV***

Empat tahun sudah aku berjuang membawanya pergi dari kehidupan kami yang sebelumnya, dimana kehidupan yang sangat membuatku tersiksa penuh dengan tekanan bathin.

Aku pergi dari suami tercinta dan mertua yang selalu menyakiti hati dan perasaanku.

Aku akui caraku memang salah, tapi sang waktu telah membuktikan bahwa apa yang kulakukan ini memang benar dan semua untuk kebaikan putri semata wayangku yang sekarang berusia delapan tahun.

"Mama ... Dhea main dulu ya di sini, Dhea janji gak lama, kok," teriak putriku dari tempatnya bermain dengan teman-temannya sambil menyunggingkan senyuman.

"Iya, Sayang, hati-hati jangan lari-larian nanti jatuh!" balasku padanya yang sedang kejar-kejaran penuh dengan tawa riangnya.

Setiap sore sepulang kerja aku memang selalu mengajaknya bermain di taman dekat kompleks. Alasannya agar dia selalu bisa menikmati masa indah bermain bersama teman-temannya.

Tanpa sadar aku kembali mengingat senyuman gadis kecilku, senyuman itu adalah senyuman yang sama yang dimiliki ayahnya.

Lelaki yang dulu sangat kucintai, tapi lama-lama kubenci karna sikap bodohnya yang terlalu membiarkan ibunya mencampuri urusan pribadinya meski dia telah berumah tangga.

Rasanya sakit sekali hati ini bila mengingat semua kejadian itu, dimana suamiku hanya bisa diam melihatku disakiti oleh ibunya.  Bahkan selalu membenarkan juga membela ibunya. Katanya dia selalu percaya dan harus menuruti setiap perkataan ibunya meskipun sebenarnya salah agar dia tak menjadi anak durhaka.

"Oh Tuhan setelah aku bisa memendam lukaku selama empat tahun ini, kenapa engkau pertemukanku kembali dengannya, lelaki yang tak bisa tegas mempertahankan anak dan istrinya?" keluhku pelan yang diiringi bulir bening yang jatuh bebas dari sudut mataku.

*** Flash back dua  hari yang lalu ***

Aku tengah asyik menikmati makan malam dengan Dhea putriku di sebuah rumah makan sederhana tapi cukup terkenal di dekat kompleks rumahku, lebih tepatnya disebut mess yang disediakan oleh perusahaan tempatku bekerja.

Aku sangat bersyukur bisa mendapatkan fasilitas mess itu karna selain dekat dengan kantor jadi tidak perlu mengeluarkan uang untuk ongkos berangkat maupun pulang, aku juga bisa pulang untuk sekadar menengok dan makan siang bersama putriku saat jam istirahat tiba yang hanya sendirian di rumah.

Entah karna apa alasannya, aku yang hanya seorang bawahan biasa yaitu sebagai OG (office girl) bisa mendapatkan fasilitas itu. Yang jelas aku sangat bersyukur dan berterima kasih pada bos yang belum pernah kulihat orangnya itu.

Saat tengah asyik bercanda dengan Dhea, tiba-tiba datanglah seorang anak laki-laki masih kecil berusia sekitar 3 tahun-an tersenyum pada kami.

Dengan malu-malu dia menyapa kami dan memegang tangan kananku.

"Tante Cantik, boleh tidak Diego ikutan main?" tanyanya polos dan pelan nyaris tak terdengar mungkin sambil menahan malu.

"Oh ... nama adik ganteng Diego ya?" tanyaku sambil tangan kiriku mengelus tangan kecilnya yang masih memegang tangan kananku.

"Iya, Tante. Boleh gak, Diego ikut main sama Kkak Cantik itu?" ijinnya lalu tersenyum ke arah Dhea.

"Tentu boleh, Sayang, sini duduk di kursi sebelah tante sama kak Dhea. Diego kesini sama siapa?" tanyaku lagi sambil mendudukannya di kursi sebelah.

"Sama papa, Tante," jawabnya polos sambil celingukan mungkin mencari papanya.

"Papanya mana sayang?" Aku pun ikut celingukan berusaha mencari orang yang dimaksud Diego.

"Tadi papa bilang mau ke toilet, Diego disuruh nunggu di meja. Tapi pas Diego lihat Kakak sama Tante Cantik main, Diego pengen ikutan," terangnya terbata.

"Ok, Sayang, kalau begitu sambil nunggu papanya Diego, kita main tebak-tebakan yuk sama kak Dhea? Oh iya, kenalan dulu dong! Masa mau main bareng gak saling kenal!" Kugeser piring dan gelas kami yang sudah selesai makan ke arah meja kosong yang tak terpakai.

"Anak pintar, berani, manis dan ganteng Diego ini," gumamku pelan memuji sosok anak kecil menggemaskan yang tengah bermain dan bercanda tawa dengan kepolosan dan keluguan mereka.

Aku sampai tersenyum lepas lebih tepatnya menahan tawa mendengar ocehan konyol keduanya. Hingga tiba-tiba tanpa kusadari ada seorang pria yang mendekat setelah beberapa saat mengamati kami dari kejauhan dengan mata berkaca-kaca.

"Diego ... kamu di sini? Papa nyari kamu kemana-mana, Nak!" ucap lelaki itu lalu menggendong dan memeluk Diego.

Aku pun terkaget lalu menengok ke arah suara nge bass itu, untuk beberapa saat waktu terasa berhenti berputar. Aku terkejut bukan main saat menatap wajah lelaki itu, dia ... dia ... ah, kenapa aku harus bertemu dengannya?

*** Dio POV ***

Setelah selesai menunaikan panggilan alam yang sedari tadi tak mampu kutahan, aku segera berjalan setengah berlari untuk segera menemui putraku Diego yang terpaksa kutinggal sebentar di meja rumah makan di kota B yang baru tadi pagi kuinjaki. 

Aku sebenarnya tidak tega meninggalkan Diego sendirian, anak yang masih berusia tiga tahun, tapi apalah daya karna hasratku untuk ke toilet sudah tak tertahankan di tambah dia merengek tidak mau ikut dan lebih memilih menghabiskan menu makan malamnya.

Walau ragu, tapi aku berusaha yakin akan kepandaian dan keberaniannya bahwa dia akan baik-baik saja, dan sebisa mungkin secepat kilat kuselesaikan misiku itu.

Namun, setelah kembali, alangkah terkejutnya aku yang melihatnya tidak ada di meja makan yang kami tempati tadi. Dengan panik aku berusaha mencarinya, kukelilingi rumah makan ini, tapi tetap tak menemukannya dan pandanganku berubah kelegaan saatku ketahui dia ada di salah satu kursi di pojok ruangan di salah satu meja rumah makan ini.

Aku berusaha mendekat ke meja itu dan alangkah terkejutnya saat melihat seorang perempuan dan gadis kecil yang sedang bercanda dengan Diegoku.

"Ria ...," ucapku pelan saat melihat dengan jelas wajah yang sangat kukenali dan bahkan kurindukan itu.

"Tunggu, mungkinkah itu Dhea putriku? Kamu sudah besar, Sayang?" Memoriku kembali memutar saat-saat kebersamaan kami dulu, tak terasa sudut mataku mengalir butiran air mata yang kemudian segera kuhapus mengingat saat mereka pergi meninggalkanku empat tahun yang lalu.

Kumantabkan langkah kaki menghampiri mereka, sejujurnya aku merasa sangat bahagia melihat orang-orang yang kusayangi berkumpul di tempat yang sama setelah lama tak berjumpa.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status