“Sweet, bangunlah.”Suara lemah Jose Antonio memecah keheningan di ruang ICU itu.Thalia terbaring di sana, dalam keadaan tidak sadar.Ramona menceritakan, Thalia terkena preeklampsia. Tapi dia tidak menyadarinya karena tidak pernah lagi memonitor kehamilannya sejak menghadiri persidangan demi persidangan.Ada beberapa gejala yang dia alami, seperti tekanan darah tingginya yang semakin meningkat. Juga kondisi kekurangan nutrisi. Tapi Thalia abai akan semua itu.Membuat ketika dia harus melahirkan prematur, tubuh nya mendadak blank dan dia tak sadarkan diri.Jose rasanya ingin hancur menjadi debu saja ketika dia mendengar apa yang terjadi pada Thalia.Dipandanginya wanita itu dan digenggamnya erat tangan Thalia.“Bangunlah, please. Aku membutuhkanmu. Juga anak kita. Bangun, Sweet. Aku tidak akan memaafkanmu kalau kau meninggalkan kami di sini.”Pria itu tertunduk dan air matanya jatuh tak mampu dibendung lagi.Entah Jose harus menyalahkan siapa. Tapi melihat kondisi Thalia seperti ini,
“Rumah itu tetap akan disita bank. Biar bagaimana pun uang yang digelontorkan sudah terpakai dan berkurang. Jika kau ingin mengambil kembali rumah dan tanahmu itu, kau tetap harus mengganti uang bank yang telah digunakan Gabriella, barulah rumah itu bisa kembali ke tanganmu.” Mendengar penjelasan Mr. Gustavo, Phillio kesal dan berang. “Apa? Itu sama saja bohong!” Jose sendiri tak bisa berkata apa-apa lagi. Andai rumah itu bukan rumah peninggalan kakeknya, maka dia takkan mau memikirkannya lagi. Tapi dalam rumah itu ada banyak kenangan keluarga Miguel yang takkan mungkin tergantikan oleh apapun juga. Lalu pemakaman keluarga mereka pun terletak tak jauh dari kediaman mereka. Segala kenangan inilah yang benar-benar sedang diperjuangankan Jose. “Berapa yang harus kuganti?” “Lima ratus ribu dolar.” “Itu gila!” sahut Jose dengan meraup wajahnya. *** Selepas dari pertemuan dengan Mr. Gustavo, Jose pulang ke rumah dengan semangat yang hanya tersisa setengahnya saja. Begitu lesu langka
"Kenapa kau mau menikahiku?" tanya Thalia frustrasi pada makhluk yang bertubuh kekar, penuh otot, serta raut kasar dan tidak peduli yang tercetak jelas di wajahnya. Selain jauh dari kesan pria pesolek, pria itu juga terkenal dengan berbagai reputasi buruk. Memang bukan reputasi buruk berkaitan dengan wanita, tetapi reputasi buruk yang berkaitan dengan mematahkan tulang sesama manusia. Dan baru kemarin, ayahnya yang sedang terbaring lemah di rumah sakit meminta Thalia untuk menikah dengan Jose Antonio. “Ada satu pria yang mau memperistrimu, Thalia. Dia … Jose Antonio,” kata ayahnya dengan suara yang lemah. Bukan Thalia saja yang terkejut tetapi juga Camila, kakaknya. Akan tetapi keinginan ayahnya tak terbantahkan. Thalia memang pada akhirnya mengiyakan. Menyanggupinya. Namun, pertanyaan tadi terus bercokol di kepalanya sehingga dia pun memutuskan untuk mencari Jose Antonio hari ini dan menanyakannya secara langsung. Tanpa dia duga, pertanyaannya itu membuat Jose bangun dari dudukn
Saat melihat siapa yang berani mengusiknya di saat dia sedang menangis pilu sendirian, Thalia malah tercekat mendapati tatapan tajam nan dingin milik Jose Antonio Berbardo. “Mau apa kau ke sini?!” hardik Thalia sembari kembali ke arah pandangnya yang semula, menghindari tatapan menelisik lelaki itu. Jose Antonio adalah kakak tiri dari Fernando. Mereka satu ayah, berbeda ibu. Dan usia mereka berselisih cukup jauh. Fernando berusia 25 tahun, tiga tahun di atas Thalia. Itu berarti Jose sudah berusia ... 30 tahun, kurang lebih. “Mau apa kau ikut ke sini? Aku ingin sendiri!” hardik Thalia lagi karena Jose tak kunjung menjawab. Dia sedang menangis, sudah tentu dia ingin sendiri. Tetapi, kenapa makhluk itu mengganggunya? Apa makhluk itu tidak melihat bahwa dia sedang menangis? “Ini tempat umum. Kenapa aku tidak boleh ke sini?” Suara serak makhluk itu, yang juga rendah, bergumam santai sambil bibirnya mengepit sebatang rokok. Sebelah tangannya meraih Zippo dari saku celana kemudian menyal
“Ngomong-ngomong ... ada hubungan apa kau dengan Jose?” tanya kakaknya, Camila, ketika Thalia telah tiba di ruang rawat ayahnya dan mengeluarkan seluruh pasta buatannya. Ayahnya masih tertidur, kata Camila tadi, Pap baru saja selesai minum obat. Bagaikan bunga salju di tengah gurun pasir, pertanyaan Camilla itu begitu mengherankan Thalia. Jose? Thalia berpikir keras. Kenapa lagi-lagi nama itu disangkut pautkan padanya? “Maksudmu ... Jose Antonio, kakak tirinya si peselingkuh itu?” Sejak dia mengetahui perselingkuhan Fernando, Thalia merasa tak sudi menyebut nama itu lagi. Jadilah dia menggantinya dengan sebutan ‘si peselingkuh’. Thalia melihat Camilla mengangguk mengiyakan. Kini Thalia yang mengernyit semakin dalam, semakin heran. “Kenapa dia?” “Dia barusan datang ke sini,” jelas Camilla sambil mengunyah daging ayam yang telah diolah menjadi potongan yang lembut. “Dia datang? Ke sini?” Thalia semakin heran. Ada apa pria itu datang kemari? “Maksudmu menjenguk Pap?” Camilla menga
Ucapan ayahnya bahwa seorang Jose Antonio ingin menikahinya terus bergaung di kepalanya. Hampir semalaman Thalia tidak bisa tidur, meski kedua matanya terpejam. Karena itulah, di pagi hari ini, Thalia bangun cepat agar bisa bersiap dan mencari tahu jawaban dari pertanyaan yang menggedor-gedor benaknya itu. Thalia menunggu makhluk bernama Jose Antonio itu di depan gerbang rumah lelaki itu. Rumah yang besar, megah, dan mewah itu memiliki halaman yang sangat luas. Jarak antara pagar gerbang dan pintu rumahnya sekitar 25 meter. Dan, di bawah terik matahari yang semakin memanas, Thalia menunggu dengan bermondar mandir tak karuan. Sesekali dia mengintip dari celah pagar, adakah tanda-tanda kemunculan Jose. Sudah sepuluh menit berlalu dan Jose Antonio masih belum kelihatan batang hidungnya. Petugas satpam sudah menawarkannya untuk masuk, tapi Thalia tidak mau. Thalia masih menunggu hingga sepuluh menit berikutnya. Akhirnya pintu gerbang terbuk
Thalia memandangi pantulan dirinya di dalam cermin. Dalam balutan gaun pengantin putih dengan kilau0 berlengan panjang, dengan kerah yang mencapai leher, dia merasa tak percaya bahwa dirinya bisa terlihat memukau. Terlebih lagi riasan wajah yang dipolesnya hanyalah riasan sederhana, yang biasa dia gunakan sehari-hari. Rasanya masih sulit dipercaya, baru seminggu yang lalu dia bertemu dengan Jose, kini dia akan menikah dengan pria itu. Dan yang membuat pernikahan ini mungkin terwujud hanya dalam waktu seminggu hanyalah karena mereka menyelenggarkannya dalam kesederhanaan. "Kau pastilah pengantin tercantik di Bacalar, Thalia," ucap Ramona, salah satu sahabat karibnya semasa sekolah, selain Gabriella dan Alodia, berbisik di telinganya. Tatapan mereka saling bertaut di dalam cermin namun Thalia tersenyum sendu pada sahabatnya itu. "Untuk apa jadi pengantin tercantik jika pernikahan ini tidak pernah kuinginkan. Apalagi dia yang akan menjadi suamiku. Dia sa
Hari sudah gelap saat mereka tiba di kediaman keluarga Berbardo. Pemandangan megahnya rumah itu membuat Thalia melupakan sejenak ketidakhadiran keluarga besar Berbardo di pernikahannya dengan Jose yang digelar dengan sederhana. Tidak ada satu pun dari keluarga Berbardo yang menghadiri pernikahan sederhana mereka karena mereka semua harus menghadiri pernikahan Fernando dan Gabriella yang diselenggarakan di gedung hotel bintang lima termewah di kota mereka. Jose tidak mengatakan apa-apa tentang hal itu. Pun Thalia tidak berkomentar. Dia tidak mau ambil pusing. Toh, dia menikah dengan Jose Antonio semata-mata hanya karena memenuhi keinginan ayahnya. Hanya senyum di wajah ayahnya-lah yang dia pedulikan. “Kita sudah sampai,” ucap Jose saat mobil berhenti tepat di depan tangga putih yang mengarah ke teras depan dengan pintu utama yang berwarna putih berkilau. Thalia turun dari mobil dan dengan segera langkah kakinya terasa berat memasuki rumah itu. Tuntunan