Flashback:
Tiga minggu setelah ospek.
Yura POV:
Aku mulai menjalani hari-hariku sebagai mahasiswi. Mulai untuk mempelajari hal-hal baru dalam hidupku.
"Nih!" Temanku tiba-tiba saja memberiku sebotol minuman.
Aku mengerutkan dahi, merasa bingung. "Aku kan nggak pesen ini, Lis."
"Oh, tadi ada cowok yang minta tolong ke aku untuk kasih ini ke kamu, Ra," jawabnya. "Dia ganteng kok, langsung terima aja udah ... haha."
"Apaan sih, Lis!" Aku hanya menggelengkan kepala mendengar ucapannya. "Serius Lis, ini dari siapa?"
"Aku juga nggak tahu Ra, tiba-tiba aja dia minta tolong ke aku untuk kasih ini ke kamu." Tunjuk Lisa ke arah botol minum yang kini aku pegang.
"Cie-cie ... siapa tuh, Lis?" Temanku yang lain tiba-tiba datang meledekku. Aku sedikit malu akan ledekan yang temanku lakukan.
"Udah Put jangan diledekin, mukanya udah merah tuh!" Sekarang Lisa ikut meledekku. Mereka berdua tertawa bersama.
...
"Nih, Ra!"
Kembali aku mendapatkan minuman, dan ini sudah yang ke tiga kalinya. Tapi kali ini bukan minuman botol lagi, melainkan minuman kaleng.
"Lis, kalau dia kasih minuman lagi ke kamu, bilang aja untuk kasih ke aku langsung!" balasku ketus. Aku sebenarnya senang jika benar ada yang menyukaiku, tapi kalau dia tidak menunjukkan dirinya, bagaimana aku bisa mengenalnya.
"Iya, oke." Lisa mengangguk.
...
Esok harinya, aku masih mendapatkan minuman dari Lisa.
"Lis, kan aku udah bil ...." Belum selesai aku bicara, Lisa tiba-tiba menunjuk ke arah pintu kelasku. Saat ini jam istirahat, jadi keadaan kelas tidak terlalu ramai.
Aku sangat terkejut melihatnya. Dia adalah pria yang kutemui saat ospek. Kali ini dia terlihat lebih tampan daripada pertama kali aku melihatnya. Saat ini aku merasakan panas di wajahku. Jantungku berdebar begitu kencang saat melihat dia lagi. Aku benar-benar tidak bisa berkata-kata, mulutku seperti terkunci tanpa aku tahu bagaimana cara membukanya.
Pria itu mulai berjalan masuk ke dalam kelasku, berdiri di hadapanku dan melambaikan tangannya. "Hai, Yura!"
Dia tersenyum.
Yura POV End.
...
Yuda POV:
Sekarang aku berdiri di hadapannya, memberikan senyum terbaikku dan menyapanya. "Hai, Yura!"
Aku lihat wajahnya memerah. "Ha- hai ...." Yura balas menyapaku.
"Aku Yuda, anak Fakultas Teknik." Aku menyodorkan tangan kanan dan dia balas menggenggam tanganku. "Makasih ya, udah mau tolongin aku waktu itu."
"O ... oh iya, sama-sama." Yura masih terlihat gugup untuk menjawab.
"Ehem ... ehem ... sepertinya saya mengganggu kalian hehe ...," ucap teman Yura sambil tersenyum. "Ya udah, aku duluan ke kantin ya Ra!"
"Maaf aku ganggu jam istirahat kamu."
Aku merasa tidak enak pada Yura, sepertinya aku datang di waktu yang salah.
"Oh nggak apa-apa kok, Yud." Yura masih fokus menatapku.
"Ada yang mau kamu tanyain?" Aku merasa Yura memiliki pertanyaan untukku.
"Ada." Aku bersiap menerima pertanyaan Yura. "Kamu kenapa kasih aku minuman terus, Yud?"
"Aku merasa berhutang sama kamu Ra, makanya aku coba membalasnya."
"Hanya itu?" Yura mengangkat satu alisnya seakan tidak percaya.
'Aku selalu memikirkanmu'
"Yud?" Yura melambaikan tangannya di depan wajahku. Sepertinya aku terlalu lama diam. "Kamu kenapa diam aja?"
Aku lalu mengangguk, menjawab pertanyaan Yura sebelumnya. "Iya, hanya itu." Aku tersenyum.
"Oh ...." Terlihat Yura sedikit berjalan mundur, sehingga jarak kita tidak sedekat sebelumnya. "Kamu ... udah makan siang?"
"Belum, tadi aku langsung kesini buat kasih minum ke kamu dulu, tapi ternyata teman kamu bilang untuk kasih langsung ke kamu. Jadi aku belum makan siang. Hehe ...."
Yura tersenyum.
'Kamu cantik'
"Ya udah, mau makan bareng?" ajak Yura.
"Oh boleh, Ra." Aku senang Yura mengajakku makan bersamanya.
Kami kemudian pergi menuju kantin Fakultas Ekonomi. Setiap fakultas memiliki kantin masing-masing, dan jarak setiap fakultas juga cukup jauh. Jadi kampus menyediakan bus yang bisa dipakai oleh para mahasiswa untuk mengelilingi kampus. Tapi tadi aku datang menggunakan sepeda yang biasa kupakai ke kampus. Dan aku parkir sepedaku di parkiran sepeda Fakultas Ekonomi.
...
Aku masih belum merasa puas bertemu Yura kemarin. Hingga akhirnya aku datang lagi sambil membawakan minuman coffee latte yang aku beli di cafe dekat fakultasku. Deni Cafe.
...
Dan sekarang aku dan Yura sudah sangat dekat. Kita pun akhirnya berteman baik. Aku selalu bahagia melihat dia di setiap hariku.
Yura adalah seorang wanita yang tidak suka membesar-besarkan masalah, dan lebih berpikir rasional. Dia sangat cinta keluarganya, terbukti dari dia yang selalu membantu ayahnya dan rutin datang ke makam Ibunya. Dia juga pendengar yang baik untuk teman-temannya. Banyak yang menyukai sikap yang dimiliki oleh Yura, termasuk aku.
Yuda POV End.
...
Perasaan selalu berubah-ubah. Bisa menjadi turun atau naik. Kadang dari cinta jadi benci, benci jadi cinta. Atau bisa juga dari menyukai naik jadi mencintai.
***
Ssssh .... Suara air shower menyala. Membasahi tubuh yang kini hanya diam mematung. Merasakan dinginnya air yang mengalir dari kepala sampai sela-sela jari kaki. Merilekskan pikiran yang sedari tadi bekerja. Mencoba untuk menenangkan hati yang sudah dicoba untuk ditenangkan. Pikiran selalu mengatakan 'tidak apa-apa' tetapi hati tidak bisa menerima pendapat tersebut. Hingga hanya menciptakan air mata yang terus keluar. ... Jam 9 malam. "Lama banget mandinya, Nak?" tanya seorang pria paruh baya pada wanita yang baru saja menyelesaikan mandinya. "Tadi pulang kuliah panas banget Yah, jadi Yura mandinya lama. Hehe ...," jawab Yura sambil berjalan ke arah sofa, menghampiri ayahnya yang sedang menonton TV. "Ada berita apa Yah?" "Biasa, politik bikin ruwet," jawab Ayah Yura sambil menyesap secangkir kopi hitam. "Kuliah gimana hari ini, Ra? Lancar?" Kini perhatian Ayah berpindah ke Yura. "Iya lancar Yah, cuma tia
Yuda POV: "Aku mencintainya," gumamku. Setelah kejadian sore tadi, aku mulai menyadari bahwa sebenarnya aku juga menyukai Yura. Sepertinya aku sudah memiliki rasa ini sejak pertama kali kita bertemu. Sebelumnya aku sudah pernah mengagumi seorang teman, tapi kali ini terasa berbeda. Bukan hanya rasa nyaman saja, tapi ada rasa takut juga jika dia meninggalkanku. Pergi jauh dariku, sampai aku tidak bisa melihatnya lagi. Saat ini umurku sudah 19 tahun dan aku mengerti apa itu cinta. Hanya saja aku belum bisa meyakini bahwa 'aku menyukai perempuan'. Pikiranku masih terjebak dalam masa lalu. Masa lalu yang membuatku tidak percaya diri untuk mengatakan 'perasaan ini' kepada Yura. ... Ketika aku berusia 15 tahun, aku pernah memiliki hubungan dengan salah satu teman dekatku. Teman yang sudah sedari kecil menjadi teman bermain bersama. Awalnya aku belum mengerti perbedaan dari rasa nyaman karena cinta atau rasa nyaman karena dia adalah t
Aulia POV: Aku selalu memperhatikanmu, melihat pesona indah yang selalu terpancar dalam dirimu. Efek yang membuatku tidak bisa lepas jauh darimu. Aku selalu tidak sabar menunggu hari esok datang. Hari di mana aku akan melihatmu dan kamu akan melihatku. Hari dimana kamu merangkulku, bersuara merdu di telingaku. Kamu… Seseorang yang ku kagumi sejak lama, sejak ku mulai mengenal cinta. Aulia POV end. Angin pagi ini terasa lebih dingin dari hari biasanya. Bahkan saat musim hujan tiba, rasanya tidak sedingin ini. Dinginnya udara begitu terasa menusuk sampai ke relung hati seseorang yang tengah berdiri tak bergeming. Menunggu seseorang lain yang akan datang menyapanya, seperti hari-hari biasa. Tak berapa lama kemudian, terdengar suara rantai sepeda yang begitu familiar. Disana terlihat seorang pria berpakaian casual
4 bulan kemudian... Yuda dan Yura sudah mulai kembali normal. Sudah tidak ada kecanggungan di antara mereka. Mencoba sedikit demi sedikit saling melupakan sebuah ingatan yang telah berlalu. Yura sudah mulai merelakan perasaannya kepada Yuda. Merelakan Yuda bersama orang lain yang dia cintai. Dan kini, Yura sudah menemukan beberapa pria yang mengajaknya berkenalan. Mulai membuka hatinya bersama pria lain. Sedangkan Yuda hanya bisa menatap Yura yang tengah sibuk berkenalan dengan beberapa pria. Yura selalu menunjukkan pria-pria tersebut kepada Yuda. Sesekali Yuda akan meledek Yura, berpura-pura menyukai pria yang dia tunjukkan. Yuda sebenarnya tidak rela melihat Yura seperti itu. Tapi dia juga masih belum bisa menegaskan hatinya bahwa dia 'mencintai Yura'. Masih banyak keraguan di dalam hatinya. Dan tidak menutup kemungkinan bahwa Yura pun sebenarnya belum benar-b
"Bagaimana ini bisa tersebar?" … Bima Cahyo Utomo. Aku memang sedikit tidak bersahabat dengan Bima, karena aku merasa sepertinya dia iri denganku. Aku tidak tahu pasti kenapa, mungkin karena aku memiliki banyak teman dan juga keluarga yang baik. Bima termasuk dari keluarga berkecukupan, bahkan hampir mirip sepertiku. Hanya saja dia memiliki orangtua yang kurang baik. Kedua orangtuanya telah bercerai dan Ibunya sudah menikah lagi. Sedangkan Ayahnya sepertinya selalu memberikan tekanan batin pada Bima dan juga melakukan kekerasan fisik padanya. Aku sesekali melihat luka-luka lebam ditubuhnya dan kadang dia terlihat sangat rapuh. Aku ingin sekali berteman dengannya, hanya saja dia memiliki sikap yang kurang ramah ke beberapa orang, membuatku jadi segan untuk berteman dengannya. Bima memiliki 2 teman yang cukup d
Yura POV: Setelah aku melambaikan tanganku kepada Yuda, kemudian aku mulai berjalan masuk ke dalam fakultasku. Hari ini begitu cerah dan udara terasa begitu lebih sejuk. Sepertinya semesta sedang memberiku semangat untuk menjalani hari ini. Aku berjalan dengan santainya melewati beberapa kelas disekitarku. Hingga sampailah aku di depan kelas, sambil menyapa teman-temanku, aku pun kemudian duduk ditempat yang biasa aku duduki. Tapi entah mengapa tidak ada yang membalas sapaanku?
Aku terus berlari tak tentu arah sampai tiba-tiba ada sebuah tangan menarik lenganku, membuatku berhenti berlari. Lia. … Sekarang aku berada di sebuah taman kecil, di samping fakultas bersama Lia. Lia menarikku dan mengajakku berbicara. Aku masih menangis memikirkan ucapan teman-teman kelasku. "Kamu nggak jijik sama aku atau Yuda, Li?" ucapku. "Aku hanya jijik sama kotoran." Lia berucap sambil mengusap punggungku. "Dan bukan sama seorang teman." Kini aku menatap Lia yang sedang tersenyum. Melihat senyuman Lia membuatku semakin menangis, aku menangis karena ucapan Lia yang membuatku terharu. Aku kemudian memeluk Lia dengan erat. "Terkadang sesuatu yang berbeda, tidak semuanya bisa diterima dengan baik Ra. Kita harus bersabar menghadapinya." Lia bersuara dengan lembut
Yura berlari menuju fakultas teknik untuk menemui Yuda. Setelah mendengar ucapan dari Lia tentang Ari yang tidak bisa menerima Yuda, membuat Yura jadi semakin khawatir pada Yuda. Dia sudah mencoba menghubungi Yuda berkali-kali, tapi tetap tidak ada jawaban dari Yuda.Yura berlari melewati beberapa lorong ruangan di fakultas tersebut, kemudian dia menaiki satu persatu anak tangga untuk menuju ruang kelas Yuda yang berada di lantai 4. Yura menggunakan tangga untuk naik karena banyak para mahasiswa sedang mengantri di depan lift dan hanya satu lift yang beroperasi saat itu karena lift yang satunya sedang dalam perbaikan.Yura sesekali berhenti untuk mengatur nafasnya dengan keringat yang bercucuran membasahi pipinya. Dan setelah beberapa menit, Yura sudah sampai di lantai 4 dan mulai mencari ruang kelas Yuda. Yura belum pernah sampai ke lantai atas fakultas Yuda. Biasanya mereka hanya bertemu di depan lift, kantin ataupun diluar fakultas.Yura mencoba bertanya ke beberapa orang ditempat i