Home / Romansa / Two Cents in a Relationship / Tentang Kebiasaan (1)

Share

Tentang Kebiasaan (1)

Author: PH Yuna
last update Last Updated: 2021-06-12 01:49:21

Ketika akan melakukan sebuah kegiatan baru bersama seseorang yang kita putuskan akan terhubung dengan dunia kita sebagai pasangan tentu terasa asing dan membuat canggung dalam keseharian kita, pastinya kita akan membutuhkan adaptasi yang waktunya tentatif bagi setiap orang. Perasaan asing dan canggung tersebut ada kemungkinannya di masa mendatang akan menjadi perasaan nyaman dan tentu menyenangkan saat kegiatan tersebut benar-benar berubah menjadi kebiasaan yang intensitasnya cukup tinggi dalam keseharian.

Namun tidak bisa menutup mata ketika kebiasaan tersebut harus berhenti karena alasan-alasan tertentu. Ada yang terpaksa harus merubah kebiasaan tersebut karena ternyata ada kesalahan yang membuat tidak nyaman selama kebiasaan tersebut dilakukan, ada yang merubah kebiasaan tersebut karena dipaksa oleh keadaan dan menggantinya dengan kebiasaan baru seperti ketika tiba-tiba harus menjalani hubungan jarak jauh atau karena urusan pribadi seperti urusan akademik dan urusan pekerjaan yang menguras waktu begitu banyak.

Apa perubahan kebiasaan yang paling menyakitkan? Ketika kebiasaan yang selama ini membuat kita merasa nyaman dan senang harus berhenti begitu saja karena hubungan kita dengan orang yang selama ini menjalankan kebiasaan tersebut bersama kita harus berakhir.

Beberapa orang yang menjalani kehidupan percintaannya berusaha untuk serealistis mungkin, bahkan sampai ditahap membicarakan bagaimana jika hubungan yang sedang mereka jalani nantinya berakhir. Tentang bagaimana mereka berdua harus bersikap nantinya, bagaimana penyelesaian masalah-masalah yang mereka miliki nantinya, bagaimana urusan pekerjaan nantinya bagi mereka yang bekerja bersama, dan lainnya.

Kebiasaan-kebiasaan yang harus berhenti tersebut akan memberikan rasa hampa sebagai gantinya, rasa canggung yang sedikit membuat dada sesak ketika tidak sengaja bertemu di tempat yang sama, bahkan tidak jarang juga yang justru nantinya memberikan rasa benci satu sama lain.

“Dulu gue sering banget kesini sendirian, terus ngajak lo sama Angga, terus sama Radit entah buat pribadi atau kerjaan, kemaren-kemaren sempet sendirian, sekarang bareng lo sama Angga lagi” kataku pada Manda sambil mendorong troli belanja.

“Gimana rasanya Sya?” tanya Manda hati-hati.

“Aneh rasanya. Ya seneng karena ini tempat favorit gue entah ketika gue dateng kesini sendiri, bareng lo sama Angga, bareng Radit. Tapi satu sisi gue juga ngerasa sedih karena sekarang kalo dateng kesini gue jadi inget kebiasaan gue sama Radit, atau kalo lagi belanja banyak banget pasti inget dulu kita berdua heboh belanja buat coffee shop” jawabku.

“Emang pas lo sama Radit kerja di coffee shop tuh sering banget ya Sya? Jujur gue nggak tau soalnya pas itu kan gue juga ambil cuti.”

“Lumayaaaan. Yaaa sekitar 2 sampai 3 kali deh sebulan, kadang jadinya bisa tiap minggu sekalian belanja bulanan pribadi” kataku sambil menatap nanar ke arah rak barang.

“Apa sih Sya yang bikin lo keinget selain lo sama Radit sering banget dateng kesini?” tanya Angga yang sedari tadi berjalan dibelakangku dan Manda.

“Kebiasaan pas belanjanya Ngga hahaha.”

“Contohnya?”

“Gue sama Radit tuh karena ngurusin stok barang-barang kedai jadi suka survei ke beberapa tempat buat bandingin harga, bahkan kita sampe nyari supplier sendiri. Terus kita suka heboh aja kalo diskon. Intinya seru aja belanja sama Radit, semua produk kayaknya kita komentarin” jawabku sambil tertawa. Aneh sekali rasanya menceritakan ini sambil tertawa, kupikir tidak akan bisa.

Tiba-tiba aku terlarut dalam pikiranku sendiri, perlahan kenanganku dan Radit tentang tempat ini muncul dengan jelas.

“Tasyaaaaa, cek dong di list ini kita beli susu tuh satuan karton atau dus ya?” tanya Radit.

“Bentar ih bawel banget kamu. Ini sinyalnya jeleeeek” jawabku kesal.

“Eh Sya tapi kayaknya buat non-coffee enakan merk ini nggak sih? Soalnya ini beneran plain aja gitu di lidah gue. Yang kita pake kan ada rasa manisnya, jadi kalo ada ditambahin gula tuh bikin manis banget” kata Radit sambil memberikan sekotak susu kepadaku.

“Oh iya ya kenapa gue nggak sadar ya? Padahal gue selalu minum ini kan. Iya gue setuju karena lebih aman buat mix sama bahan lain dan lebih tahan lama juga Dit. Yang kita pake tuh 4 udah nggak bisa dipake, bahkan 3 hari aja kadang nggak bisa lagi. Tapi yang ini tuh gue pernah seminggu di kulkas masih aman. Cuma minusnya emang di harga sih. Rada susah emang nyari yang totally plain gini dengan budget under 20 ribu, beli fresh milk ya murah tapi cepet banget rusaknya” jawabku sambil menjelaskan pengalamanku dengan produk-produk yang sedang kami bandingkan.

Tepukan di bahuku pun menyadarkanku kembali.

“Sya pasta sama bumbu-bumbu instan dimana sih? Lupa gue” kata Manda.

Aku pun mengarahkan troli ke bagian tersebut. Sambil sesekali mengecek daftar belanjaku aku kembali teringat bagaimana Radit akan membantuku memilihkan produk yang akan aku beli, juga membantuku mengambil produk di rak tinggi yang tidak bisa kugapai tanpa kuminta karena aku pasti fokus dengan daftar belanjaku sendiri.

“Eh gue mencar dulu deh ya” kata Angga memecah hening.

“Mau ngapain lo?’ tanya Manda.

“Ngambil keranjang, terus beli snack.”

“Gimana deh lo bukannya tadi sekalian aja ambil keranjangnya!” kata Manda ketus.

“Lupaaaaa. Yaudah nanti telepon gue aja ya kalian di sebelah mana nanti” kata Angga yang berlari meninggalkan aku dan Manda.

Sambil mengambil produk yang masing-masing kami cari, aku kembali bernostalgia. Dulu Radit suka sekali meminta padaku untuk dibuatkan lasagna. Kadang Radit memasukkan sendiri bahan-bahan yang dibutuhkan untuk membuat lasagna tanpa sepengetahuanku lalu kami berdua akan berdebat ketika sedang merapikan semua belanjaan di apartemenku.

“Sya mau tanya dong” kata Manda yang sedang melihat ke arah rak bumbu.

“Apa?” jawabku singkat.

“Lo tuh jadi benci sama tempat-tempat atau barang-barang yang ada kaitannya sama Radit nggak sih? Gue kan dulu putus sama Dimas kan jadi benci banget ke beberapa tempat, ya casenya beda sih emang. Kalo gue kan karena tempat-tempat itu beneran ngasih luka ke gue ya. Nah kalo ke lo gimana? Kalo lo nggak mau jawab nggak apa-apa kok Sya” tanya Manda.

“Nggak kok Man, gue jawab aja. Gimana ya, gue ngerasa gue nggak bisa benci sama tempatnya mau gimanapun juga. Gue lebih mempertanyakan diri gue sendiri aja, apa gue bisa untuk ngerasa nyaman nantinya ketika gue dateng kesini lagi sendiri?” jawabku.

“Aaaah I see. Terus kalo sekarang banget nih ya, apa yang paling lo rasain?” tanya Manda lagi.

“Honestly gue seneng sih, udah lama banget gue nggakk belanja bareng gini.”

“Sya, kalo tiba-tiba ngerasa nggak nyaman disini bilang ya biar kita buru-buru kelarin aja” ucap Manda dengan nada khawatir.

“Iyaaa. Tapi serius kok sekarang lagi nggak gloomy banget. Lebih ke kangen aja kali ya sama momennya” jawabku sambil menatap nanar ke arah Manda.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Two Cents in a Relationship   Hello, Again

    Aku mengabaikan chat dari Radit karena merasa itu bukan hal penting untukku yang harus aku gubris. Ya aku bisa saja memang mengatakan hal tersebut, namun kenyataannya chat tersebut sangat mengangguku saat aku berusaha fokus menonton. Sambil menyalakan batang rokok baru, aku pun membalas chat Radit. “Hah? Gue dari awal nggak pindah kemana-mana kok! Lo salah orang kali? Gue aja nggak tau itu dimana Dit” jawabku. 5 menit berlalu begitu saja dan aku sudah yakin kalau Radit salah orang. Notifikasi pesan masuk. “Nggak Sya, I swear to God. We knew each other before Kkuma. Here’s the clue : birthday lunch” ucap Radit yang semakin membuatku bingung. Aku benar-benar tidak ingat apa-apa soal Radit kalau memang kami pernah bertemu sebelumnya. Ya mau tidak mau aku harus berpikir keras malam ini agar aku bisa tidur tanpa dihantui rasa penasaran. Birthday lunch? Rasanya

  • Two Cents in a Relationship   Canggung

    Aku menengok ke belakang mencari asal suara, lalu membuang muka dan mengangguk untuk menjawab pertanyaannya."Bagaimana bisa orang ini tahu siapa aku dan tahu kalau aku merasa capek?" pikirku.Orang tadi langsung duduk di sebelahku, bergabung diantara Della dan Andra tanpa merasa canggung bahkan ketika mereka bertiga mengobrol. Jadinya aku hanya bisa menopang wajahku dengan tangan sambil memperhatikan mereka bertiga mengobrol."Kok lo kenal sama Tasya sih?" tanya Andra tiba-tiba.Aku langsung duduk tegap karena ingin mendengar jawabannya dengan jelas agar terjawab rasa penasaranku tentang siapa orang ini."Kan gue kerja disini sekarang, makanya kenal" jawabnya sambil melihatku.Angin malam yang berhembus semakin kencang dan rasa penasaranku yang tidak terjawab akhirnya membuatku memutuskan untuk memesan ojek online saja untuk pulang lebih dulu dibandingkan menunggu Arka selesai bekerja."Sya mau ba

  • Two Cents in a Relationship   Pertemuan Selanjutnya

    Aku mengecek jadwalku di handphone dan semakin terkejut dengan yang Jordan sampaikan barusan. “Anjir gue tuh besok shift loh Dan, terus 14 open booth?” tanyaku memastikan. “Ya siapa lagi dong? Butuh anak finance soalnya buat rekap sama megang selling acara. Dendi nggak bisa, terus anak lama belum pada balik ke Bandung. Ngajak anak baru mah repot, mereka kan masih trial shift juga” jawab Jordan. “Gue manggil Arka dulu biar kesini deh. Sandra kayaknya udah nyampe” kata Ferdy yang langsung berjalan masuk ke bangunan Kkuma Coffee. “Ini lo sengaja nyari apa gimana Dan buat open booth?” tanyaku penasaran. “Nggak yang diniatin banget sih Kak. Lagi iseng aja, terus ada infonya di IG. Yaudah gue masukin, eh dapet ternyata” jawabnya. Tak lama kemudian, Ferdy dan Arka duduk bersamaku dan Jordan. Arka mengeluarkan bungkus rokok dari kantong celananya dan membakarnya sambil menunggu Jordan berbicara. “Giniiiii. Jadi lusa kita

  • Two Cents in a Relationship   Kembali ke Tahun 2017

    "Gue nggak tau harus cerita apa, kalo nggak ditanya jadinya pasti nggak akan urut ceritanya. Ya kalo gue cerita urut aja suka tiba-tiba skip kan?" kataku sambil mengaduk-aduk sup jagungku."Ya gue sih kayaknya lebih banyak ya tau ceritanya daripada Manda, tapi ya pasti lupa-lupa dikit. Lo tau kan ingetan gue jelek banget?" sahut Angga."Lah gue dong yang nanya kalo gitu?" tanya Manda memastikan.Aku dan Angga mengangguk berbarengan. Manda terlihat berpikir keras untuk menanyakan tentang ceritaku dan Radit."OH GUE TAU!" seru Manda sambil memukul meja setelah sekian lama berpikir.Aku hampir menjatuhkan korek di tanganku yang sedang kupakai untuk membakar rokok, sedangkan Angga hampir jatuh dari kursi yang didudukinya. Kemudian aku hanya memandangi Manda yang tersenyum lebar kepadaku dan Angga. Aku hanya bisa menggeleng-gelengkan kepala dengan kelakuan Manda."Gila lo emang ya. Hobi kok bikin orang kaget sih? Untung gue

  • Two Cents in a Relationship   From Pillow Talk to Breakfast Talk

    “Sya? Really?” tanya Manda yang ikut syok setelah mendengar apa yang baru saja aku ceritakan.Aku tersenyum kecil sambil mengangguk pelan. Manda langsung memelukku erat.“Tasya, I’m so sorry you have to experienced that shit” kata Manda sambil mengusap punggungku.“It’s okay Man. If only the awareness for sexual harassment back then as massive as these day” balasku sambil memeluk Manda erat.“Terus gimana si brengsek itu?” tanya Manda penasaran.“Hmm honestly gue nggak tau Man dan gue sama circle pas ospek gue itu juga udah nggak pernah kontakan lagi, ditambah juga waktu itu setelah gue nyampe apartemen semuanya yang berkaitan sama Reza langsung gue mute dan lama-lama gue block” jawabku.“Good move dan semoga orang begitu hidupnya kena karma sepedih-pedihnya karena udah ngasih orang lain trauma” ucap Manda penuh kekesalan. Aku hanya tertawa samb

  • Two Cents in a Relationship   Pertama, Kedua, dan Terakhir

    Dengan respon Radit yang nampak tidak tertarik untuk mencoba akrab saat aku mencoba akrab dengannya yang merupakan teman Reza, aku pun jadi malas mencoba mengajaknya bicara kembali. Biarkan saja dia sibuk dengan handphonenya itu. Lagipula aku lebih banyak mengobrol dengan Dhika dan Galih sejak awal yang jauh lebih friendly dibandingkan dengan dia dan aku sih tidak masalah dengan Reza yang sedang sibuk mengurus usaha milik keluarganya karena mengharuskannya untuk bolak-balik menelepon orang banyak.Setelah menunggu lumayan lama, semua yang kami pesan pun datang. Akhirnya ada waktu dimana aku tidak harus terus-terusan mengobrol dengan mereka. Sehabis makan, kini waktu untukku untuk sibuk dengan handphoneku sendiri. Sedangkan Reza, Dhika, Galih, dan Radit sibuk mengobrol sambil merokok, aku hanya sesekali mendengarkan obrolan mereka yang ternyata banyak membahas tentang kehidupan dan teman-teman SMA-nya saja. Dengan topik tersebut, sudah pasti aku tidak bisa ikut dalam obrolan m

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status