"Pusing banget lihat angka, masuk psikologi biar nggak lihat angka tapi tetap aja."
Zafran menatap Vania sambil menggelengkan kepalanya dengan senyum tipisnya "Kamu yakin biaya rekrutmen segini dalam setahun? Job fair dan iklan? Kamu nggak masukin itu? Dua itu lumayan besar loh, tapi kamu udah review dari iklan berbayar gimana?""Yakin, pak. Job fair bisa cari yang gratis, biasanya Disnaker ngadain." Vania mengatakan dengan penuh semangat "Iklan berbayar lumayan dapatnya, pak. Sayangnya nggak semua iklan berbayar itu bisa dapatin kandidat yang sesuai, seringnya kita kalah sama pabrik besar yang sudah ada nama. Pabrik kopi depan, semua sudah tahu track recordnya dan tetap saja banyak yang memilih masuk kesana dibandingkan sini.""Kamu nggak masukin biaya buat banner, spanduk dan transportasi?" Zafran memilih fokus pada masalah biaya."Memang harus, pak?" Vania mengerutkan keningnya yang diangguki Zafran, seketika Vania menatap tidak percaya "Buk"Pusing banget lihat angka, masuk psikologi biar nggak lihat angka tapi tetap aja." Zafran menatap Vania sambil menggelengkan kepalanya dengan senyum tipisnya "Kamu yakin biaya rekrutmen segini dalam setahun? Job fair dan iklan? Kamu nggak masukin itu? Dua itu lumayan besar loh, tapi kamu udah review dari iklan berbayar gimana?" "Yakin, pak. Job fair bisa cari yang gratis, biasanya Disnaker ngadain." Vania mengatakan dengan penuh semangat "Iklan berbayar lumayan dapatnya, pak. Sayangnya nggak semua iklan berbayar itu bisa dapatin kandidat yang sesuai, seringnya kita kalah sama pabrik besar yang sudah ada nama. Pabrik kopi depan, semua sudah tahu track recordnya dan tetap saja banyak yang memilih masuk kesana dibandingkan sini." "Kamu nggak masukin biaya buat banner, spanduk dan transportasi?" Zafran memilih fokus pada masalah biaya."Memang harus, pak?" Vania mengerutkan keningnya yang diangguki Zafran, seketika Vania menatap tidak percaya "Buk
"Penilaianmu semakin jelek. Kamu sudah nggak fokus dalam melakukan seleksi jadinya seperti ini, rasanya aku training kamu dulu nggak ada hasilnya sekarang." Vania menatap tidak percaya mendengar kalimat Andreas setelah membaca beberapa kandidat pilihannya, memang dirinya sadar jika tidak ada yang masuk kriteria tapi karena Andreas meminta dengan cara memaksa akhirnya Vania memberikan padanya dengan mengirim beberapa kandidat yang menurutnya sesuai."Mas minta lihat sekarang, ya udah aku kasih tunjuk dan aku asal kasih karena aku belum baca secara menyeluruh. Lagian kenapa sih keluar? Bukannya Pak Fandy minta mas buat handle disini? Berubah pikiran? Aku harus ikut juga? Mas tahu sendiri kalau aku ini...nggak bisa ngikuti ritme kerja di ibukota. Bisa-bisa stress aku disana, mending disini ajalah." Vania menyandarkan tubuhnya di sandaran sofa."Kamu bisa berkembang, kamu katanya mau kuliah lagi. Buka aja lembaga psikologi disana, nanti aku modalin." Andreas
"Kandidat kemarin gimana? Kapan bisa masuk? Kalau bisa setelah Siska keluar, kamu nggak masalah training lagi?" "Nggak masalah, pak." "Harusnya kemarin lebih sadar gimana karakternya, sedikit terkejut dia begitu karena waktu interview dia manis banget." Zafran memijat kepalanya pelan "Kamu selesaikan yang jadi permintaan Pak Andreas." Berbicara dengan Siska membuat mereka berdua lelah, sikapnya yang tidak terima dipecat semakin membuat pusing. Sekarang yang harus mereka antisipasi adalah Siska yang akan berbicara tidak-tidak dengan mereka semua, tapi satu hal setidaknya Zafran memberi keputusan mendekati jam pulang kerja dan itu secara otomatis Siska tidak akan kembali ke kantor."Gimana, mas?" Vania menatap Reno yang masuk kedalam ruangan."Pak Isa hanya memijat kepalanya, setidaknya perwakilan buruh paham jika itu memang tidak akan terjadi, lagipula kita belum ada pembicaraan kesana dengan mereka. Sudah pulang?" Reno menatap tempat d
"Apa itu yang namanya penyelesaian? Apa yang kamu lakukan sama mereka? Mana yang kamu bilang mudah? Apa begitu caranya? Kamu kira Vania akan melakukan hal itu?" Vania diam dan hanya menatap Siska, kejadian sangat cepat saat dirinya menyusul ke tempat mereka. Keadaan sudah tidak baik-baik saja ketika dirinya datang, membuatnya mau tidak mau masuk kedalam sebelum hal ini sampai ke telinga Andreas dan Fandy. Vania sangat yakin jika tidak lama lagi Isa akan ke ruangan untuk membahas hal ini, Siska membuat kesalahan yang mungkin akan menjadi besar jika mereka terlambat."Bu Titik sama Vania, kalian lebih baik datangi Pak Isa." Zafran menatap mereka gantian."Pak Isa datang terlambat karena mengantarkan istrinya kontrol, pak." Vania menjawabnya ketika mengingat posisi Isa. "Saya minta satpam buat arahin Pak Isa langsung kesini kalau datang." Titik membuka suara yang diangguki Zafran."Kamu tahu letak kesalahanmu?" Zafran mengalihkan pandangan
"Sebenarnya aku punya salah apa sama kamu? Apa ada sesuatu yang aku lakukan dengan nggak sengaja sampai buat kamu sakit hati?" Siska menatap Vania tanpa mengeluarkan suara sama sekali, bahkan menjawab pertanyaannya "Mbak ngerasa melakukan kesalahan?" "Apa ada hubungan dengan aku yang nggak pernah ada di tempat? Aku hanya nyuruh kamu melakukan pekerjaan tanpa kasih instruksi, maaf kalau kita nggak ada komunikasi diantara kita." Vania memberikan tatapan penyesalan kearah Siska."Dunia kerja bukannya gitu, mbak?" Vania terdiam dan menatap Siska yang tampaknya akan mengeluarkan semua dirasakannya "Kalau nggak tahu salah apa, nggak usah minta maaf. Komunikasi kurang? Memang iya? Kalau aku ngerasa baik-baik saja gimana? Nggak ada masalah, kan?"Mendengar pertanyaan Siska, lebih tepatnya pembelaan yang bagi Vania malah tidak menyelesaikan permasalahan. Beberapa hari ini setelah pembicaraannya dengan Zafran membuat Vania memikirkan apa saja yang membuat
"Penilaianmu tentang Kevin benar, aku ajak bicara Pak Fandy tentang Kevin karena bagaimanapun nanti akan melibatkan keluarga jika terjadi sesuatu. Pak Fandy bilang jika mereka bisa profesional, kita masih pakai jasa Bu Susan dan Pak Wisnu meskipun sudah ada keuangan." "Kevin bagian keuangan restoran?" Vania menegaskan kalimat Andreas yang hanya menganggukkan kepalanya "Aku hubungi Kevin?" "Ya, masa aku yang hubungi? Kamu HRnya loh." Andreas menatap gemas pada Vania.Vania menghela napas panjangnya "Tugasku banyak banget ya? Udah ada asisten tapi tetap nggak berasa ada." "Memang kenapa asistenmu? Pak Zafran tahu? Ada masalah?" Andreas memberikan tatapan penuh perhatian."Semua di ruangan tahu, Pak Zafran belum ada waktu buat ngajak bicara kita. Dia itu kayak...dibilang iri...nggak...tapi kelihatan banget iri...penting itu kerjanya kayak nggak serius...panggil kandidat kaya asal banget. Dia kasih kandidat ke Pak Zafran nggak sesuai sama