Hari ini cuaca di Shibuya benar-benar cerah, sampai Junko bisa merasakan sengatan matahari di lengannya. Seperti biasa Junko akan duduk di kursi yang berada di atap sekolah untuk menenangkan dirinya.Lagi-lagi pikirannya tertuju pada sepucuk surat yang ia terima pagi ini di dalam kotak surat rumahnya. Perasaannya antara senang menerima kabar bahwa dia baik-baik saja dan sedih karena dia tak akan kembali kesini.Saat Junko mengucapkan bahwa ia membenci Wanita yang telah melahirkannya itu, sebenarnya ia tak bersungguh-sungguh membencinya. Ia hanya ingin memiliki sedikit perhatian dari Ibunya itu.Junko bahkan rela kembali ke masa lalu jika untuk menerima kasih sayang dari Ibunya lagi. Tapi jelas saja itu tak mungkin."Kenapa akhir-akhir ini dadaku sering sekali sakit. Apa karena terlalu banyak masalah yang kuhadapi?" gumam Junko pada dirinya sendiri."Aku merindukanmu Okaasan. Aku harap, aku bisa menemuimu lagi suatu hari nanti. Aku janji tak akan pernah membu
Tak ada hari yang paling membahagiakan selain hari ini dalam hidup Takumi. Ia sangat bahagia saat Nakamura Junko memberinya satu kesempatan lagi untuk dirinya bisa bersama dengan gadis itu. Selama hidupnya Takumi tak pernah merasa seperti ini sebelumnya, mencintai seseorang dengan begitu dalam.Orang bilang tak akan ada gambaran bagi seseorang yang sedang jatuh cinta. Ya, sama seperti dirinya, Takumi juga tak tahu harus mengekspresikan bagaimana rasa bahagianya itu.Saat mendengar Nakamura Junko setuju memberinya kesempatan itu, ia tadi ingin sekali menerjang tubuh kecil itu untuk memeluknya. Wajah Junko yang sembab karena menangis mengingatkan Takumi tentang pertama kalinya gadis itu menangis meraung-raung didepannya. Takumi memeluknya dan berkata semua akan baik-baik saja, tak perlu ada yang di khawatirkan.Seketika lamunannya di kejutkan oleh suara dering ponsel yang nyaring. Takumi mengerutkan dahinya melihat nama si penelpon."Ada apa?" tanya Takumi sesaat
Junko keluar dari Konbini sambil menjinjing tas kertas di tangannya yang berisi barang belanjaan yang baru saja ia beli. Ia melihat sekeliling mencari keberadaan Ryota. Dimana laki-laki itu? Katanya dia akan menunggu didepan Konbini tapi batang hidungnya tak terlihat. Lalu, sudut mata Junko tak sengaja menangkap sosok yang sedang melambai kearahnya dari arah sebuah lapangan bebas yang mempunyai banyak gundukan tanah disana. Disana ternyata. Laki-laki itu memberi isyarat untuk Junko agar dirinya mendekat kesana. Segera Junko menghampiri Ryota dengan berlari pelan."Maaf, pasti lama menungguku, ya?" ucap Junko saat dirinya sudah di depan Ryota. Napasnya agak terengah karena berlari tadi."Tidak juga," sahut Laki-laki itu. "Oh ini! Untukmu." Ryota memberikan minuman Oshiruko kaleng yang dia janjikan tadi kepada Junko."Apa kau tidak keberatan jika kita duduk disini?" tanya Ryota hati-hati.Junko menggeleng, "Aku tidak masalah. Ayo duduk," katanya.Kemudian mere
Takumi membuka kancing kerah kemejanya. Lalu duduk diatas sofa dan meminum kopinya yang masih hangat, karena baru saja dibuat. Hari ini Takumi sangat kelelahan karena harus bekerja lebih extra dari biasanya, sebab musim dingin akan datang seminggu lagi.Di toko Tosaka pun tidak akan melewatkan menjual buku-buku ataupun manga-manga musim dingin yang akan banyak dicari nanti. Nanti kumpulan buku musim dingin itu akan di pajang rapih di barisan terdepan agar semua orang bisa melihatnya, tentu saja kemudian membelinya. Walaupun pekerjaan Takumi akan bertambah tapi dia tetap menikmatinya. Menurut Takumi, melihat orang yang bahagia ketika membaca suatu buku itu adalah hal paling menarik, bahkan rasa lelahnya akan berkurang saat melihat sebuah kepuasan dimata pembeli tersebut.Karena terlalu lelah Takumi akhirnya membaringkan tubuhnya diatas sofa. Baru beberapa detik ia menikmati kenyamanan berbaring di sofa, tiba-tiba bel rumahnya berbunyi dengan keras membuat Takumi langsung membuka matanya
Musim dingin menyelimuti kota Tokyo malam ini. Salju pertama turun lebih cepat dari perkiraan. Junko yang hari ini pulang sedikit telat dari biasanya harus rela kedinginan sampai ke rumahnya. Selama perjalanan menuju stasiun bawah tanah Junko selalu mengosok-gosokan kedua tangannya dan juga menuipkan udara dari mulutnya ke telapak agar tangannya tidak membeku. Kebetulan yang sangat tidak mengenakan sekali karena hari ini Junko lupa membawa syalnya jadi udara dingin dengan bebasnya menyeruak masuk menyelimuti tubuh.Junko berhenti sejenak, sepertinya dia membawa sesuatu yang hangat di dalam tas. Ia mulai merogoh isi dalam tasnya tapi kemudian ia mendesah sedih karena di dalam sana tidak di temukan apapun selain buku-buku dan alat tulis. Sial... ia lupa membawa sarung tangannya juga...Suasana yang agak sepi membuat Junko lebih memperhatikan sekitar, takut-takut terjadi hal tidak mengenakan nanti. Ia mempercepat langkahnya, selain karena kedinginan ia juga merasa cemas.
Dengan sekali hentakan Junko menarik tangan Ryota setelah ia mengeluarkan sebuah plester luka dari tasnya. Sambil meneteskan air mata Junko membalut luka Ryota dengan benda itu."Nakamura-san, hei kenapa kau menangis?" tanya Ryota dengan suara lembut.Tapi Junko tidak menjawabnya, dia tetap fokus dengan luka-luka lelaki itu yang terlihat mengerikan di matanya. Tega sekali mereka..."Ini tidak apa-apa, kau tidak perlu menangis seperti ini," gumam Ryota, lelaki itu terus berusaha membuat Junko percaya bahwa dia baik-baik saja."APANYA YANG TIDAK APA-APA! Lihat lukamu ini pasti sangat menyakitkan..." Tangis Junko pecah begitu saja tidak dapat ia bendung lagi. Kenapa semua ini terjadi kepada orang-orang yang dekat dengannya, kenapa?"Na-Nakamura-san? Aku benar-benar baik-baik saja. Sungguh. Ini akan sembuh dalam dua hari," kata Ryota. Lelaki itu kemudian memandang sekeliling. "Sepertinya kereta terakhir sudah berangkat, ya? Kalau begitu..." Ryota melihat kembali
"Apa-apaan kau ini?!" kata Sakurai, wanita itu menatap Takumi dengan mata memicing."Itu tidak sebanding dengan semua perlakuanmu padaku. Biar kuperingatkan mulai sekarang, JANGAN PERNAH MENDEKATI NAKAMURA JUNKO LAGI!" ucap Takumi dengan penuh penekanan. "Jika kau masih berani mendekatinya, aku akan melaporkan semuanya kepada ayahmu agar kau di seret pulang dari hidupku."Kenapa Takumi bilanh seperti itu? Karena Sakurai takut sekali kepada ayahnya. Jika ayah Sakurai mengetahui bahwa anaknya membuat kesalahan atau sampai menyakiti orang-orang, wanita itu akan langsung di jemput oleh suruhan ayahnya untuk pulang ke rumahnya."Itu sama sekali tidak ada hubungannya dengan Otou-sama!" sanggah Sakurai. Sepertinya wanita itu mulai ketakutan saat Takumi berbicara mengenai ayahnya."Bukankah kau itu sama dengan kau menyakiti Nakamura Junko? Dia sama sekali tidak tahu apa pun tapi kau menyakitinya dengan cara licik seperti ini!" Emosinya keluar begitu saja saat membicarak
Junko membuka pintu rumahnya dan masuk ke dalam. Ia akan mandi air hangat terlebih dahulu sebelum makan malam. Tapi ketika ia akan pergi ke kamar mandi ponselnya berdering nyaring sampai membuatnya terkejut."Siapa yang menelpon malam-malam begini?" gumamnya, tapi Junko tetap menghampiri tas yang di dalam ada ponselnya kemudian mengangkat telepon yang ternyata berasal dari Masato Takumi."Moshimoshi?" sapa Junko."Junko, kau ada di dalam rumah?" sahut Takumi.Eh? Kenapa dia bertanya demikian? "Iya, aku sedang ada di rumah. Kenapa?" tanya Junko bingung."Jika tidak keberatan bisakah kau membuka pintu rumahmu, aku ada di depan sekarang," ujar pria itu, suaranya terdengar gemetar."Ah, baiklah. Tunggu sebentar!" seru Junko dan berlari kecil menuju pintu.Bukan hanya merasa heran Junko juga di kejutkan dengan kondisi Takumi yang wajahnya pucat pasi dan cara dia berdiri pun sudah tidak seimbang."Hei, kenapa kau ada disini?" tanya Junko. "Masuklah, di