Share

Tak tinggal diam.

Penulis: Muhammad Yunus
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-01 17:44:39

Mata Nimas yang bersirobok dengan netra milik Bisma memburam. Nimas menutup wajah dengan kedua tangan. Tangisan yang keluar, gambaran dari betapa dia begitu rapuh dan butuh sandaran.

Bisma mengurungkan niat untuk mendekat. Dia memilih membiarkan Nimas untuk menyelesaikan tangisannya dulu agar lebih lega.

Bisma tidak akan meminta Nimas untuk berhenti menangis. Memberikan waktu untuk seseorang menuangkan tangisannya sampai selesai, bagaikan membiarkan dia mengoceh dan mengeluarkan amarah lewat ucapan.

Hanya 10 menit waktu yang dibutuhkan Nimas untuk menuangkan kesedihannya melalui sebuah tangisan. Setelah itu, Nimas mencoba untuk menarik nafas dalam kemudian memberanikan diri menatap manik Bisma yang masih berdiri pada posisi semula.

"Aku nggak berniat sembunyikan kehamilanku, awalnya aku ingin memberi tahu mas Arjuna, tapi hingga detik ini, dia..."

Nimas tak mampu melanjutkan ucapannya dadanya sungguh sesak memikirkan kemungkinan yang akan terjadi.

Sementara Bisma ekspresinya begitu semerawut. Tersirat sakit, sedih, dan kemarahan yang muncul ketika dia harus berkali-kali menghela nafas panjang hanya untuk mengontrol perasaannya.

"Bisma." Suara Nimas seperti tertahan dengan tatapan pedih yang dilayangkan Bisma kepadanya, walaupun dia tetap memaksakan senyum.

Nimas agak kaget ketika pemuda itu bergerak maju mendekat, menarik kepala Nimas lalu menempelkan di atas dada bidangnya.

"Maaf sudah membuat mba terkejut." lirih Bisma.

Nimas memundurkan wajahnya dan menatap Bisma sekali lagi.

"Kalau mba mau aku tetap diam, maka aku akan diam." Bisma ikut mengurai pelukannya.

" Jika mba berkenan aku bisa membawa mba pergi sementara dari rumah ini, menjauh dari bang Arjun untuk menjernihkan pikiran."

Kedua mata Nimas meruncing dan auranya penuh dengan kecurigaan. "Kenapa kamu mau bantu aku?" tanyanya.

Senyum miring muncul dari bibir Bisma, pria yang kini terlihat gagah dengan seragam polisi lengkap tampak mendengus lirih sebelum berkata, "Karena aku membenci pecundang."

"Tapi aku hanya ipar, sementara mereka keluargamu, kita juga belum kenal dekat, bertemu juga masih bisa dihitung jari, kamu bisa kena masalah karena bantu aku."

"Berbuat baik sama seseorang itu nggak perlu tunggu sampai berapa lama, dan nggak perlu harus memiliki hubungan sebaik apa." jawaban Bisma lugas dan padat seolah telah mencakup semua maksud tujuan yang ingin ditanyakan lagi oleh Nimas.

Nimas bahkan sampai tidak bisa berkata-kata lagi. Dia memandangi wajah Bisma yang sedang menatapnya penuh senyum.

Senyum menghangatkan sekaligus menyejukkan hati dan pikiran Nimas yang sesungguhnya sedang hancur berantakan.

"Ehm ... Mba, kamu nggak pegel berdiri terus?" Bisma kembali merubah tatapan dan intonasi bicaranya menjadi lebih santai lagi.

Nimas berdecak, meredakan kegalauannya. Sedikitnya Nimas mulai memiliki teman untuk sekedar berkeluh kesah.

"Besok mas Arjun pulang." beritahu Nimas pada Bisma yang tengah melenggang santai ke dapur.

"Mba nanti ku kasih nomorku, kalau sewaktu-waktu butuh bantuan nelpon aja, jikapun aku berhalangan aku akan meminta rekanku untuk datang."

Nimas tak membuka bersuara sampai Bisma datang membawa dua mangkuk yang diletakkan di meja kaca.

"Tadi pas mau kesini aku ketemu bakso aci di jalan, beli aja dua bungkus barang kali mba mau."

Nimas menatap plastik yang tak jauh dari mangkuk yang diletakkan Bisma.

 Nimas kembali ingin menangis akibat rasa haru. Entah kebetulan atau memang dia yang beruntung keinginan kecil yang di ngidam kan bisa dikabulkan oleh Bisma sekali lagi, anaknya beruntung memiliki paman yang pengertian, Eh.

"Makan Mba.."

Pemuda itu bahkan sudah menuang bakso aci di kedua mangkok.

🌿🌿🌿🌿🌿

Dilain tempat, sepasang suami istri sedang berada diatas ranjang. Sejak semalam mood si wanita sudah buruk, di tambah pagi ini sekali lagi keinginannya tidak terwujud.

"Sudah dong sayang ngambeknya," Arjuna berusaha merayu sang istri yang tengah merajuk.

"Mas, aku cuma kepingin kamu, tapi kamu malah nolak aku," bentak si wanita sambil tangannya menyingkirkan tangan pria yang memeluknya dari belakang.

"Bukan nolak, mas nggak mau kamu dan anak kita kenapa-kenapa, kamu tahu kan Win, seberapa penting anak untukku."

"Mas, aku sehat, anak dalam rahimku juga sehat, dengan bercinta nggak akan buat anakmu mati."

Arjuna terdiam di balik punggung polos istrinya. Disaat marah seperti ini ucapan Winda sangat tidak terkontrol, tidak hanya nadanya yang tinggi, tapi Winda juga nggak segan-segan bicara hal kasar.

"Brengsek kamu mas, jauh-jauh bulan madu kamu anggurin aku!"

Arjuna mengepalkan tangan, empat tahun menjalani bahtera rumah tangga bersama Nimas, kehidupan mereka adem ayem, tidak pernah sekalipun perempuan itu meninggikan suara di depannya, perempuan yang menjadi istri pertamanya itu juga selalu bertutur lembut kendati dia tengah kesal.

Senyum gingsul yang dihiasi lesung pipi kala Nimas tersenyum bisa meredakan lelahnya kala seharian bekerja. Rasa rindu perlahan menyerbu sanubari. Menikahi Winda memang keinginannya, tapi melepaskan Nimas tidak akan pernah Arjuna lakukan.

****************

Minggu pagi. Nimas yang sedang menyapu halaman hampir menjerit gara-gara ada orang asing berpakaian compang-camping melompat ke atas pagar rumahnya.

"Mba ini aku,"

Nimas langsung bernapas lega sambil mengelus dada setelah memastikan suara berat bariton itu adalah milik adik iparnya, Bisma Maulana.

"Kok kamu kayak gelandangan?"

Bisma nyengir.

"Iya, mba. Dapat misi dari komandan." Jawab pemuda itu sembari menyerahkan kantung plastik berwarna hitam.

"Ini ada mangga muda, tadi ambilkan istri rekan, yang lagi ngidam, barang kali mba kepingin yang asem-asem juga."

Nimas terharu, bahkan di saat lagi tugas pun, Bisma mengingatnya. Beberapa kali berbincang, Nimas akhirnya tahu jika adik iparnya adalah seorang polisi, tepatnya serse yang pasti tugasnya banyak dihabiskan di luar kantor dengan misi penyamaran seperti saat ini, tugasnya mencari dan mengumpulkan informasi maupun bukti dalam rangka investigasi untuk mengungkap sesuatu kejadian guna menemukan tersangka yang di incar.

Nimas menerima kantung plastik dari Bisma.

"Kamu nggak masuk dulu."

"Kapan-kapan mba, aku juga mau kasih tau kalau untuk beberapa hari ini aku nggak bisa di hubungi, aku akan kirimkan nomor rekanku ke WA, mba bisa hubungi dia kalau butuh bantuan selama aku nggak ada."

Sikap Bisma sudah seperti seorang suami yang mengkhawatirkan istrinya, pemuda itu juga berpesan agar Nimas menjaga diri serta kandungannya dengan baik, Bisma janji akan langsung mengunjungi Nimas jika misinya selesai.

"Bisma... Hati-hati." pemuda itu tersenyum tipis, wajahnya yang dibuat cemong sedemikian rupa benar-benar seperti gelandangan sungguhan, tapi gigi rapinya yang terlihat putih bersih masih bisa memikat hati jika pemuda itu tersenyum memamerkannya.

Lewat tengah hari, ketenangan Nimas selama satu minggu akhirnya berakhir, kala langkah kaki sepasang suami istri kembali memasuki rumah yang Nimas tempati.

Dengan tangan yang membelit lengan Arjuna, Winda berjalan memasuki rumah. Nimas yang melihat kedatangan keduanya tak bergeming, setia duduk di depan televisi sambil menikmati pencok mangga muda.

"Nimas, tolong buatkan susu hamil rasa coklat ya, sekalian antar ke kamar." seru Winda kala melihat kehadiran sosok Nimas diruang keluarga.

Arjuna memandang Winda dengan tatapan heran, sementara Winda membalasnya dengan raut memelas.

"Mas, tiba-tiba aku mual."

Berbeda dengan Winda yang mengaku tiba-tiba mual, Nilam justru mendadak muak melihat sandiwara Winda.

"Punya tangan dan kaki kan? Sana buat sendiri ke dapur." balas Nimas, tanpa beramah-tamah.

"Mas, lihat! Dia selalu ketus padaku." adu Winda.

Arjuna dibuat serba salah, tadi saat diperjalanan pulang Arjuna sudah merangkai banyak kata untuk memulai obrolan dengan Nimas, memperbaiki hubungan yang sempat renggang diantara mereka. Namun, realita yang terjadi, baru hitungan detik kedua istrinya bertemu, mereka sudah terlibat adu mulut.

"Mas.."Winda menghentakkan kakinya.

Arjuna melirik pada Nimas yang acuh. Seperti menganggap mereka tak kasat mata. Arjuna menghela napas, melakukan hal yang tepat untuk kedamaian tubuhnya yang begitu lelah. Berharap untuk kali ini Nimas mau mengerti.

"Nimas tolong, aku dan Winda benar-benar capek."

Nimas berpaling, menatap tajam suaminya yang sekali lagi menumbalkan dirinya untuk Winda. Nimas benar-benar muak, Arjuna tidak akan tahu beratnya menjadi dirinya saat ini.

Nimas akhirnya berdiri, membuat senyum Winda dan Arjuna merekah bersamaan, tapi kaki Nimas bukan melangkah ke dapur melainkan kamar tamu yang kini ditempatinya.

"Perempuan nggak guna!" maki Winda dengan dada kembang-kempis.

Dibalik pintu Nimas tersenyum tipis. Mulai sekarang dia bertekad untuk membalaskan rasa sakit yang mereka torehkan di hidupnya.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Turun Ranjang: Dikhianati Suami, Dimanjakan Adik Ipar    Akhir bahagia

    "Bun,..""Keputusanku untuk bercerai sudah bulat Pak Adi yang terhormat, sabarku cukup sampai disini." Zoe berbalik membelakangi suaminya dan hendak berlalu. Tetapi ucapan Adi berhasil mengurungkan niatnya."Apa jika aku menyerahkan diri, kamu bersedia menungguku bebas?"Zoe tertegun sejenak karena ucapan suaminya. Laki-laki yang selama ini begitu tegas dan keras, bagaimana bisa merendah.Yudhistira menatap wajah papanya dengan sendu."Usia kita tidak lagi muda, hidup sampai besok saja belum tentu, mengapa harus menunggu sesuatu yang tidak pasti." Zoe tidak seketika luluh."Bun, Papa mohon!" Adi menekuk lututnya dan menunduk di belakang tubuh istrinya. Tanpa perduli di lihat oleh beberapa anak buahnya, termasuk Yudhistira."Pa." Yudhistira ingin membantu Adi berdiri tetapi Adi menolaknya. "Biarkan bunda mu tahu jika laki-laki ini sangat mencintainya, aku memang pernah salah ucap dengan mengatakan kata seandainya, tetapi ucapan itu hanya sedikit keegoisan. Nyatanya itu tak mengurangi k

  • Turun Ranjang: Dikhianati Suami, Dimanjakan Adik Ipar    Titik kehancuran

    "Jangan main-main Winda." mata Arjuna terbelalak saat Winda mendekatkan mata pisau di pergelangan tangannya sendiri.Negosiasi perceraian secara baik-baik tidak berjalan lancar. Winda tetap tidak mau Arjuna menceraikannya."Aku hanya perlu mati agar tak semakin sakit hati melihatmu tergila-gila dengan mantan!""Kamu salah paham. Aku ingin bercerai denganmu bulan karena Nimas tapi,..""Karena anak wanita itu, iya kan?"Arjuna mengusap wajahnya merasa frustasi berdebat dengan Winda hanya membuatnya semakin sakit kepala."Vanilla darah dagingku, dia anakku. Itu adalah faktanya." suara Arjuna memelan bersamaan dengan lelaki itu yang melangkah pelan mendekati Winda."Aku nggak perduli, kau yang janjikan kebahagiaan untukku, tetapi nyatanya kau hanya memprioritaskan kepentingan anak itu." Tubuh Winda bergetar, wanita itu terlihat sangat menyedihkan.Konsentrasi Winda mulai goyah, kesempatan itu dimanfaatkan Arjuna untuk menepis pisau di tangan Winda.Pergerakan Arjuna yang cepat mengejutkan

  • Turun Ranjang: Dikhianati Suami, Dimanjakan Adik Ipar    Perpisahan dan persatuan

    Adi seperti di paksa menelan ratusan pecahan kaca bulat-bulat, tidak hanya mulutnya yang terluka lambungnya pun terkoyak karena terlampau parah luka yang di derita.Ungkapan penyesalan sang istri seperti memukul telak harga dirinya.Adi lupa. Jika pengakuan Zoe setara dengan perkataannya yang menyinggung perihal istrinya yang terlalu lama membuatnya nunggu sehingga usia Zoe mempengaruhi mereka tidak bisa memiliki keturunan.Apa sebenarnya arti kecewa? Ditinggal pas lagi sayang-sayangnya atau tidak diberi kepastian saat mengawali hubungan?Bagaimana dengan sebuah hubungan, yang dimulai baik-baik antara dua manusia harus disisipkan kebohongan demi mewujudkan sebuah luka dimasa depan?Menikah atas dasar saling menerima. Tidak ada ada yang menolak untuk melangkah ke jenjang yang serius.Namun, setelah belasan tahun, saat seharusnya mereka menikmati masa tua, semua justru menimbulkan perpecahan.Hingga klimaks, di usia pernikahan yang harusnya semakin kokoh.Lontaran kata yang tidak akan

  • Turun Ranjang: Dikhianati Suami, Dimanjakan Adik Ipar    Kemarahan Adi

    Mobil Yudhistira baru saja memasuki area perumahan, ketika iring-iringan mobil pejabat menghalangi jalannya. Tidak perlu mencari tahu siapa yang berada di dalam mewah yang berhasil menghambat perjalanannya. Karena dari mobil berplat nomor pilihan itu keluar seorang pria yang langsung mengetuk kaca mobilnya. Alih-alih membuka jendela, Yudhistira memilih turun, dan menemui Papa sambungnya. Tetapi Adi membuka bagian pintu penumpang. "Kamu tidak mengangkat teleponku." "Apa itu perlu? " Amarah laki-laki itu sudah dipendam sejak kemarin. Jika ia marah sekarang, Bukankah hal yang wajar? Adi menoleh menatap Yudhistira. "Kamu juga tidak ada di kantor. Meeting? " Adi mendecih. "Apakah ada pertemuan di luar, benarkah itu bisnis? " "Aku tidak ingin berdebat dengan mu." Zoe membuka pintu mobil ingin keluar. "Aku belum selesai bicara, Zoe." tegas nada bicara Adi tidak membuat Zoe takut. "Jangan membentak Bunda!" Yudhistira mengingatkan Adi. "Kamu diam!" Adi tak suka ada seseorang yan

  • Turun Ranjang: Dikhianati Suami, Dimanjakan Adik Ipar    Kabar bahagia itu

    Bisma menuntun istrinya untuk duduk di tempat tidur."Mas__"Bisma memandang istrinya." Ya sayang" jawab Bisma tersenyum." Ada yang ingin ku sampaikan" Ujar Nimas menyentuh pipi Bisma." Apa itu?" Bisma menangkap tangan Nimas dan membawanya pada bibirnya untuk di kecup."Mas Bisma sebenarnya_________"Nimas menatap wajah Bisma yang terlihat penasaran dengan apa yang akan di katakan.Nimas membawa telapak tangan Bisma, dan di kecupnya beberapa kali sebelum di bawa keatas perutnya.Nimas mendekatkan bibirnya ke telinga Bisma." Disini ada anak kita" Bisik Nimas lirih, secepat kilat menjauh dari telinga Bisma dan menatap wajah suaminya." Sayang_____"Nimas mengangguk." Aku juga baru sadar setelah melihat vitamin yang dokter resep kan untukku, dan juga aku baru sadar selama kita menikah aku tidak pernah mendapatkan tamu bulananku "" Ya Allah__ Masyaallah!!" Bisma terengah, sedikit panik dan juga kaget. Bisma membalas tatapan mata istrinya dengan raut penuh iba, bibirnya yang bergeta

  • Turun Ranjang: Dikhianati Suami, Dimanjakan Adik Ipar    Menyadari

    Pagi itu Nimas tengah menyiapkan sarapan untuk keluarga kecilnya di bantu Bu Yuri yang sejak subuh sudah datang karena ingin melihat Bisma secara langsung. Nimas yang tengah menata menu di meja terpaku pada kepingan vitamin yang diresepkan untuknya, wanita itu merasa familiar. Nimas mengingat tidak ada pesan apapun dari Mama mertuanya ketika mereka pulang dari rumah sakit. Datangnya sang suami dengan keadaan selamat menyedot perhatian semua orang termasuk dirinya sendiri, Nimas bahkan tidak memikirkan apa yang terjadi pada dirinya sendiri, terlalu lega, terlalu bahagia orang yang dicintainya pulang dengan keadaan selamat. "Ya Tuhan, mungkinkah?" Air mata Nimas mengalir tanpa bisa dicegah. Buru-buru meninggalkan dapur dan berjalan cepat ke kamar utama. Nimas buru-buru melihat kalender yang ada di kamar mereka, wanita itu terpaku pada barisan angka yang diamatinya, seketika tangisnya pecah sadar jika semenjak dia menikah dengan Bisma, dirinya tidak pernah mendapatkan tamu bulanan

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status