“Mau apa dia pagi-pagi begini buat keributan?” tanya Thalia begitu Fernando telah meninggalkan mereka dan Jose sudah menutup pintu mereka.
“Dia hanya kerasukan karena proyeknya dimenangkan temanku,” sahut Jose mengambil kursi di dekat meja makan dan duduk di sana.
Thalia sedang menggoreng telur dan Jose memandangi gadis itu dari belakang. Rasanya dia masih tak percaya bahwa Thalia bisa berada di dapurnya. Bahkan memasak untuknya.
Tapi kemudian kata-kata Fernando bergema di kepalanya. "Dia memang single, tapi dia sudah menjadi milikku!"
Jose mengetuk-ngetukkan jemarinya di meja seraya dia berpikir lagi. Apa mungkin yang dimaksud Fernando 'memiliki Thalia' adalah 'meniduri Thalia'?
Ah, tidak mungkin. Jose menggeleng kepalanya. Thalia bukan tipe gadis bebas seperti itu. Tidak mungkin gadis yang sudah menjadi istrinya itu sudah sempat berhubungan suami istri dengan Fernando di kala mereka berpacaran.
“Dan dia menudu
Entah kenapa, bayangan tangan kekar dan keras Jose terus menetap di benak Thalia. Saat tadi pagi dia menyentuh tangan yang dipenuhi urat-urat yang saling bertonjolan itu untuk menahan Jose yang hendak menyantap omelet masakannya, tangan itu terasa begitu kokoh, begitu mantap untuk dijadikan tempat bersandar.Dan kehangatan yang memancar dari kulit liat suaminya itu terasa bagai ekstrak obat yang membuatnya ingin bersentuhan lagi dan merasakan tangan kekar suaminya itu.Selain itu juga, bisikan Jose yang tepat di telinganya pun sukses membuat jantungnya berdebar tak karuan. Suara lirih dan rendah Jose itu terasa bagai desahan yang mampu membuat bulu kuduknya meremang. Jika mau jujur, Thalia merasakan kewanitaannya berdenyut hanya karena mendengar suara pria itu tepat di telinganya.Dan semua itu masih terngiang-ngiang di kepalanya hingga kini. Sudah gilakah dia?“Kenapa kamu senyum-senyum sendiri begitu, Thal?” tanya
(Ini berisi 2 bab) “Kau siap?” tanya Jose di fajar hari itu saat mereka baru saja selesai packing baju-baju untuk dibawa berlibur. “Entahlah. Aku rasa aku tidak pernah siap,” sahut Thalia sambil menghela napasnya. “Tidak ada yang kukenal.” “Kau mengenalku,” kata Jose lagi dan mulai memikul ransel besar kepunyaannya. Sedangkan ransel Thalia berukuran setengah darinya. “Yeaaah. Hanya kau saja.” “Itu lebih dari cukup. Bersamaku kau akan aman. Aku janji!” ucap Jose seraya memandang kedua mata Thalia dan menatapnya lekat-lekat. Kata ‘aman’ mengingatkan Thalia akan alasan tak berdasar yang dia kemukakan pada ayahnya saat mencari cara agar tidak diharuskan ikut ke El Chiflon. Thalia sempat ‘meramalkan’ rencana jahat Jose pada dirinya dengan mengumpankannya pada teman-temannya yang lain. Namun nyatanya, pria itu malah menjanjikan keamanan padanya. Selama ada Jose, dia akan aman. Kehangatan mengalir di hatinya. “Ayo!” se
Dua hari mereka habiskan di El Chiflon. Selain berenang sepanjang hari, hari berikutnya mereka habiskan dengan mengeksplore alam di sekitar air terjun itu.Thalia benar-benar menikmati kebersamaannya dengan Jose dan teman-temannya semua. Dia jadi bersyukur karena Pap mengharuskannya ikut bersama Jose. Jika tidak, dia tidak akan merasakan semua keceriaan ini.“Hati-hati,” kata Jose sambil mengulurkan tangannya saat dia dan Thalia akan kembali turun air terjun.Phillio dan yang lainnya sedang asyik melihat dagangan-dagangan para penjual souvenir. Di saat itu, Jose berbisik pada Thalia, mengajak istrinya itu untuk turun ke air terjun lagi, menikmati air dan keberduaan mereka.Thalia mengiyakan dan diam-diam mereka menuju jalan setapak ke arah air.Air terjun setinggi 20-an meter itu mengali ke sebuah sungai yang dikelilingi bebatuan karang yang sangat tinggi sehingga air berwarna biru jernih itu tampak seperti kolam alami.Namun, di
“Aku ingin kembali ke penginapan,” kata Thalia lirih. Gadis itu masih berada dalam dekapan Jose dan dia pun tidak berusaha melepaskan diri. “Kau sungguh sudah tidak apa-apa?” tanya Jose lagi. Dia yang melepas pelukan mereka dan menatap wajah Thalia lekat-lekat. “Iya. Sudah tidak apa-apa.” Thalia memaksakan dirinya untuk tersenyum meski masih kaku. Kejadian tadi masih menyisakan sepenggal trauma untuknya. “Baiklah. Ini! Lap tubuhmu dengan kaosku,” kata Jose lagi seraya memberikan kaosnya pada Thalia. “Nanti kau pakai apa kalau kaosmu basah?” “Tidak apa-apa. Aku tidak perlu pakai baju tidak masalah. Kau keringkan tubuhmu dulu baru pakai kaosmu. Kalau langsung pakai kaosmu nanti malah menggigil.” Jose mulai mengelapkan tubuh Thalia dengan kaosnya karena melihat gadis itu sungkan menggunakan kaosnya. Setelah tubuh Thalia tidak lagi basah, dia mengambilkan kaos istrinya itu dan memberikannya pada gadis itu. Thalia cepat meng
Untuk perjalanan pulang kali ini mereka berkendara beriringan 3 mobil. 12 jam perjalanan kembali menuju Bacalar dilalui hingga saat Jose dan Thalia tiba di rumah, bertepatan dengan jam makan malam.Mobil jeep yang dikendarai Jose berhenti di pekarangan.“Tunggu di situ!” perintahnya pada Thalia. Gadis itu heran kenapa disuruh menunggu.Begitu Jose turun, dia memutari mobil dan menuju pintu Thalia. Dia membukakan pintu itu dan mengulurkan tangannya pada Thalia.Thalia tergelak tawanya. “Kukira kau mau apa menyuruhku menunggu.”Jose ikut tertawa. “Sudah lama aku membayangkan hari di mana aku bisa membukakan pintu mobil untuk istriku,” kata Jose lugas dan mengalir begitu saja.Thalia pun terpana. Kata-kata itu begitu jujur sehingga terdengar teramat manis membuat hatinya berdesir lembut.Dalam kesunyian mereka, Thalia pun tersenyum menyambut uluran tangan suaminya itu. Genggaman yang tegas dan hangat d
“Aku mau pindah kamar!” Permintaan Gabriella di malam itu membuat Fernando menaikkan alisnya.“Kenapa mau pindah?”“Kau tidak lihat itu?” Gabriella menunjuk plafon yang sedikit menguning. “Aku jijik setiap kali mau tidur dan melihat kotoran seperti itu. Jadi, lebih baik kita pindah kamar.”“Tidak masalah kalau kau mau pindah kamar. Tapi ini sudah malam. Akan merepotkan jika memindahkan barang-barang kita malam-malam begini.” Fernando merasa semakin lelah karena harus menghadapi istrinya yang sangat menuntut.Sedikit saja yang tidak sesuai dengan keinginannya, Gabriella akan meminta Fernando untuk mengubahnya. Dari hal penting sampai hal yang tidak masuk akal. Seperti saat ini.Rasa menyesal semakin menjalari diri Fernando dan dia semakin tidak bisa menghapus bayangan Thalia yang bergelanyut manja di lengan Jose. Hatinya berdenyut ngilu. Dia sangat berh
“Ini yang kutemukan di dapur,” kata Jose seraya meletakkan sebuah piring besar berisi dua potong beef steak lengkap dengan wortel serta saosnya. Thalia mendekat untuk melihat. Seleranya langsung timbul. Mereka duduk dan makan bersama tanpa banyak bicara. Entah diamnya Jose saat itu karena ucapan Thalia ataukah memang pria itu sedang sibuk dengan pikirannya sendiri. Thalia pun tidak ingin tahu. Dia juga enggan bertanya. Mereka makan dalam diam hingga hidangan mereka habis. Thalia bangkit dan menuju dish sink. Dia mencuci piring yang mereka pakai. “Tadi aku melihat Fernando dan istrinya pindah ke kamar sebelah kita,” kata Jose memecah keheningan mereka secara tiba-tiba. Pria itu pun sudah berdiri di samping Thalia, menemani gadis itu mencuci piring seraya memandanginya sepuas hati. “Pindah ke kamar sebelah? Kenapa?” tanya Thalia dengan raut cuek sekaligus kesal. Fernando dan Gabriell
Pagi berikutnya, seperti biasa, Jose sudah tidak ada di kamar saat Thalia terbangun. Gadis itu duduk dan memijit pelipisnya. Kepalanya terasa berat dengan beban pikirannya semalam. Teringat dirinya menangis hampir setengah jam lamanya di kamar mandi. Saat dia keluar, tidak ada lagi erangan dan desahan GAbriella dari kamar sebelah. Mereka sepertinya juga sudah selesai. Tetapi Jose terlihat berdiri di depan jendela kamar. Kedua tangannya bersandar di kusen jendela dan wajahnya menghadap ke arah luar. Saat Thalia memasuki kamar mereka lagi, Jose menoleh padanya dengan pandangan yang muram. Terlihat kesedihan di wajahnya itu. Dia mendekati Thalia. "Tidurlah," katanya lembut seraya mengusap punggung Thalia. "Tidak perlu memikirkan mereka. Mereka sengaja berbuat begitu. Besok aku akan mencari perhitungan dengan mereka." "Tidak perlu," sahut Thalia, tanpa berusaha tersenyum. Dia hanya merasa lelah hati dan pikirannya. "Ya sudah