Share

Perisai Pelindung (2)

Penulis: PH Yuna
last update Terakhir Diperbarui: 2021-06-09 23:41:05

“Gimana? Lega?” tanya Angga dengan nada khawatir.

Aku membalasnya dengan mengangkat bahu dengan pelan.

“Nggak apa-apa, gue juga tau kok lo pasti sedikit cemas untuk berbicara dengan orang lain mau gimana pun juga. Tapi gue ngebiarin lo ngobrol sama Karina kayak tadi ya karena gue yakin Karina bukan orang yang suka ikut campur urusan pribadi orang lain. Anggep aja tadi itu pemanasan sebelum lo ketemu banyak orang seharian ini, apalagi mostly kita bakal lama kan di kampusnya. Well, in case nanti ada yang ngajak ngobrol lagi dan lo kejebak terpaksa harus ngobrol, nggak apa-apa ladenin aja semampu lo, nanti misalkan lo udah mau udahan ya nanti lo kodein aja ke gue biar gue yang ngurus gimana caranya buat narik lo pergi. Yaudah yuk lanjut jalan aja ke perpus biar beneran nggak usah ngobrol banyak kayak tadi” kata Angga sambil mengusap kepalaku untuk menenangkanku.

“Eh Kak Bima mau nyusul nyokap ke hotel tau hari ini Ngga” aku berusaha mengalihlan pembicaraan.

“Lah emang lo nggak tau?” tanya Angga yang justru membuatku bingung.

“Hah? Kok lo udah tau sih? Gue aja baru tau tadi pagi gara-gara nyokap telepon tadi! Terus dia telepon gue juga pas di jalan, alesannya ke gue sih hectic soalnya dia ke Bali tuh ada kerjaan” jawabku keheranan.

“Duh kapan ya gue taunya? Antara lusa malem apa semalem ya? Pas main game Kak Bima yang ngasih tau sendiri kok ke gue. Waaaah ini mah kayaknya gue nih yang adeknya Kak Bima deh ya Sya, bukan lo hahaha.”

“Wah beneran nih Kak Bima bakalan gue amuk asli deh nanti kalo balik ke rumah” ucapku dengan sedikit kesal, rasanya seperti hanya aku yang tidak tahu apa-apa.

Ruang perpustakaan semakin jelas terlihat, dari tempatku berdiri saat ini. Melihat dari luar sih sepertinya pagi tidak terlalu banyak orang yang pergi ke perpustakaan karena banyak mahasiswa yang sedang mengikuti kelas di jam ini, sekalipun mahasiswa yang datang untuk mengerjakan skripsi pun seringkali tidak banyak yang berdiam di perpustakaan. Kami berdua pun memasuki ruang perpustakaan, benar saja kalau pagi ini tidak terlalu banyak mahasiswa yang datang ke perpustakaan.

Setelah mengeluarkan kartu anggota perpustakaan dan mengisi daftar pengunjung pun kami berdua menaruh tas di meja yang akan kami berdua duduki, aku berjalan ke arah rak-rak buku untuk mencari buku yang aku butuhkan, sedangkan Angga menunggu di meja sambil menjaga tasku. Belum 2 jam aku meninggalkan apartemenku, namun aku sudah merasa lelah sejujurnya. Aku akan menahan rasa lelah ini seharian agar Angga tidak khawatir, karena kalau tidak sudah pasti nanti Angga akan mengadukan semuanya pada Mama. Aku menghabiskan 15 menit untuk mencari buku-buku apa saja yang aku perlukan, sebenarnya hanya 5 buku dan tebalnya pun tidak seberapa. Mungkin karena tubuhku sedang merasa kelelahan begini jadi aku merasa berat dari buku-buku ini bertambah 3 kali lipat.

Meja yang aku dan Angga pilih sengaja agak jauh dari pintu masuk dan letaknya agak ke pojok ruangan agar menghindari tatapan orang-orang yang keluar masuk perpustakaan ataupun yang lalu lalang ke arah rak-rak buku yang ada. Sambil meletakkan buku-buku yang baru saja kuambil, aku menghela napas panjang. Angga hanya melihatku sebentar lalu bergantian mencari buku yang dia perlukan. Aku mulai mengeluarkan laptop, headset, buku catatan, pulpen dari dalam tas. Sambil menunggu laptopku menyala, aku mencoba mengirim chat kepada Manda.

“Man lo nanti kira2 beres kelas jam berapa? Gue siang mau cabut ke carwash terus belanja kebutuhan apartemen soalnya, biar ga balik malem.”

Aku membuka aplikasi pemutar musik dan membuat playlist untuk aku dengarkan selama mengerjakan skripsiku disini. Angga sudah kembali dari mencari buku dan lalu menguap.

“Aduh anjir gue ngantuk lagi nih Sya” keluh Angga.

“Yaudah sana pulang aja” jawabku ketus.

“Dih ngambek, siang lo kemana ntar? Makan bareng dulu lah sama Manda nanti” tanya Angga.

“Hmm niatnya sih siang mau ke carwash dulu, terus lanjut ke supermarket mau belanja soalnya stok barang gue udah mulai nipis. Apalagi ya? Kayaknya nih seinget gue sih abis itu lanjut makan sama ngopi di luar sekalian lanjut ngetik.”

“Yaudah nanti abis Manda beres kelas kan kita makan dulu nih ya tapi lo sama Manda deh yang nyari tempatnya, abis itu kita ke carwash, terus ke apartemen lo naro mobil, nah baru belanja deh. Pulangnya drive thru atau take away aja kopi-kopian mah. Atau delivery juga nggak apa-apa. Eh tapi kalo delivery harus turun ke bawah ya? Hmm gue sih males, udah gitu lo sama Manda mana mau bolak balik begitu. Yaudah berarti nanti beneran drive thru atau take away aja, Sama nanti lo ingetin ya Sya pas belanja buat beli cemilan” ucap Angga panjang lebar begitu tanpa jeda sedikitpun seolah-olah dia yang punya jadwal kegiatan.

“Hah apaan kok jadi lo berdua ikutan nih, dadakan pula bilangnya hadeh seenaknya ya lo kumat lagi. Lagian nih Manda kalo tau mah diamuk lo pasti tiba-tiba bikin jadwal bertiga” jawabku sambil menahan keheranan atas ucapan Angga tadi.

“Liat aja nanti, Manda nurut pasti sama gue” balas Angga dengan penuh percaya diri.

“Yaudah yuk ngetik dulu aja, lagian Manda juga belum bales chat gue nih. Tadi gue udah nanyain juga dia beres jam berapa soalnya dia kan mau ngembaliin buku gue juga makanya gue ke kampus” ucapku untuk menyudahi perdebatan perkara jadwal hari ini.

Aku memasang headset dan memutar musik dari laptopku, tak butuh waktu lama untuk membuatku terlarut dalam duniaku sendiri. Sambil mendengarkan alunan playlist yang kubuat sebelumnya, aku mulai membuka file skripsiku dan mulai menuliskan tambahan kata demi kata, sesekali aku membuka buku yang tadi kucari, mencari apa saja yang aku butuhkan untuk memperjelas tulisanku. Aku melirik ke arah Angga yang juga terlarut dalam dunianya sendiri setelah memasang headset di telinganya. Aku melihat layer handphoneku, waktu kini menunjukkan pukul 10.19 dan belum ada tanda-tanda Manda memberi kabar kepadaku.

Notifiksi pesan masuk, Manda.

“Aduuuuh sorry banget ya Syaaa! Gue tadi nggak liat chat lo soalnya gue siap-siap dulu. Inia ja gue masuk kelas mepet banget waktunya, untung nggak diusir nih gue! Hahaha. Beresnya sih biasanya sebelum jam 12 Sya, eh iya nanti bukunya gue anter ke mana nih? Iya tadi Angga ngechat gue kok. Jadi kan kita nanti? Banyak nggak lo belanjanya? Kayaknya gue pengen belanja juga deh jadinya gara-gara Angga bilang lo mau belanja” balasan chat dari Manda benar-benar membuatku tidak berpaling dari handphone dan membuatku keheranan.

Bisa-bisanya Manda tidak protes dengan apa yang Angga rencanakan, padahal selama ini Manda selalu mengamuk apabila kami membuat jadwal dadakan karena kalau yang Manda katakan sih Manda harus menghitung estimasinya bersiap-siap untuk pergi, belum lagi mengecek jadwal yang sebelumnya sudah dibuat olehnya. Sebenarnya alasan-alasan yang dibuat Manda  adalah sebuah bentuk kepedulian Manda agar orang-orang yang akan bertemu dengannya tidak terkena imbas dari moodnya yang menjadi jelek karena pertemuan mendadak itu. Manda selalu ingin bertemu dengan orang lain dengan perasaan yang baik agar tidak membuat masalah.

Waktu terus berlalu, jam sudah menunjukkan pukul 11.21 dan aku melihat ke arah Angga yang nampak serius dengan laptopnya. Aku mencoba memberi kabar kepada Manda melalui chat.

“10 menit lagi gue tunggu depan perpus aja ya, udah mau masuk jam istirahat soalnya” kataku.

Aku menendang kaki Angga pelan dan Angga reflek melihat ke arahku sambil mengernyitkan dahinya.

“Ayo beresin, udah mau jam istirahat ini. Gue udah ngabarin Manda juga” aku sambil mematikan laptop dan membereskan barang-barangku yang lainnya.

Angga langsung membereskan barang-barang miliknya tanpa bicara sepatah kata, lalu memberikan kode untuk keluar dari ruang perpustakaan. Aku mengikutinya dari belakang sambil berpikir apakah menunggu di depan perpustakaan ini ide yang bagus? Tanpa sadar aku yang sedari tadi berjalan sambil terlarut di pikiran sendiri pun sudah mengikuti Angga sampai parkiran mobil. Tepukan Angga di bahuku pula yang menyadarkan aku.

“Gue udah bilang Manda buat kesini langsung. Bawa mobil aja, lo sama Manda” kata Angga yang langsung menjawab kebingunganku. Aku hanya mengangguk.

Tak lama kemudian Manda datang sambbil tergopoh-gopoh. Sambil mengatur napasnya, Manda memberikan buku yang ia pinjam kepadaku waktu itu. Angga pun memberi kode untuk langsung berangkat menuju tempat makan siang kami. Jujur aku heran sekali, benar-benar tidak tahu kemana kami bertiga akan pergi. Mulai dari Angga yang tiba-tiba datang ke kampus pagi-pagi, Manda yang tidak protes dengan rencana Angga, sampai sekarang pergi makan siang begitu saja sepertinya semua ini memang sudah direncanakan oleh mereka. Aku tidak tahu apa yang akan dilakukan oleh mereka seharian ini.

“Man ini mau makan kemana?” tanyaku.

“Ke Anna’s Kitchen. Udah lama kita nggak makan pasta disana” jawab Manda.

“Ini semua rencana lo sama Angga kan pasti? Ngaku.”

“Terus kenapa? Gue sih kangen aja jalan bertiga gini. Terserah lo mau cerita atau nggak soal lo dan perasaan lo, tapi yang pasti gue sama Angga cuma pengen kita jalan bareng” jawab Manda.

Setelah 15 menit berkendara, kami tia di Anna’s Kitchen dan langsung memesan makanan.

“Abis ini ke carwash terus ke apartemen lo ya Sya” ucap Angga yang mengulang jadwal rencananya.

“Iyaaaa. Jujur gue bingung nih mau lo berdua apa sih kok bisa-bisanya gue kejebak begini seharian” kataku penuh curiga.

“Berisik banget nih. Udah sih nikmatin aja dulu, kan kita udah lama banget tau ga pergi bertiga”

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Two Cents in a Relationship   Hello, Again

    Aku mengabaikan chat dari Radit karena merasa itu bukan hal penting untukku yang harus aku gubris. Ya aku bisa saja memang mengatakan hal tersebut, namun kenyataannya chat tersebut sangat mengangguku saat aku berusaha fokus menonton. Sambil menyalakan batang rokok baru, aku pun membalas chat Radit. “Hah? Gue dari awal nggak pindah kemana-mana kok! Lo salah orang kali? Gue aja nggak tau itu dimana Dit” jawabku. 5 menit berlalu begitu saja dan aku sudah yakin kalau Radit salah orang. Notifikasi pesan masuk. “Nggak Sya, I swear to God. We knew each other before Kkuma. Here’s the clue : birthday lunch” ucap Radit yang semakin membuatku bingung. Aku benar-benar tidak ingat apa-apa soal Radit kalau memang kami pernah bertemu sebelumnya. Ya mau tidak mau aku harus berpikir keras malam ini agar aku bisa tidur tanpa dihantui rasa penasaran. Birthday lunch? Rasanya

  • Two Cents in a Relationship   Canggung

    Aku menengok ke belakang mencari asal suara, lalu membuang muka dan mengangguk untuk menjawab pertanyaannya."Bagaimana bisa orang ini tahu siapa aku dan tahu kalau aku merasa capek?" pikirku.Orang tadi langsung duduk di sebelahku, bergabung diantara Della dan Andra tanpa merasa canggung bahkan ketika mereka bertiga mengobrol. Jadinya aku hanya bisa menopang wajahku dengan tangan sambil memperhatikan mereka bertiga mengobrol."Kok lo kenal sama Tasya sih?" tanya Andra tiba-tiba.Aku langsung duduk tegap karena ingin mendengar jawabannya dengan jelas agar terjawab rasa penasaranku tentang siapa orang ini."Kan gue kerja disini sekarang, makanya kenal" jawabnya sambil melihatku.Angin malam yang berhembus semakin kencang dan rasa penasaranku yang tidak terjawab akhirnya membuatku memutuskan untuk memesan ojek online saja untuk pulang lebih dulu dibandingkan menunggu Arka selesai bekerja."Sya mau ba

  • Two Cents in a Relationship   Pertemuan Selanjutnya

    Aku mengecek jadwalku di handphone dan semakin terkejut dengan yang Jordan sampaikan barusan. “Anjir gue tuh besok shift loh Dan, terus 14 open booth?” tanyaku memastikan. “Ya siapa lagi dong? Butuh anak finance soalnya buat rekap sama megang selling acara. Dendi nggak bisa, terus anak lama belum pada balik ke Bandung. Ngajak anak baru mah repot, mereka kan masih trial shift juga” jawab Jordan. “Gue manggil Arka dulu biar kesini deh. Sandra kayaknya udah nyampe” kata Ferdy yang langsung berjalan masuk ke bangunan Kkuma Coffee. “Ini lo sengaja nyari apa gimana Dan buat open booth?” tanyaku penasaran. “Nggak yang diniatin banget sih Kak. Lagi iseng aja, terus ada infonya di IG. Yaudah gue masukin, eh dapet ternyata” jawabnya. Tak lama kemudian, Ferdy dan Arka duduk bersamaku dan Jordan. Arka mengeluarkan bungkus rokok dari kantong celananya dan membakarnya sambil menunggu Jordan berbicara. “Giniiiii. Jadi lusa kita

  • Two Cents in a Relationship   Kembali ke Tahun 2017

    "Gue nggak tau harus cerita apa, kalo nggak ditanya jadinya pasti nggak akan urut ceritanya. Ya kalo gue cerita urut aja suka tiba-tiba skip kan?" kataku sambil mengaduk-aduk sup jagungku."Ya gue sih kayaknya lebih banyak ya tau ceritanya daripada Manda, tapi ya pasti lupa-lupa dikit. Lo tau kan ingetan gue jelek banget?" sahut Angga."Lah gue dong yang nanya kalo gitu?" tanya Manda memastikan.Aku dan Angga mengangguk berbarengan. Manda terlihat berpikir keras untuk menanyakan tentang ceritaku dan Radit."OH GUE TAU!" seru Manda sambil memukul meja setelah sekian lama berpikir.Aku hampir menjatuhkan korek di tanganku yang sedang kupakai untuk membakar rokok, sedangkan Angga hampir jatuh dari kursi yang didudukinya. Kemudian aku hanya memandangi Manda yang tersenyum lebar kepadaku dan Angga. Aku hanya bisa menggeleng-gelengkan kepala dengan kelakuan Manda."Gila lo emang ya. Hobi kok bikin orang kaget sih? Untung gue

  • Two Cents in a Relationship   From Pillow Talk to Breakfast Talk

    “Sya? Really?” tanya Manda yang ikut syok setelah mendengar apa yang baru saja aku ceritakan.Aku tersenyum kecil sambil mengangguk pelan. Manda langsung memelukku erat.“Tasya, I’m so sorry you have to experienced that shit” kata Manda sambil mengusap punggungku.“It’s okay Man. If only the awareness for sexual harassment back then as massive as these day” balasku sambil memeluk Manda erat.“Terus gimana si brengsek itu?” tanya Manda penasaran.“Hmm honestly gue nggak tau Man dan gue sama circle pas ospek gue itu juga udah nggak pernah kontakan lagi, ditambah juga waktu itu setelah gue nyampe apartemen semuanya yang berkaitan sama Reza langsung gue mute dan lama-lama gue block” jawabku.“Good move dan semoga orang begitu hidupnya kena karma sepedih-pedihnya karena udah ngasih orang lain trauma” ucap Manda penuh kekesalan. Aku hanya tertawa samb

  • Two Cents in a Relationship   Pertama, Kedua, dan Terakhir

    Dengan respon Radit yang nampak tidak tertarik untuk mencoba akrab saat aku mencoba akrab dengannya yang merupakan teman Reza, aku pun jadi malas mencoba mengajaknya bicara kembali. Biarkan saja dia sibuk dengan handphonenya itu. Lagipula aku lebih banyak mengobrol dengan Dhika dan Galih sejak awal yang jauh lebih friendly dibandingkan dengan dia dan aku sih tidak masalah dengan Reza yang sedang sibuk mengurus usaha milik keluarganya karena mengharuskannya untuk bolak-balik menelepon orang banyak.Setelah menunggu lumayan lama, semua yang kami pesan pun datang. Akhirnya ada waktu dimana aku tidak harus terus-terusan mengobrol dengan mereka. Sehabis makan, kini waktu untukku untuk sibuk dengan handphoneku sendiri. Sedangkan Reza, Dhika, Galih, dan Radit sibuk mengobrol sambil merokok, aku hanya sesekali mendengarkan obrolan mereka yang ternyata banyak membahas tentang kehidupan dan teman-teman SMA-nya saja. Dengan topik tersebut, sudah pasti aku tidak bisa ikut dalam obrolan m

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status