Share

BAB 21

Penulis: Kanunu
last update Terakhir Diperbarui: 2025-05-20 11:31:51

Valenha's Message to Elric: (El, aku membutuhkan seorang psikolog pribadi.)

Terkirim.

Ia menoleh. Di sofa panjang berhias selimut wol, Ainsley terbaring miring, napasnya teratur setelah malam yang membusuk oleh aksi berdarah di ruang bawah tanah. Wajahnya tenang, hampir kekanak-kanakan sehingga terkadang sulit dipercaya tangan yang sama beberapa jam lalu memaksa Aruon memohon ampun dengan darah memijiti lantai batu.

Setulus apa pun Valenha menyembunyikan ekspresi, kegelisahan menetes di sorot matanya. Ia bukan takut pada kekerasan yang telah ia saksikan—dendamnya sendiri berkawan akrab dengan maut—melainkan ngeri pada retakan mental yang mungkin bersemayam di balik diam Ainsley.

Valenha khawatir, amat, sangat.

Ting!

Balasan Elric muncul.

Elric's message to Valenha: (Kau gila?)

Valenha's Message to Elric: (Sialan. Bukan aku, tetapi Ainsley)

Elric's message to Valenha: (Tidak heran lagi, baru kali melihatnya saja dia seperti manusia yang diam namun berbahaya dan gila)

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Bab Terkunci

Bab terbaru

  • Under The Moonlight - Love the Law    BAB 21

    Valenha's Message to Elric: (El, aku membutuhkan seorang psikolog pribadi.) Terkirim. Ia menoleh. Di sofa panjang berhias selimut wol, Ainsley terbaring miring, napasnya teratur setelah malam yang membusuk oleh aksi berdarah di ruang bawah tanah. Wajahnya tenang, hampir kekanak-kanakan sehingga terkadang sulit dipercaya tangan yang sama beberapa jam lalu memaksa Aruon memohon ampun dengan darah memijiti lantai batu. Setulus apa pun Valenha menyembunyikan ekspresi, kegelisahan menetes di sorot matanya. Ia bukan takut pada kekerasan yang telah ia saksikan—dendamnya sendiri berkawan akrab dengan maut—melainkan ngeri pada retakan mental yang mungkin bersemayam di balik diam Ainsley. Valenha khawatir, amat, sangat. Ting! Balasan Elric muncul. Elric's message to Valenha: (Kau gila?) Valenha's Message to Elric: (Sialan. Bukan aku, tetapi Ainsley) Elric's message to Valenha: (Tidak heran lagi, baru kali melihatnya saja dia seperti manusia yang diam namun berbahaya dan gila)

  • Under The Moonlight - Love the Law    BAB 20 ⚠️

    Langit kelabu menutup distrik tua Monteclair ketika sedan hitam Valenha membelok perlahan ke gang sempit yang berakhir tepat di depan toko bukunya—sebuah bangunan bata yang telah menjadi sangkar rahasia bagi pelarian, rencana, dan mimpi-mimpi yang terus dipertaruhkan. Ainsley memandang keluar melalui kaca jendela yang buram; fasad kusam lengkap dengan sulur ivy itu seolah menolak perubahan. Hanya papan nama kayu—huruf-hurufnya nyaris terkelupas—yang memberi tahu orang lalu-lalang bahwa ruang suram tersebut menyimpan lebih banyak kisah daripada yang sanggup dibaca dalam satu kehidupan. Hari-hari di pesisir memang menyembuhkan sebagian luka, namun tidak menghapus ancaman. Begitu mesin dimatikan, Ainsley mengembus napas panjang; ujung jarinya masih bergetar, naluri seorang buronan yang tak pernah benar-benar istirahat. Valenha menoleh, menepuk lembut tengkuknya. “Masuklah. Aku berjanji, takkan ada siapa pun yang mengejarmu lagi.” Suara pria itu tenang tapi tegas, seakan keyakinannya

  • Under The Moonlight - Love the Law    BAB 19 🔞

    Matahari mulai merangkak turun di balik cakrawala, menyulut langit pantai La Rochelle dengan semburat oranye dan keunguan. Pasir hangat di bawah kaki mereka masih menyisakan jejak langkah, sementara debur ombak memecah tenang, seperti detak jantung yang teratur mengiringi tarian air. Valenha melangkah berdampingan dengan Ainsley, kedua sosok hitam mereka menonjol kontras di lanskap berselimut cahaya senja. Valenha, dengan topi fedora hitamnya, kacamata gelap, dan setelan linen tipis, memancarkan aura tenang sekaligus waspada. Ainsley menyisir pasir sambil memakai sweater hitam oversized dan kacamata hitam, rambut pirangnya tertiup angin laut. Mereka sengaja datang ke pantai ini untuk menepi sejenak dari segala hal termasuk pengejaran aparat, serta menikmati momen langka dalam pelarian mereka—sebuah jeda di antara gelombang dendam yang menggulung. “Tenang saja,” bisik Valenha, nada suaranya serendah bisikan angin laut. “I have already booked this beach for you..” Ainsley menoleh

  • Under The Moonlight - Love the Law    BAB 18

    “Kau pikir kali ini kau menang, huh? Pak Tua, kau memang licik. Sayangnya kelicikanmu terlalu lemah dan rendah,“ papar Valenha tajam. Bau besi tua bercampur darah mengambang di udara. Dinding batu yang kasar memantulkan suara rintihan pelan dari pria yang terikat di kursi—Aruon. Valenha berdiri di hadapan ayah Ersya itu, wajahnya gelap, seolah semua cahaya telah mati dalam hatinya. Di belakangnya, Ainsley berdiri diam, tangan kanannya masih berbalut kain perban, namun tatapannya tidak lagi setenang sebelumnya. Ia tahu apa artinya ketika dendam dipelihara terlalu lama. Ia akan hidup di dalamnya. “Sudah kubilang,” desis Aruon, napasnya berat, “Kalian tidak akan dapatkan apa pun dariku.” Valenha menarik kursi logam dan duduk tepat di hadapan pria itu. “Ini bukan soal mendapatkan sesuatu, Tuan Aruon,” ucap Valenha dengan suara dingin. “Ini tentang menyelesaikan cerita yang kau mulai ketika aku baru berusia tiga belas tahun.” Aruon terkekeh, meski darah mengalir dari sudut bibi

  • Under The Moonlight - Love the Law    BAB 17

    Flashback the unfortunate story of Valenha Batera. Langit malam di masa lalu tak pernah sepekat malam itu—pekat oleh darah, pengkhianatan, dan isak tangis yang tak pernah berhasil diredam waktu. Valenha berusia tiga belas tahun kala dunia yang ia kenal hancur dalam sekejap. Ia masih kecil, terlalu muda untuk memahami arti dari konspirasi, terlalu polos untuk mencium aroma pengkhianatan yang dibiarkan tumbuh di balik senyum para pejabat. Ayahnya, Hutama Batera, adalah seorang auditor jujur di kementerian keuangan. Sosok yang selalu berkata, “Kejujuran adalah pakaian tertinggi seorang manusia.” Dan ibunya, Eluorine, adalah seorang penulis yang lembut dan penuh kasih. Mereka tinggal di distrik pusat Brussels, dalam rumah bata merah dua lantai yang dipenuhi rak buku dan cahaya hangat dari lampu gantung antik. Valenha tumbuh dalam pelukan cinta yang cukup, keyakinan bahwa dunia bisa dijinakkan dengan kebaikan. Hingga malam itu datang. Semula hanya kabar angin—tentang hilangnya da

  • Under The Moonlight - Love the Law    BAB-16

    Pagi itu datang dengan kabut tipis yang menggantung rendah, seolah langit pun menahan napas menyambut langkah baru mereka. Di sebuah ruangan kecil di lantai dua toko buku, Valenha duduk di depan layar laptop dengan beberapa catatan berserakan di atas meja. Ia sedang menunggu panggilan tersambung. Ainsley duduk di seberangnya, mengenakan hoodie kelabu dan celana panjang. Luka tembakannya mulai mengering, namun masih terasa saat disentuh. Tangannya memeluk bantal kecil, tapi sorot matanya tajam dan fokus. “Namanya Elric,” kata Valenha tiba-tiba. Ainsley mengangkat alis. “Siapa?” “Orang yang akan kuberitahu untuk mengambil rekaman itu. Teman lama, mantan jurnalis investigasi. Dia kini bekerja diam-diam sebagai penelusur data dan informan independen. Bisa dipercaya, dan yang terpenting, dia tidak mudah terdeteksi.” Ainsley mengangguk perlahan. “Dia tahu risikonya?” “Dia hidup untuk risiko. Dia pernah menyusup ke jaringan penyelundup organ di Karachi. Mengambil rekaman, menyela

  • Under The Moonlight - Love the Law    BAB-15

    Langit sore menua dalam warna kelabu. Angin melintas pelan di sela dedaunan yang menggantung di luar jendela. Di ruangan kecil itu, Ainsley terjaga, tubuhnya masih lemah, tapi pikirannya jauh dari damai. Wajah Valenha tertidur di kursi di samping ranjangnya—lelaki itu tertidur dalam posisi yang tak nyaman, seolah tak rela beranjak darinya walau untuk sekadar meluruskan tubuh. Napas Ainsley tak teratur dibalik pejaman matanya. Suara jeritan itu kembali menggema di telinganya. Flashback Beberapa tahun lalu. “Ainsley! Cepat ke dapur! Ibumu itu lamban sekali!” Suara berat itu menghantam seperti pukulan. Ainsley yang baru pulang sekolah berlari masuk rumah dengan napas tertahan. Pintu masih terbuka saat ia melihat ibunya terjatuh di lantai dapur, tangannya memeluk perut, tubuhnya gemetar. “Ayah! Berhenti!” Ainsley berteriak, tapi pria itu—berbadan besar, mata merah karena alkohol, dan tangan kotor karena kerja kasar—mengacuhkannya. “Ayahmu yang cari uang! Perempuan macam dia tak tahu

  • Under The Moonlight - Love the Law    BAB-14

    Gedung itu tampak reyot dari luar, tapi malam ini, ruang bawah tanahnya menjadi medan penebusan dendam. Valenha berdiri dalam bayang, matanya mengawasi pintu besi yang hanya bisa dibuka dari dalam. Ainsley di sampingnya, mengenakan hoodie gelap, wajahnya setegas batu. “Aruon akan masuk lewat pintu belakang. Dia tak pernah percaya pintu utama,” bisik Valenha. “Dan kalau semuanya berjalan sesuai rencana, malam ini kita tak perlu lari lagi,” jawab Ainsley lirih. Langkah-langkah bergaung di lorong sempit. Aruon datang, sendirian, dengan tangan di saku jaket. Tak ada pengawal. Tak ada isyarat waspada. Mungkin karena dia merasa tak ada yang cukup berani untuk menjeratnya. Begitu ia masuk ke ruang utama, Valenha menekan tombol. Pintu tertutup rapat. Kunci otomatis bekerja. Aruon berhenti sejenak, menoleh ke belakang, baru sadar bahwa pintu tak lagi bisa dibuka. Satu detik. Dua. Lalu ia menoleh ke depan—dan mendapati Valenha berdiri di tengah ruangan dengan pistol terarah ke dada.

  • Under The Moonlight - Love the Law    BAB-13

    Sudah beberapa hari berlalu sejak kejadian di lorong sempit malam itu. Luka di tubuh mereka mulai mengering, namun luka dalam hati dan rencana yang belum selesai justru terasa semakin tajam. Di balik tembok-tembok tua toko buku yang kini jadi tempat persembunyian, Valenha dan Ainsley kembali merangkai langkah. Pagi itu, matahari menerobos tirai jendela dengan malas. Ainsley duduk di sofa dengan secangkir teh herbal di tangannya, sementara Valenha berdiri di depan meja, menatap peta kota yang terbentang di permukaan kayu. Jemarinya menyusuri jalur pelarian, titik-titik merah kecil menandai tempat yang pernah mereka lalui dan rencanakan. "Aruon biasa menggunakan gudang tua dekat distrik selatan untuk transaksi gelap," ujar Valenha, suaranya datar namun penuh tekad. Ia menyelipkan sebatang rokok ke bibirnya, tapi tak menyalakannya. Tatapannya gelap, seperti menyimpan bara dendam yang terus menyala. Ainsley mengangguk. "Kita bisa sekap dia di tempat itu. Tapi waktunya harus tepat. D

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status