Home / Romansa / Two Seasons of Marriage / Gagal bertemu mantan

Share

Gagal bertemu mantan

Author: Uwie_bee
last update Huling Na-update: 2021-05-18 13:21:31

Hari pernikahan pun tiba. Nayya telah selesai bersolek sejak pagi. Gaun pengantin cantik yang ia beli dari butik langganan, membuatnya cantik. Warna putih dengan manik silver dan sedikit aksen pita di salah satu sudut membuatnya tampak seperti putri dongeng.

Begitupun dengan Rayyan. Tuxedo hitam dengan bahan beludru dengan dasi kupu-kupu membuatnya tampak seperti pangeran. Serasi jika disandingkan dengan Nayya. 

Pernikahan Rayyan dan Nayya memang tak sepenuhnya mendapat restu dari kedua orangtuanya. Namun mereka memilih datang sebagai rasa tanggung jawabnya sebagai orangtua.

Prosesi ijab kabul berlangsung lancar, Rayyan sangat lancar mengucapkan ikrar sehidup semati dengan Nayya. Betapa bahagianya Nayya, dari balik pintu penghubung ia tersenyum sambil terus memegang buket bunga.

"Nayya, prosesi ijab kabul sudah selesai. Kamu segera ke luar untuk acara sungkeman," ujar Kirey dengan nada ketus dan wajah seram yang ia tunjukkan. 

"Kak, kenapa harus ada prosesi sungkeman sih? Ini kan bukan acara halal bi halal?" Nayya berkilah. Ia tak mau prosesi itu dilaksanakan apalagi ini dilakukan di depan orang banyak. Nayya berpikir buruk, apa mungkin keluarga Ardiwira akan mempermalukan dirinya?

"Memang kenapa? Saat Lily menikah dengan adik aku juga ada acara sungkeman. Tidak usah rewel," ketus Kirey. 

"Aku tidak mau. Aku akan bilang Rayyan." 

Nekat, Nayya berlari keluar dari kamar rias menuju tempat ijab kabul berada. Nayya membuka pintu ruangan dengan kasar lalu kembali berlari menuju tempat suaminya berdiri setelah mengikrarkan janji suci. Rayyan membelalakkan matanya, kaget dengan apa yang dilakukan oleh Nayya.

"Kamu kenapa lari?" tanya Rayyan. Nayya menghambur ke pelukan suaminya lalu mulai memainkan dramanya. Ia menangis sesenggukan membuat para saksi yang hadir kebingungan. Dari balik pintu, tampak kakaknya terengah-engah seperti habis berlari kencang. Mereka bertatapan, antara kakak dan adik. Rayyan yakin, Nayya menangis karena kakaknya mengatakan sesuatu yang membuat ia terluka. 

"Nayya, kenapa kamu keluar kamar sebelum ada aba-aba dari dalam?" tanya Kirey, napasnya masih terengah-engah karena mengejar Nayya. Rayyan menatap keduanya, antara istri dan kakaknya secara bergantian. 

"Ini kenapa kak?" kini Rayyan yang bertanya. Kirey baru akan membuka mulutnya namun Nayya lebih dulu menjawabnya." Rayyan, kata kak Kirey aku tidak seperti Lily. Aku bukan menantu yang baik. Aku sedih, Rayyan. Makanya aku lari dari kamar ingin bertemu kamu. Hiks hiks."

Kirey membelalakkan matanya. Tangannya melambai tanda penolakan. Ia mengumpat dalam hati dan rasanya ingin sekali membalas fitnah kejam dari Nayya yang kini menampakkan smirknya dari balik pelukan Rayyan.

Mendengar istrinya disakiti, tentu saja membuat Rayyan naik pitam. Ia sudah mengalah atas perlakuan keluarganya pada Nayya, tapi mengapa hal itu terus terjadi hingga mereka sudah resmi jadi suami istri?

"Kak, sudah cukup pertengkaran kita Minggu lalu. Kalian boleh tak menyukainya, tapi mohon jangan membuat ia merasa buruk dan hancur karena omongan kalian. Aku sudah mengalah, apalagi yang kalian inginkan?" jelas Rayyan panjang lebar. Ia kembali memeluk Nayya. Disaksikan banyak saksi undangan, pertengkaran keluarga itu tetap berlanjut. Kini, Lydia juga ikut menimpali perselisihan mereka berdua. 

"Kamu menuduh kakakmu? Kenapa kamu tidak tanya lebih dulu padanya dan lebih mendengarkan istrimu? Kakakmu yang menemani kamu sedari kecil dan kamu lebih percaya sama istri kamu yang baru kenal 3 tahun? Luar biasa," sindir Lydia. Matanya melirik Nayya yang masih mengintip dari balik pelukan Rayyan. Nayya tak berani menatap balik mata mertuanya. Menakutkan, pikir Nayya. 

"Ma, jangan menjatuhkan Nayya begitu dalam. Dia wanita yang baik. Mama terlalu menyanjung Lily hingga tutup mata tentang Nayya," protes Rayyan.

Saat akan membalas, tiba-tiba Ardiwira datang. Ikut menenangkan pertengkaran yang hampir meluas antara ibu dan anak. Ardiwira menarik lengan Lydia dan Kirey, mengajaknya pergi dari gedung pernikahan. 

"Ayo, kita pulang. Percuma berdebat dengan orang bodoh dan buta," sindir Ardiwira. Namun sebelum Lydia pergi meninggalkan ruangan ia kembali menatap anak serta menantunya dan berkata sesuatu yang membuat seisi ruangan gempar. " Demi tuhan, karena kamu sudah memfitnah anak saya dan sebagai ibunya saya tidak rela. Saya menyumpahi kalian berdua, suatu hari nanti kalian akan bertekuk lutut di hadapan kakak kalian. Camkan itu!!"

Lydia pergi dengan luka hatinya yang teramat dalam. Ia menangis tersedu-sedu di pelukan suaminya sambil terus berjalan meninggalkan gedung pernikahan. Kirey menatap sebentar lalu ikut pergi dengan orangtuanya, sedangkan suami dan anaknya menyusul dari belakang. 

Para saksi mulai ramai memperbincangkan masalah keluarga tadi. Mereka ada yang menyalahkan keluarga Ardiwira dan ada yang menyalahkan Nayya selaku menantu barunya. 

Abi, berdiri di belakang Rayyan. Ia menepuk bahu sepupunya itu dan membisikkan sesuatu di telinga Rayyan. " Sebenarnya mama dan kakak kamu ingin mengadakan acara sungkeman untuk meminta restu. Tapi, istri kamu menolak dan malah memfitnah mereka. Cepat minta maaf, hati mama kamu terluka."

Abi pun ikut pergi meninggalkan ruangan. Ia berjalan sambil melepas jas hitam yang ia kenakan. Kini tersisa Rayyan dan Nayya di ruangan itu beserta tamu undangan. Nayya memandang raut wajah suaminya yang tiba-tiba pucat dan terdiam mematung cukup lama, lalu ia mengguncang tubuhnya. 

"Sayang, jangan diam saja. Acaranya akan dimulai," rengeknya. Rayyan tersenyum canggung lalu mengangguk mengikuti keinginan istrinya. Hatinya masih kacau karena pertengkaran tadi. Bagaimana caranya ia minta maaf pada kakak dan ibunya nanti?

Sementara itu, di luar gedung Abi melihat suatu pemandangan indah yang menarik perhatiannya. Ada seseorang yang datang, dengan menggunakan gaun cantik dan wajah berbinar berjalan menuju gedung pernikahan. Wajah yang sangat ingin ia pandangi setiap hari, jika memungkinkan.

Abi pun berjalan menghampiri dan menyapanya," Hei, Lily. Apa kabar? Kamu datang juga?"

Yang disapa pun menoleh. Ia tersenyum lalu membalasnya," Hei, Abi. Aku datang memenuhi undangan. Pestanya sudah dimulai?"

Abi mengangguk. Pandangannya tertuju pada satu pria di belakangnya yang berjalan menghampiri Lily lalu berdiri berdampingan. Seperti sepasang kekasih. Abi, cemburu. 

"Lily, mau langsung masuk atau kalian akan mengobrol lebih dulu?" tanya Bagas sambil melirik Abi dan Lily bergantian.

"Ee..."

"Lebih baik kalian pulang saja. Aku menyesal memberi surat undangan. Rayyan tak seperti dulu lagi, ia bahkan sudah mengusir keluarganya demi wanita yang ia nikahi sekarang," jelas Abi. Lily dan Bagas saling bertatapan lalu mengerutkan dahi mereka. 

"Ini serius?" tanya Lily. Abi mengangguk. Tangannya membalik bahu Lily dan mengajaknya berjalan menjauhi gedung. Bagas mengikutinya dari belakang. "Kenapa bisa? Bukankah Rayyan sayang sekali sama mama?"

"Itu dulu. Untuk mengobati rasa kecewa kalian, bagaimana kalau siang ini aku ajak kalian makan bersama. Kamu masih suka shabu-shabu kan?" tanyanya pada Lily, yang ditanya pun mengangguk.

"Iya. Kamu mau traktir aku?"

"Of course. Bagaimana, Bagas?" tanya Abi pada Bagas. 

"Boleh. Kita ke tempat langganan Lily saja," tawarnya.

"Ok. Saya duluan jalan, kalian menyusul ya."

Setibanya di tempat yang diinginkan, mereka pun segera memesan makanan terbaik dari resto tersebut. Resto kenangan antara Rayyan dan Lily saat pertama kali makan bersama satu tahun yang lalu. Lily menatap sekeliling, ia tersenyum lalu menunduk. Ia menghela napas panjang, berusaha melepaskan keresahannya.

"Kamu mau aku pesankan bento?" tanya Bagas. Jihan menggeleng. Ia rasa sudah cukup menikmati makanan yang ada di depannya kini. Sayuran dan daging yang dicelupkan kedalam kuah panas, membuatnya berbinar. 

"Aku ingin makan hotpot."

"Kamu masih kelola butik kamu kan? Aku rencananya mau kesana," tanya Abi membuka obrolan. Lily mengangguk, mulutnya masih penuh dengan makanan. Abi tersenyum melihat pemandangan itu. Sungguh lucu sekali.

"Masih. Kapan kamu mau kesana?" tanya Lily. 

"Minggu depan. Teman wanitaku akan ada acara, aku diminta mencarikan butik terbaik. Aku rekomendasikan butik milikmu." 

"Kekasih?" 

"Uhm, entahlah."

Sedang asiknya makan, tiba-tiba Abi dikejutkan oleh suara deringan telpon yang ia taruh di sebelahnya. Ia berdiri dan pergi dari meja lalu menjawabnya di luar ruangan. Selang sepuluh menit ia datang kembali dengan raut wajah khawatir. 

"Kenapa, Abi?" tanya Lily.

"Aku harus pulang. Mama butuh bantuan. Thanks atas obrolannya. Untuk makanan sudah aku bayar. Permisi."

"Hati-hati, salam untuk mama." 

Abi berpamitan pulang. Lily melambaikan tangannya hingga sosok itu ke luar dari area resto. Ia kembali menyantap dan menghabiskan makanannya lalu pulang bersama Bagas. Beruntungnya, ia hari ini hatinya terselamatkan oleh Abi.

'Setidaknya, hari ini aku tidak sakit hati.'

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • Two Seasons of Marriage   Rayyan menghilang

    Dughh!! Mobil yang ditumpangi oleh Rayyan menabrak pinggir jembatan. Lampu depan pecah dan bunyi alarmnya terdengar cukup keras. Rayyan tersadar dari lamunannya lalu memutuskan untuk keluar dari dalam mobil. Ia butuh udara segar. Rayyan berdiri di sisian jembatan. Matanya tertuju pada ramainya lalu lintas di bawah sana. Terbersit pikiran kotor untuk mengakhiri hidupnya. Namun lagi-lagi ingatannya tentang Lily kembali membawanya pada kewarasan. "Aku harus hidup demi kedua buah hatiku," bisiknya dalam diam. Rayyan belum pernah bertemu kedua anaknya dan ia tak mau mati konyol hanya karena kebodohan. Ia pun segera ke dalam mobil dan melanjutkan perjalanannya. Sementara itu, Nayya yang sejak sore tadi sudah berada di rumah menjadi sedikit cemas karena sosok Rayyan yang belum juga kembali. Ponselnya pun tidak aktif. Nayya mencoba menghubungi beberapa rekannya tapi hasilnya nihil. Rayyan tak ada dimana-mana. "Kemana perginya Rayyan?" Nayya terus mencari cara agar bisa tahu dimana suam

  • Two Seasons of Marriage   Perjanjian terselubung

    Mengerikan. Rayyan mendapati sang ayah tersenyum sendiri saat duduk satu ruangan dengannya. Ia terus menerus mengecek ponselnya lalu kembali tersenyum tanpa tahu apa sebabnya. Sebagai anak yang baik, Rayyan tentunya sangat penasaran mengapa ayahnya terlihat bahagia hari ini. Tak seperti biasanya. "Papa sedang merencanakan apa?" ujar Rayyan yang kini sudah risih dengan tingkah Ardiwira. "Oh, papa sedang melihat beberapa koleksi perhiasan. Sepertinya cocok untuk mama," jawab Ardiwira sembari memperlihatkan isi ponselnya. "Papa tidak sedang merencanakan sesuatu yang berhubungan dengan Lily kan?" tanyanya lagi. Ardiwira mengangguk pelan. Namun Rayyan tak langsung percaya padanya. "Papa mau kamu datang ke rumah besok Sabtu. Ada sesuatu yang akan papa bicarakan," perintah Ardiwira dengan mata tertuju pada Rayyan. Ia menutup ponselnya lalu menopang satu kakinya dengan santai. "Ini serius dan kamu bawa juga Nayya kesana." "Untuk apa? Bukankah papa tidak suka padanya?" "Apa dia selamany

  • Two Seasons of Marriage   Perjanjian dengan Ardiwira

    Mata Lily terlihat kosong. Sejak Bagas pulang kerja sore tadi, ia hanya berdiam diri di kamar sambil memandangi kedua anaknya. Sesekali Lily beranjak ke dapur untuk makan lalu kembali lagi ke kamar. Bagas mengerutkan dahinya. Ia pun akhirnya memberanikan diri untuk bertanya padanya. "Kamu kenapa, sayang? Ada yang mengganjal hati?" "Tadi siang dia datang. Entah dari mana dia mengetahui alamat rumah ini." Lily mengembuskan napasnya yang terasa sesak di dada. "Dia mengajakku menemui Ardiwira. Mrnurutmu, aku harus menurutinya atau tidak?" "Apa yang diinginkan Ardiwira darimu?" Bagas mengubah posisinya. Matanya ia fokuskan pada Lily. "Dia meminta si kembar? Kumohon jangan." "Sampai mereka nangis darah pun tidak akan aku berikan." "Tidak salah kalau aku mengajukan status si kembar ke pengadilan," ujar Bagas. Ia berdiri mengambil sesuatu dari dalam tasnya. Sebuah amplop berwarna coklat yang terlihat tebal dari luar. "Minggu depan kita sidang. Si kembar akan sah jadi anak kandungku." Ma

  • Two Seasons of Marriage   Niat terselubung mantan mertua

    Nayya tak sabar menunggu informasi yang diberikan oleh orang suruhannya. Sejak tadi ia gelisah melirik arloji di tangannya menunggu kedatangan si pemberi pesan. Tak lama kemudian, datanglah sang informan menghadap padanya. Mata Nayya berbinar saat melihatnya. Ini hari yang sangat ia tunggu. "Lama sekali," sindir Nayya. "Sabar, bos." Nayya tersenyum melihat hasil yang didapatkan dari informan yang ditunjuknya. Ada dua foto yang membuatnya yakin jika itu adalah Lily yang tengah ia cari keberadaannya. "Kerja bagus. Mereka ada di Bandung?" informan itu mengangguk. "Sisa bayaran saya transfer langsung." "Terima kasih, bos." Setelah menyelesaikan tugasnya, informan itu segera pergi meninggalkan Nayya. Istri Rayyan itu menghitung-hitung seberapa banyak uang yang bisa ia dapatkan dari Ardiwira setelah rencananya berhasil. "Apa aku akan dapat satu miliar? Ah, terlalu kecil. Lima miliar cukup? Ah, bisa foya-foya seumur hidup." Nayya yang sudah mengantongi alamat Lily segera melajukan

  • Two Seasons of Marriage   Menyembunyikan sesuatu

    "Hai, sayang." Nayya menyapa dari balik meja dapur. Rayyan hanya melihatnya sekilas dan berlalu masuk ke dalam kamar. Nayya mengikutinya dari belakang. Tanpa diduga, Nayya dengan sigap mengambil pakaian Rayyan dan menaruhnya di atas tempat tidur. Lalu ia juga menyiapkan bak mandi untuk suaminya yang biasa berendam. "Aku sudah siapkan semuanya. Aku siapkan makan malam dulu," ujar Nayya yang bersiap pergi dari kamar. Tangan Rayyan menarik pelan lengan Nayya disertai dengan tujukan tajam alis yang membuat Nayya terdiam. "Kenapa tiba-tiba seperti ini?" tanya Rayyan. Genggaman tangan Rayyan semakin mengeras dan itu membuat Nayya sedikit kesakitan. "Mas, jangan gini. Aku bisa jelaskan semuanya." Nayya berusaha melepas genggaman tangan Rayyan namun tak berhasil. "Katakan, siapa yang telah mencuci otakmu hingga kamu berubah secepat ini!" teriak Rayyan lepas. Nayya ketakutan. Ia menunduk menutupi wajahnya yang gemetar menahan tangis. "Katakan! Bukan tangisan yang aku inginkan!" Rayyan me

  • Two Seasons of Marriage   Iming-iming

    "Kamu menyembunyikan sesuatu dari papa?" Rayyan tak bisa berkutik. Matanya yang gelisah berpendar ke segala arah memastikan rasa gugupnya hilang. Ia menggeleng kemudian. "Tidak, Pa." Rayyan merasa jawabannya salah. Ayahnya masih terus mengintimidasinya dengan tatapan penuh tanda tanya. "Yakin? Kamu tidak mau bercerita?" Rayyan menggeleng ringan. "Rayyan tidak tahu apa yang harus diceritakan. Apa ini menyangkut kinerja?" tanya Rayyan penasaran. "Bukan. Ini semua tentang mantan istrimu." "Kenapa dengan Nayya?" Ardiwira terkekeh. Tangannya pelan menepuk bahu sang anak yang terlihat menegang. "Papa dengar, dia sudah berhasil ditemukan. Kamu tahu?" tanyanya yang lagi-lagi dengan tatapan intimidasi. "Aku tidak tahu," jawab Rayyan. "Benarkah? Lalu apa yang kamu lakukan di toko perlengkapan bayi beberapa waktu lalu?" mata Rayyan membola. Ia tak bisa menyembunyikan kegugupannya. "Oh, aku membelinya untuk teman." "Benarkah?" Rayyan mengangguk. "Mata-mata papa banyak loh." Rayyan me

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status