Share

6

Author: nura0484
last update Last Updated: 2025-09-08 19:00:32

"Bagaimana bisa lupa? Bukannya harus sudah siap waktu meeting? Kalau begini apa yang saya sampaikan?"

Vania menundukkan kepalanya, tugasnya benar-benar lupa dikerjakan. Zafran sudah mengatakan berkali-kali, bukan hanya Vania saja tapi Putri juga melakukan hal yang sama jadi wajar jika Zafran marah pada mereka. Helaan napas terdengar berkali-kali, Vania mencoba menatap laptopnya dan mulai mengerjakan apa yang bisa dikerjakan, setidaknya Zafran tidak membawa tangan kosong tanpa materi didalamnya.

"Saya nggak tahu harus bicara apa." Zafran menggelengkan kepalanya "Kerjakan apa yang bisa dikerjakan, walaupun saya sudah mempunyai bahan sedikit. Bu Titik, permasalahan gaji anak-anak aman?"

"Sejauh ini aman, pak."

Zafran menganggukkan kepalanya "Kalau bisa jangan sampai salah dalam menghitung, mereka akan marah dan tidak terima."

Pembicaraan yang terjadi di ruangan sama sekali tidak Vania dengarkan, fokusnya adalah mengerjakan bahan meeting yang akan disampaikan Zafran, tentu saja tentang proses seleksi dan rekrutmen. Laporan yang dibuatnya harus sejalan dengan Putri, setiap mereka yang masuk akan mendapatkan training dan setelah itu penilaian yang dilakukan oleh departemen asal.

"Sudah saya kirim, pak." Vania semakin tidak menentu mendengar suara Putri.

Fokus pada pekerjaannya, sampai akhirnya hembusan napas panjang dikeluarkan saat mengirim email ke Zafran tentang hasil kerjanya. Vania menatap Zafran yang menatap laptopnya, suara Vania bahkan tidak keluar sama sekali hanya untuk memberitahukan jika sudah mengirim.

"Sudah saya kirim, pak." Vania membuka suara dengan pelan, Zafran hanya menganggukkan kepala.

"Kalian kalau ada pekerjaan yang harus keluar, silakan." Zafran menatap mereka satu per satu.

"Saya harus ke outsourcing bahas tentang gaji anak-anak, pak." Titik berdiri membawa kertas kecil untuk tanda tangan Zafran.

"Saya mau ke tempat training, pak." Putri merapikan barang-barangnya.

"Saya ke bank, pak." Aan berdiri melakukan hal yang sama seperti Titik.

Zafran menganggukkan kepala sambil tanda tangan ijin keluar mereka "Bu, masalah katering coba nanti diuji kembali. Bu Fifi minta katering yang isi restoran dari group kita sendiri."

"Maaf, pak. Anak-anak nggak ada yang cocok sama masakan dari restoran kita." Titik menjawab sopan "Dulu sudah pernah dan anak-anak malah beli makanan dari luar. Saya permisi."

Ruangan hanya berisi tiga orang dengan kesibukan masing-masing, Vania mencoba fokus dengan lamaran yang masuk dari email. Permintaan tambahan karyawan dari produksi belum mendapatkan lampu hijau dari Fifi, tapi Vania tetap mencari jika suatu saat memang dibutuhkan.

"Saya mau ke ruangan berkas, pak. Pak Fandy minta berkas tanah di Wonosobo." Reno berdiri dan keluar dari ruangan meninggalkan mereka berdua.

Berdua dalam satu ruangan, Vania mencoba pergi dari situasi yang aneh ini. Perasaannya saja atau memang Zafran dalam mode tidak baik, fokusnya agar tidak teralih pada yang lain dengan terus menatap kearah laptopnya. Kejadian yang membuat suasana tidak enak adalah mereka tadi berangkat bersama, Vania meminta diturunkan agak jauh dari kantor dimana selanjutnya menggunakan kendaraan umum, perdebatan terjadi dan Vania yang memenangkan perdebatan lebih tepatnya memaksa.

"Motor kamu sudah selesai, kamu bisa bawa pulang sekarang." Zafran membuka suara "Daftar absensi dimana?" Zafran berjalan kearah tempat dimana form berada dan langkahnya lanjut ke Vania yang semakin membeku "Kamu nanti pulang pakai motor tapi besok saya akan tetap antar jemput seperti sebelumnya."

Vania mengalihkan pandangan dan memberikan tatapan protes "Saya nggak mau, pak. Mereka akan mikir hal yang aneh-aneh tentang kita, lagian kita nggak ada hubungan apapun. Ralat hubungan kita hanya atasan dan bawahan, saya belum membuka hati untuk hubungan serius."

"Saya bukan orang yang berjalan pelan, Van."

"Saya yang nggak biasa dengan perubahan. Pak, kita baru kenal. Bapak saja baru masuk disini, lagian masa depan disini juga belum tentu bisa bertahan lama. Bapak lupa kalau masih dalam tahap penilaian?" Vania menatap Zafran penuh kemenangan "Semua bisa berubah dalam sekejap."

"Kalau saya bisa memberikan yang terbaik, kamu mau? Nggak harus bertahan disini. Kalaupun saya bertahan disini semua agar kamu nggak kemana-mana dan berusaha mendapatkan hatimu."

Vania menghembuskan napasnya "Saya hanya ingin tenang bekerja."

Kalimat yang Vania katakan tampaknya sudah cukup membuat Zafran diam, bahkan pria itu keluar ruangan tanpa mengatakan apapun pada Vania. Helaan napas panjang dikeluarkan tepat ketika pintu ditutup, berada dalam satu ruangan dengan Zafran sedikit membuatnya tidak tenang. Zafran yang sedikit agresif itulah yang membuat tidak nyaman, sama seperti Andreas hanya saja bedanya mereka tidak berada dalam satu ruangan setiap saat.

Melakukan pekerjaannya tanpa memikirkan kedua pria tersebut, kedua pria yang berpotensi membuat pikirannya kacau dan tidak fokus. Memilah beberapa kandidat yang masuk agar bisa dihubungi dan membuat jadwal untuk proses selanjutnya, tidak hanya itu yang dilakukan melihat hasil tes yang sudah dilakukan dan memilah kandidat lolos.

"Fokus banget," ucap Reno tepat ketika duduk di kursinya.

"Daritadi, mas? Sudah dapat?" Vania menatap sekilas.

"Baru, lihat kamu yang fokus banget sampai nggak dengar kalau pintu dibuka. Udah ketemu, mau pelajari sebelum ke Cik Fifi." Reno membuka berkas yang ada diatas meja "Meeting belum selesai?"

"Biasanya sampai menjelang istirahat, kan?" Reno menganggukkan kepalanya sebagai bentuk persetujuan atas pernyataan Vania "Mas memang restoran kita itu nggak enak? Kemarin katanya mau tutup."

"Pak Fandy dan Cik Fifi itu nggak paham bidang F&B, makanya cari yang paham. Sayangnya Cik Fifi nggak suka, semua yang diusulkan ditolak dan sempat terjadi pertengkaran. Pak Andreas diminta untuk menjadi penengah antara mereka berdua, sekarang masih tahap berbenah. Kemarin waktu ketemu Indra, manager F&B baru itu. Dia cerita semuanya, Cik Fifi nggak boleh ikut terlibat dan membiarkan Indra berkreasi itu keputusan Pak Fandy. Kalau mereka isi kantin...aku nggak setuju takutnya buat ajang uji coba. Indra pribadi dia nggak setuju, tapi balik lagi keputusan ada disini dan Pak Andreas bilang jika yang bisa memutuskan adalah kita dengan suara terbanyak."

Vania menganggukkan kepalanya, Andreas tidak pernah menceritakan hal ini sama sekali. Pertemuan mereka hanya diisi dengan pekerjaannya tanpa menceritakan pekerjaan lainnya, seharusnya memang begitu karena Vania tidak ingin terlibat terlalu jauh dalam perusahaan.

"Hubungan Pak Fandy sama Pak Andreas ini apa, mas?" tanya Vania penasaran.

"Pak Andreas ini ditemuin Pak Fandy waktu ibadah. Mereka bicara banyak hal, setelah itu lanjut ketemuan di tempat lain dan Pak Fandy langsung cocok apalagi background Pak Andreas nggak main-main."

"Nggak main-main gimana?" Vania menatap semakin ingin tahu.

"Aku nggak yakin, masih cerita dari orang-orang. Pak Andreas ini lulusan luar negeri dan pengalaman kerjanya wow." Reno menceritakan dengan heboh "Cik Fifi nggak suka Pak Fandy percaya sama Pak Andreas penuh, takut dibohongi. Aku sih lihatnya Pak Fandy nggak bodoh pastinya ada perjanjian dengan Pak Andreas yang tidak diketahui sama Cik Fifi."

"Makanya Cik Fifi selalu menolak semua perkataan Pak Andreas."

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Turn Out   7

    "Kalian tahu letak kesalahannya? Bagaimana bisa outsourcing belum membayar gaji karyawan pabrik?" "Mereka belum menerima uang dari kita, Cik. Saya sudah bicara sama Aulia, dia bilang Cik Fifi belum tanda tangan." Titik menjawab pertanyaan Fifi dengan santai."Harusnya kalian berdua bisa handle. Selama ini kita nggak pernah telat bayar mereka." Fifi menatap penuh emosi kearah Titik."Pihak outsourcing sudah kasih bukti rekening koran, Cik. Mereka juga berkali-kali hubungi Aulia dan jawabannya minta dibayar dulu sesuai perjanjian, tapi sudah tiga bulan ini pembayaran terkesan lamban." Vania membuka suaranya."Kita nggak pernah telat bayarnya!" Fifi mengatakan dengan suara keras "Kamu ada di pihak kita atau mereka?" "Saya berada di pihak yang benar, Cik." Vania menjawab santai."Jangan mentang-mentang Andreas membela kamu jadinya besar kepala. Kamu bisa saya pecat kalau memang nggak becus kerja." "Siap, Cik. Apa Cik Fifi

  • Turn Out   6

    "Bagaimana bisa lupa? Bukannya harus sudah siap waktu meeting? Kalau begini apa yang saya sampaikan?" Vania menundukkan kepalanya, tugasnya benar-benar lupa dikerjakan. Zafran sudah mengatakan berkali-kali, bukan hanya Vania saja tapi Putri juga melakukan hal yang sama jadi wajar jika Zafran marah pada mereka. Helaan napas terdengar berkali-kali, Vania mencoba menatap laptopnya dan mulai mengerjakan apa yang bisa dikerjakan, setidaknya Zafran tidak membawa tangan kosong tanpa materi didalamnya."Saya nggak tahu harus bicara apa." Zafran menggelengkan kepalanya "Kerjakan apa yang bisa dikerjakan, walaupun saya sudah mempunyai bahan sedikit. Bu Titik, permasalahan gaji anak-anak aman?" "Sejauh ini aman, pak." Zafran menganggukkan kepalanya "Kalau bisa jangan sampai salah dalam menghitung, mereka akan marah dan tidak terima." Pembicaraan yang terjadi di ruangan sama sekali tidak Vania dengarkan, fokusnya adalah mengerjakan bahan meeting

  • Turn Out   5

    "Kamu nggak peka jadi cewek." "Memang apaan?" Vania menatap sang sahabat, Syifa."Manager dan bos kamu itu suka sama kamu." Vania bergidik pelan "Mereka duda, gimana suka sama anak kecil?" "Memang kenapa?" Syifa mengerutkan keningnya "Bagus duda karena pengalaman, siapa yang lebih cakep?" "Semua cakep." Vania menunduk lemas setelah apa yang dikatakan Syifa "Kamu jangan suka ngarang, Cip."Liburan dihabiskan Vania bersama dengan sahabatnya Syifa, mereka sudah bersahabat dari jaman putih abu-abu dan ajaibnya mereka kuliah di kampus sama tapi berbeda fakultas. Kisah percintaan mereka berdua pastinya berbeda, Syifa sudah memiliki kekasih dan berencana menikah kemungkinan tiga bulan lagi. Vania sendiri kisah asmaranya berakhir saat menjelang wisuda, dimana sang mantan mendapatkan pekerjaan ditempat jauh dan mereka tidak sanggup melakukan hubungan jarak jauh."Kenapa memang sama duda? Abi masalah?" "Abi? Kenapa malah bawa abi? Abi sama umi nggak tahu, aku juga nggak bayangin mereka tah

  • Turn Out   4

    "Motornya tinggal aja, bareng saya saja."Vania menatap ragu pada sepeda motornya "Terus motor saya gimana?" "Saya hubungi bengkel, sebentar." Zafran menghubungi seseorang dengan Vania yang menatap sedih pada sepeda motornya "Beres, nanti kesini. Kamu pulang sama saya saja." Menatap sepeda motornya dengan helaan napas panjang, tidak ada pilihan selain mengikuti Zafran ditambah keadaan sekitar yang sudah sepi. Keadaan kantor memang sudah sepi berbeda dengan ruangan produksi dimana masih terdapat aktivitas didalam sana, mengikuti Zafran yang sudah melangkah ke arah parkiran mobil."Bapak mau ngapain ke pos satpam?" Vania menatap bingung ketika Zafran membuka pintu saat mobil berhenti.Mengikuti arah dimana Zafran berada, tampak berbicara serius yang semakin membuat Vania bertanya-tanya, tidak lama kemudian kembali menuju mobil dan Vania hanya diam menatap kearah pria yang menjadi atasannya itu."Kasih tahu satpam kalau nanti ada orang bengkel kesini benerin motor kamu." Zafran menjawa

  • Turn Out   3

    "Manager kalian baik banget." "Baik, gimana?" Putri tampak penasaran, menatap Aulia yang berada di department keuangan."Baik, kemarin nyapa dan ngikutin dari belakang.""Ngikutin gimana?" Putri semakin bingung dengan kalimat Aulia."Kemarin aku diminta Cik Fifi buat ke bank, dia bilang sama Pak Aan agar nggak jauh-jauh dari aku. Pak Iwan dulu mana ada begitu?" "Aku baru tahu kalau begitu baik, itu mah standard aja apalagi berkaitan sama pekerjaan." Vania menggelengkan kepalanya mendengar kalimat Aulia "Aku duluan." Berdiri meninggalkan meja tempatnya makan bersama dengan Putri dan Aulia, suatu hal yang jarang terjadi dan biasanya hanya satu kali dalam seminggu, berada dalam satu pekerjaan yang sama tidak membuat mereka bisa makan bersama. Vania memegang pesan dari Iwan jika jangan terlalu dekat dengan rekan kerja, hubungan harus profesional karena tidak semua mereka itu baik, kalaupun baik jangan terlalu membuka hal yang berhubungan dengan pekerjaan dan pribadi."Putri mana?" Vani

  • Turn Out   2

    "Pak Zafran, ini ruangan HR. Selamat datang."Vania bertugas memperkenalkan manager baru pada semua departemen, nantinya Putri yang akan memberikan training pada sang manager. Setelah serah terima Zafran pada Putri, Vania kembali pada pekerjaannya yaitu mencari kandidat untuk manager departemen lain."Vania, Putri dan Pak Zafran dipanggil Pak Andreas." Titik memberikan informasi setelah menutup telepon.Vania dan Putri saling menatap satu sama lain, membawa buku kecil setiap bertemu dengan Andreas, biasanya pertemuan dengan Andreas bersamaan dengan keberadaan Fandy dan Fifi."Pak Andreas sendiri atau ada lainnya?" bisik Putri yang dijawab Vania dengan mengangkat bahunya.Memasuki ruangan Andreas dan tampaknya hanya beliau sendirian, mereka duduk di sofa setelah Andreas menyuruhnya dan tidak lama bergabung bersama. Membicarakan tentang kondisi pabrik saat ini dan juga karyawan mereka yang terkadang membuat pusing, pembicaraan terhenti saat pemilik pabrik masuk ke ruangan Andreas dan ik

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status