Share

7

Author: nura0484
last update Last Updated: 2025-09-09 19:00:18

"Kalian tahu letak kesalahannya? Bagaimana bisa outsourcing belum membayar gaji karyawan pabrik?"

"Mereka belum menerima uang dari kita, Cik. Saya sudah bicara sama Aulia, dia bilang Cik Fifi belum tanda tangan." Titik menjawab pertanyaan Fifi dengan santai.

"Harusnya kalian berdua bisa handle. Selama ini kita nggak pernah telat bayar mereka." Fifi menatap penuh emosi kearah Titik.

"Pihak outsourcing sudah kasih bukti rekening koran, Cik. Mereka juga berkali-kali hubungi Aulia dan jawabannya minta dibayar dulu sesuai perjanjian, tapi sudah tiga bulan ini pembayaran terkesan lamban." Vania membuka suaranya.

"Kita nggak pernah telat bayarnya!" Fifi mengatakan dengan suara keras "Kamu ada di pihak kita atau mereka?"

"Saya berada di pihak yang benar, Cik." Vania menjawab santai.

"Jangan mentang-mentang Andreas membela kamu jadinya besar kepala. Kamu bisa saya pecat kalau memang nggak becus kerja."

"Siap, Cik. Apa Cik Fifi bisa melakukan hal yang sama pada Aulia?" Vania menanggapi dengan sangat santai.

"Kenapa Bu Fifi tidak bertanya pada Aulia? Bukti jika dia membayar tepat waktu, kalau dia bayar tepat waktu permasalahan ini tidak mungkin terjadi." Zafran membuka suaranya "Bagaimana, Mbak Aulia?"

"Waktu itu keuangan pabrik memang nggak bagus, Cik. Banyak pengeluaran dari produksi, bukan hanya itu saja ada juga pengeluaran yang Cik Fifi lakukan untuk restoran. Saya jadinya memakai uang outsourcing, uang yang harusnya dipakai bayar gaji karyawan." Aulia membuka suaranya.

"Panggil Bu Susan dan Pak Wisnu. Audit keuangan. Kita lihat siapa yang benar dan salah." Fandy membuka suara dengan keputusan yang membuat semua terkejut "Pihak HR, saya minta bukti yang kalian punya. Kalau bisa bukti itu kalian simpan, siapa tahu memang diperlukan nantinya."

Satu per satu keluar dari ruangan, tidak ada yang membuka suara. Biasanya Vania berbicara atau bercanda dengan Aulia, tapi sekarang tidak sama sekali. Memasuki ruangan disambut tatapan penasaran dari Reno dan Putri, Vania meminum air dari botol untuk menghilangkan ketegangan. Titik menceritakan semua yang terjadi di ruang rapat atau ruang penghakiman, sesekali Zafran menambahi jika ada yang kurang dari cerita Titik.

"Buktinya jangan kasih tahu ke siapapun, bu." Zafran mengingatkan Titik yang menganggukkan kepalanya "Vania dan Putri, mulai membatasi informasi pada pihak diluar HR."

Suara pintu terbuka, semua mata menatap kearahnya. Tampak Aulia datang dengan ekspresi kesal, mendatangi meja Vania penuh emosi.

"Aku kan sudah bilang akan bayar. Kenapa malah dibawa ke permukaan? Lagian mereka ngapain ngabarin Pak Fandy masalah begini! Kamu nggak bisa handle? Masalah begini saja kamu nggak bisa handle..."

"Saya yang minta Vania dan Titik menghentikan ini semua." Zafran memotong kalimat Aulia "Sudah terlalu sering kamu dibantu, bukannya diselesaikan malah menjadi. Harusnya kamu ngaca kalau perbuatan ini salah."

Aulia menatap tajam kearah Vania "Aku akan bawa kamu!"

Vania membuka mulutnya tidak percaya mendengarnya, membawa dalam hal apa yang dimaksud Aulia. Selama ini dirinya tidak pernah melakukan apapun, tapi bukannya selama ini melindungi Aulia agar tidak mendapatkan kemarahan dari Fifi.

"Apa dia ambil uang itu?" Reno mengeluarkan suara ketika Aulia keluar dan semua menatap kearahnya "Kamu dapat uangnya?" Reno menatap Vania yang langsung menggelengkan kepalanya "Bu Titik dan Putri?" Reno menatap mereka berdua yang seketika bergantian.

"Apa makan bekal dia termasuk menikmati uang?" tanya Vania tiba-tiba.

"Memang kamu tahu bekal pakai uang apa? Bisa fitnah yang ada." Reno menggelengkan kepalanya.

"Kita semua tahu gaji yang didapat berapa, dia nggak mungkin dua digit. Suaminya nggak kerja, tapi dia selalu ajak makan di hotel atau restoran setiap ulang tahun, belum lagi ultah anaknya yang dilaksanakan di hotel. Boleh nggak curiga?" Putri mengeluarkan suaranya.

"Nggak usah bahas kehidupan dia. Sekarang yang jadi fokus adalah outsourcing segera terbayar dan pertanyaan akan tetap sama buat Vania, apa kamu terlibat? Apa kamu ada hubungan dengan uang itu?" Zafran menatap dalam Vania yang seketika menggelengkan kepalanya.

"Mungkin bukan masalah uang, pak. Vania selama ini membantu Aulia bicara sama pihak outsourcing, sebenarnya bukan hanya Vania tapi saya dan Putri ikut serta. Kami tahu salah, makanya memilih terbuka dengan bapak karena pertemuan dengan pihak outsourcing yang selalu mengeluh. Kalau hanya satu nggak masalah tapi ini ketiganya, cuman yang satu memang sudah nggak kuat." Titik membuka suaranya.

"Sebelum Pak Zafran datang kami pernah bicara sama Cik Fifi, beliau malah jawab cari outsourcing yang mau dibayar belakangan. Saya diminta evaluasi mereka, hasilnya mereka bagus tapi balik lagi masalah biaya." Vania menambahkan kalimat Titik.

"Semoga saja hasil audit menemukan hal yang mengejutkan."

Semua mata menatap kearah Reno yang memilih beranjak dari tempatnya dan keluar dari ruangan, kalimat yang penuh tanda tanya dan keempat orang hanya saling memandang. Vania memilih menatap laptopnya, pekerjaannya jauh lebih penting dibandingkan permasalahan outsourcing.

"Alur outsourcing gimana?" Zafran mendekati Vania yang hampir saja teriak karena jarak terlalu dekat.

"Mereka cari, interview, kalau ok bawa kesini dan saya interview lagi baru selanjutnya training seminggu dengan pengawasan team leader dan evaluasi." Vania menjawab setelah memundurkan kursinya agar tidak terlalu dekat.

"Digaji?"

"Nggak kalau seminggu. Perhitungan gaji setelah seminggu, gaji akan keluar kalau mereka sudah satu bulan dari masuk. Kalau nggak sampai sebulan, biasanya tetap dapat tapi harus ada penjelasan kenapa keluar. Rata-rata mereka memang bertahan cukup lama, paling lama enam bulan atau lebih."

Zafran menganggukkan kepalanya "Serikat pekerja?"

"Bapak tahu sendiri gimana Cik Fifi, mana ada serikat begituan. Pak Fandy masih memanusiakan manusia, tapi Cik Fifi jangan harap." Titik menimpali dengan nada kesal.

Vania dan Putri menahan tawa mendengar nada Titik, mereka tahu selama ini Titik adalah bual-bualan Fifi hanya saja kepribadian Titik yang tidak peduli dan tidak pernah sakit hati selalu menganggap kalimat Fifi hanya angin lalu.

"Bu Titik sama Vania dipanggil Pak Andreas." Putri menutup telepon dan mereka saling menatap.

"Saya nggak?" Putri menggelengkan kepala menjawab Zafran "Kalian kesana, siapa tahu ada Pak Fandy juga."

Menuju ruangan Andreas dengan bertanya-tanya, harusnya memang Zafran ikut bersama mereka tapi kenapa tidak. Masuk kedalam dan hanya ada Andreas yang duduk di sofa, melalui gerakan mata menyuruh mereka berdua segera duduk. Andreas tidak banyak basa-basi dimana langsung meminta mereka berdua menceritakan hal sebenarnya.

Titik menceritakan hal yang sama ketika pertama kali menceritakan pada Zafran dan saat di ruang meeting beberapa hari lalu, Andreas diam mendengarkan tanpa berniat membantah sama sekali. Vania menambahkan beberapa hal berdasar versinya setelah Titik selesai cerita, Andreas menghela napas panjang sambil menggelengkan kepalanya.

"Kalian ini sama saja membantu kejahatan, bagaimana bisa kalian berdua melakukan ini. Bu Susan dan Pak Wisnu akan mengaudit semua transaksi keuangan, dimana artinya semua ini masuk dalam masalah serius. Bu Titik, kamu hubungi pihak outsourcing sekarang untuk datang, siapkan ruang meeting dan ajak Pak Zafran. Kamu bisa keluar sekarang." Andreas memberikan perintah yang langsung membuat Titik keluar "Vania, bagaimana bisa kamu menjadi bodoh begini? Kamu bisa cerita semua ke saya."

"Saya tidak mau Pak Andreas terlibat dalam masalah seperti ini," ucap Vania jujur.

"Kamu buat saya pusing, Vania. Saya harus membela kamu agar tidak kena dalam proses audit, saya harap kamu tidak terlibat terlalu dalam."

"Saya bisa membela diri sendiri, pak. Saya tidak mau merepotkan, bapak."

"Saya suka kamu repotkan."

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Turn Out   54

    "Pak Gun masuk di restoran baru? Asistennya Chef Edwin?" "Katanya sih begitu." Vania memilih jawaban aman.Berita tentang restoran lama yang akan buka kembali gagal sudah di dengar satu kantor, mereka semua bertanya-tanya tentang alasan sebenarnya. Ketidakhadiran Fifi di perusahaan semakin membuat orang berpikir yang tidak-tidak, Vania dan Zafran tidak mengeluarkan sama sekali. Semua orang tahu dimana Fifi yang sangat ambisius membuka kembali restoran lama agar bisa kembali berjaya seperti dulu, dan pastinya menyaingi restoran baru."Restoran lama nggak jadi?" tanya Titik dengan nada penasaran."Belum tahu, bu." Vania menjawab kembali."Kandidatnya gimana?" Titik masih penasaran dengan banyak hal."Kandidat sudah ketemu sama Pak Edwin dan Pak Bayu, mereka yang lolos langsung masuk kesana," jawab Adel yang diangguki Vania."Cik Fifi kemana sih? Aneh banget tiba-tiba nggak datang lagi." Titik menatap Vania dalam seakan in

  • Turn Out   53

    "Kenapa nggak kasih tahu tentang Cik Fifi?"Andreas menatap sambil mengangkat alis mendengar kalimat pertanyaan Vania "Siapa yang kasih tahu?" "Kemarin-kemarin mas ngurusin Cik Fifi?" tanya Vania tanpa menjawab pertanyaan Andreas.Andreas menghela napas panjang "Nggak, ada kerjaan disini. Ngurus masalah Bu Fifi hanya sehari itu. Kamu tahu darimana? Gun?" Vania menganggukkan kepalanya "Jangan kesebar, bisa marah Pak Fandy." "Anak-anak curiga sudah," ucap Vania mengingat pembicaraan di ruangan."Biarin. Jangan sampai dibuka, bagaimanapun bisa dikatakan aib." "Cuman periksa saja, kan?" tanya Vania penasaran."Pak Fandy nggak kasih tahu lagi selanjutnya, beliau sibuk mengurus masalah Bu Fifi. Aku menggantikan beberapa tugasnya yang nggak bisa dijalani karena masalah ini. Masalah Gun sendiri aku juga nggak tahu gimana, Pak Fandy belum membicarakan hal ini sama sekali." "Separah itu?" Andreas mengangkat bahunya "K

  • Turn Out   52

    "Pak Gun yang memutuskan kandidat." "Cik Fifi memang kemana? Udah lama beliau nggak datang." "Baru dua hari nggak kesini, lamaan yang waktu kasus Aulia." Zafran memutar bola matanya malas mendengar kalimat Vania."Tetap aja lama, mas. Jadi ini kandidat Pak Gun yang seleksi? Aku hubungi beliau gitu?" Zafran menganggukkan kepalanya "Serius, nggak ada informasi Cik Fifi kemana?" "Mungkin nggak boleh kesini sama Pak Fandy." Zafran mengangkat bahunya "Udah buruan hubungi Pak Gun, kalau bisa lusa ketemu sama dia."Rasa penasaran atas ketidakhadiran Fifi membuat banyak pemikiran yang tidak-tidak, ditambah pembicaraan mereka bertiga terakhir di rumah orang tua Vania. Mereka bahkan belum melakukan apa yang direncanakan, apa sudah melakukan tapi tidak ada yang memberitahu dirinya.Mengambil ponselnya untuk menghubungi Gun, menanyakan waktu luang agar bisa melakukan seleksi pada karyawan yang akan masuk di restoran. Pintu terbuka sebelum

  • Turn Out   51

    "Gajinya kebesaran, nggak cocok sama anggaran yang sudah dibuat." "Maaf, bukannya kisaran gaji ini sudah sesuai dengan arahan Pak Fandy? Kita menggunakan..." Zafran menutup mulutnya seketika."Restoran ini nantinya yang megang saya atau Pak Fandy?" potong Fifi membuat semua terdiam "Perhitungan saya nggak segini. Kalian ini apa-apa dengarin Pak Fandy. Saya yang pegang restoran ini bukan dia. Jadi apa kata saya." "Maaf, bu. Instruksi Pak Fandy adalah menyamakan dengan restoran yang dibuat olehnya." Zafran masih mengatakan dengan nada sopannya."Kamu nggak kesal Vania sama Andreas?" "Maaf? Maksudnya apa ya, bu?" Zafran mengerutkan keningnya mendengar pertanyaan yang diluar pembahasan."Saya tahu kalau kamu menyukai Vania, bahkan kalian sudah melakukannya. Memang kamu nggak masalah mereka bersama?" Fifi menompang dagunya dengan tangan menatap dalam Zafran."Kami nggak berjodoh, bu." Zafran menjawab dengan bijak dan tenan

  • Turn Out   50

    "Bu Fifi belum datang, tumben?""Ada urusan mungkin. Del, kandidatnya udah datang?" Vania menatap Adel yang menganggukkan kepalanya "Kita interview bareng aja, berapa kandidatnya?""Sepuluh, mbak." "Bagi dua aja. Kamu di tempat biasa, aku di tempatnya Pak Andreas. Besok masih ada lagi?" "Masih, mungkin lebih banyak. Memang nggak papa pakai ruangan Pak Andreas? Pak Andreas ada di ruangan atau nggak?" "Nggak papa, Del. Khusus dia aja." Putri membuka suara yang ditanggapi Vania hanya dengan gelengan kepala "Aku penasaran kenapa Cik Fifi belum datang, nggak mungkin karena kemarin." Semua hanya tahu jika Fifi memarahi Vania yang berkaitan dengan rekrutmen karyawan restoran yang dipegangnya, tidak ada yang tahu kalimat yang keluar dari bibir wanita itu yang menyakitkan Vania. Terjawab sudah alasan dibalik sikap Fifi pada dirinya, tidak tahu siapa yang salah tapi memang perasaan tidak akan pernah bisa disalahkan. Fifi yang memang su

  • Turn Out   49

    "Kamu benar nggak mau kasih tahu sama suami sendiri apa yang dikatakan Bu Fifi?" "Nggak ada yang penting, mas. Masalah kandidat aja." Vania menjawab sambil meletakkan peralatan makan di tempatnya "Nggak usah dianggap serius." "Gimana nggak dianggap serius kalau ekspresi kalian waktu kita berdua masuk itu...Fifi penuh emosi dan kamu terkejut dan ingin nangis." Andreas tetap dengan keteguhannya ingin tahu yang terjadi. "Mas Zafran juga sudah tanya, jawabanku juga sama." Hal satu ini jelas tidak. Vania menceritakan semuanya pada Zafran, alasan menceritakan pada Zafran lebih pada mencurahkan apa yang sedang dirasakannya. Hasil dari cerita ini, mereka memutuskan untuk tidak mengatakan kepada siapapun terutama Andreas. Pria yang sudah menjadi suaminya ini akan emosi jika mendengar kata-kata Fifi, mengatakan dirinya murahan dan memberikan tubuhnya pada kedua pria. "Pak Fandy memperingatkan Bu Fifi agar tidak mela

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status