Share

Kencan?

Author: nura0484
last update Last Updated: 2023-06-08 15:00:50

“Bukannya teman-teman kamu berangkat? Terus ngapain ke kampus? Habis dari kampus kemana?” tanya mama, Nuri.

“Mau lihat mereka berangkat, ma. Habis dari kampus mau ke toko buku.”

“Sama siapa? Pak Diman dipakai sama Bagas, terus kamu pulangnya gimana?”

“Angkot masih banyak, ma. Aku berangkat kalau gitu.”

“Seniormu kemarin siapa namanya? Ganteng orangnya, dia suka sama kamu?”

“Kak Fajar? Nggak lah, mana mungkin dia naksir aku. Aku berangkat kalau gitu, ma.”

Indira mengambil tangan Nuri mencium punggung tangannya, keluar diantar supir keluar menuju kampus, tidak peduli dengan masalah pulang karena sudah janjian dengan Gina, sahabatnya. Perjalanan rumah ke kampus tidak terlalu jauh, hanya saja Indira belum mendapatkan ijin untuk menggunakan kendaraan sendiri.

Keadaan fakultasnya sudah mulai ramai, Indira memilih sedikit menjauh karena tidak enak dengan teman-teman yang lain. Bus yang akan mengantarkan mereka semua sudah berada di tempat parkir, menatap mereka dari kejauhan dengan tatapan iri.

“Mau lihat Mas Fajar berangkat?” suara seseorang yang duduk disampingnya.

“Nggak masuk barusan?” Indira tidak menjawab pertanyaan Ryan.

“Lima belas menit lagi berangkat, tapi aku nggak lihat Mas Fajar sama sekali.” Ryan mencari keberadaan Fajar.

“Ruang BEM kali atau ngurus yang lain.” Indira menanggapi sambil lalu.

“In, ngapain kesini? Katanya nggak ikut?” tanya Sinta yang sudah ada dihadapannya.

“Mau lihat kalian berangkat,” jawab Indira dengan senyum tipisnya.

“Mita nggak ikut juga ya?” tanya Lia yang tiba-tiba bergabung.

“Nggak ikut dia?” tanya Indira terkejut.

“Kamu nggak tahu?” tanya Lia penasaran yang dijawab Indira dengan gelengan kepalanya. “Informasi yang beredar mamanya masuk rumah sakit.”

Indira hanya menganggukkan kepalanya, kalau boleh jujur sebenarnya sudah tahu Mita tidak akan ikut. Mita tidak berbeda jauh dengan dirinya yang tidak akan mendapatkan persetujuan dari orang tua, apalagi orang tua Mita memiliki jabatan penting di kampus jadi bisa dengan mudah mendapatkan dispensasi berbeda seperti dirinya.

“Kita kumpul, udah mau berangkat.” Ryan membuyarkan lamunan Indira.

Memeluk dua temannya yang baru dikenal dan berjalan bersama Ryan ke teman-teman yang lain berkumpul, mereka mulai meninggalkan fakultas satu per satu. Indira menatap mereka dari jauh, menghembuskan nafas panjang, perasaan tidak rela menghampiri dirinya saat melihat teman-temannya pergi. Bukan pertama kali Indira mengalami ini semua, kedua orang tuanya akan memberikan ijin jika memang bermanfaat untuk pendidikan atau dirinya menikah.

“Mau disini atau pulang?”

Indira hampir mundur saat mendengar suara disampingnya “Kak Fajar!”

“Kenapa?” tanya Fajar menahan senyum melihat ekspresi Indira.

“Nggak ikut berangkat?” tanya Indira setelah berhasil menenangkan dirinya.

Fajar menggelengkan kepalanya “Pacarku nggak berangkat jadi kenapa aku harus berangkat.” Indira membuka mulutnya tidak percaya “Jadi mau disini terus atau pulang atau kencan?”

“Kencan?” Indira mengulangi kata-kata Fajar yang menganggukkan kepalanya “Memang mau kencan dimana?”

“Ya, udah kita berangkat sekarang. Naik sepeda motor nggak masalah, kan?”

“Nggak papa, asal kencangnya nggak jalan kaki aja.” Indira menenangkan Fajar.

Fajar memberikan helm dan jacket yang membuat Indira menatap bingung “Baju kamu pendek nanti kena panas jadinya hitam.”

Indira menggelengkan kepalanya membalikkan jacket pada Fajar “Aku malah pingin coklat gitu kaya Kak Fajar.”

Fajar seketika mengacak rambut Indira dengan gemas “Kita berangkat sekarang.”

Memastikan Indira sudah menggunakan helm, mereka keluar dari parkiran fakultas yang sudah mulai sepi. Sedikit penasaran Fajar tidak berangkat ke acara, tapi rasanya Indira tidak tahu harus bertanya mulai darimana. Kendaraan Fajar berhenti di tempat parkir sepeda yang sedikit jauh dari mall, Indira tahu jika parkiran sepeda di mall ini ada dua pilihan yaitu di gang tempat rumah penduduk atau masuk kedalam tapi jalannya jauh.

“Kita ke mall atau makan disini?” tanya Indira langsung.

“Kamu mau makan disini?” tanya Fajar dengan ekspresi terkejutnya.

“Aku pernah makan disini, kak. Warung biru itu, mie ayam sebelah sana, donat yang disitu, gorengan dekat pintu masuk mall itu, otak-otak di sebelahnya, terus mana lagi ya? Kalau minuman standard sih kalau bukan es teh ya air mineral. Jadi kita makan disini terus ke mall atau gimana?” Indira menatap Fajar yang masih terkejut.

“Memang orang tua kamu nggak masalah kamu makan di tempat begini?” tanya Fajar penasaran.

Indira langsung menggelengkan kepalanya “Penting enak, kenapa nggak. Uang saku orang tua harus pintar menghemat, nanti kalau ada lebih baru beli yang mahal. Terus kita gimana?”

Fajar tersenyum mendengarnya, gadis dihadapannya ini memang anak yang berasal dari keluarga cukup. Sedikit banyak Fajar tahu bagaimana kehidupannya, tapi tidak menyangka tidak terlalu masalah dengan hal-hal seperti ini. Fajar mengajaknya kesini tadi untuk melihat reaksinya setelah kemarin mengajaknya makan di tempat langganan bersama teman angkatannya dulu.

“Kakak, kita mau kemana?” tanya Indira menggerakkan tangannya dihadapan Fajar.

“Mall atau makan dulu?” tanya Fajar membuat Indira mengerucutkan bibirnya.

“Masuk mall aja dulu.”

Berjalan bersama memasuki mall, berdampingan tanpa mengeluarkan suara sama sekali. Beberapa kali Fajar melihat dari sudut matanya ekspresi wajah Indira yang sudah mulai pucat, menghembuskan nafas panjang dengan memegang tangannya yang membuat langkah Indira berhenti karena terkejut.

“Sorry, aku kira kamu...”

“Aku nggak papa kok, kak. Tenang aja.” Indira tersenyum tipis pada Fajar.

Berjalan kembali, kali ini Fajar hanya diam dan tidak berusaha untuk menggenggam tangannya. Memasuki mall yang seketika hembusan nafas panjang dikeluarkan Indira, Fajar menatap bingung dengan apa yang dilakukannya. Tidak membuka suaranya dengan melanjutkan langkahnya mengikuti Indira yang berjalan disampingnya, langkah Indira berhenti yang lagi-lagi membuat Fajar mengerutkan keningnya.

“Kita ke food court aja, aku mau bicara sama kakak.”

“Bicara apa?”

Indira tidak menjawab, menggenggam tangan Fajar untuk mengikuti dirinya. Melihat tangan mereka yang saling bertautan seketika membuat jantung Fajar berdetak kencang, selama ini tidak ada wanita yang bisa membuatnya berdetak. Mereka sampai di foodcourt dan langsung memesan minuman, duduk berhadapan yang membuat Fajar seketika tidak nyaman sama sekali pasalnya Indira memberikan tatapan penuh selidik.

“Kenapa kakak nggak berangkat?” tanya Indira langsung.

“Berangkat, nanti malam.”

“Aku boleh ikut?”

Fajar membelalakkan matanya mendengar kata-kata Indira “Kamu bilang apa nanti sama orang tuamu?”

“Kakak yang minta ijin.” Indira mengatakan dengan santai membuat Fajar membelalakkan matanya “Terus kenapa kakak nggak berangkat sekarang?”

“Kamu tu sebenarnya mau apa?” tanya Fajar setelah berhasil menenangkan dirinya “Mau ikut aku ke acara?” Indira menganggukkan kepalanya “Kamu nggak masalah jadi bahan gosip?” Indira langsung terdiam “Orang tuamu nggak akan setuju.”

“Terus kenapa kakak nggak berangkat sama mereka? Nanti mau berangkat sama siapa?”

“Aku berangkat sama Awang dan Nathali, nanti aku kenalkan sama Nathali. Kenapa aku nggak berangkat sama mereka karena...aku mau kencan.”

“Oo...kalau kencan kenapa ngajak aku keluar? Harusnya kakak...”

“Kencannya sama kamu, secara kita udah resmi pacaran. Kamu nggak lupa kan sama hukuman itu? Hukumannya sudah hilang, tapi jadi pacar tetap berlaku. Jadi sekarang ini kita lagi kencan, sayang.”

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Unexpected Feeling    Pasangan Tepat

    "Papa belum datang, ma?"Indira menggelengkan kepalanya saat melihat Yudo keluar dari kamarnya dengan mengalihkan pandangan kearah jam yang terpasang di dinding "Satu jam lagi mungkin, sudah kangen?"Yudo menganggukkan kepalanya berjalan mendekati Indira "Papa katanya mau kasih buku baru kalau Yudo nurut omongan mama dan bisa bantu jagain Naila.""Mama sudah bilang sama papa kalau Mas Yudo sudah jadi anak yang baik. Sekarang Mas Yudo harus siap-siap, papa mau ajak makan diluar." Indira memilih meminta Yudo untuk bersiap sedangkan dirinya bersama Naila dengan merapikan penampilan.Indira melihat bibi dengan tas untuk keperluan Naila, Fajar mengajak mereka ke cafe dimana konsepnya sudah berubah. Fajar memberikan tempat untuk anak-anak bermain dan juga buku yang bisa dibaca selama disana, buku yang dibaca harus dengan sepengetahuan karyawan cafe.Suara mobil diluar membuat Indira melangkahkan kakinya keluar dan kalah cepat dengan Yudo yang berla

  • Unexpected Feeling    Hasil Kateterisasi

    "Semua akan baik-baik saja, kak." Indira membelai lengan Fajar pelan "Yudo sudah aman sama bibi, kan? Udah minum susunya?" "Adik nggak usah mikir aneh-aneh, fokus kateter aja sekarang." Fajar merapikan anak rambut Indira perlahan.Indira masuk kedalam pelukan Fajar yang memberikan belaian lembut "Aku baik-baik saja."Perawat membawa Indira kedalam ruangan, memberikan ciuman pada seluruh wajahnya sebelum masuk ke ruang operasi. Fajar bersama dengan orang tua mereka berdua, ditemani Ryan dan Rudi. Duduk dengan bersandar pada tembok, beberapa lantunan doa yang diucapkan untuk keselamatan Indira, Fajar tahu jika tidak akan memakan waktu lama tapi proses sampai sadar itu yang membutuhkan waktu lama."Kamu mending kerja aja," ucap Ahmad menepuk bahu Fajar pelan "Disini ada kita berempat sama Ryan, nggak baik ijin terus."Fajar menatap jam yang ada di tangan, perkataan mertuanya memang benar dimana waktunya kembali kerja. Fajar meminta ijin sam

  • Unexpected Feeling    Adopsi

    "Aku sih nggak masalah, adik gimana? Yakin?" Fajar bertanya sudah ke berapa kali sebelum memutuskan membawa Yudo ke rumah."Yakin," jawab Indira langsung yang menatap Yudo dalam gendongannya."Kakak kasih nama gih." Indira mengalihkan pandangan kearah Fajar yang hanya diam."Apa ini kode adik siap dengan keputusan apapun nanti setelah keteter?" Fajar bertanya hati-hati tanpa menjawab pertanyaan Indira."Kita lihat nanti, kak. Aku mau fokus sama Yudo dan kateter, tapi kalau kateter siapa yang jaga Yudo?"Fajar mengacak rambut Indira pelan "Kita bicara dulu sama keluarga, tapi orang tua kita pasti akan mendukung apapun keputusan kita nantinya, walaupun memberikan pendapat yang berbeda."Indira menganggukkan kepalanya "Kakak setuju adopsi Yudo, kan?" meletakkan Yudo di ranjang secara pelan "Soalnya dari tadi nggak kasih nama lengkap buat Yudo, takutnya kakak nggak setuju dan nanti aku yang kesannya ngebet banget tapi kakak lempeng."

  • Unexpected Feeling    Cucu Kesayangan

    "Eyang udah kangen sama kalian berdua, masa harus nunggu ngemis gini."Indira meringis mendengar kata-kata mertuanya, permintaan eyang agar mereka mendatangi rumahnya sama sekali belum bisa terlaksana dan baru memiliki waktu sekarang, lebih tepatnya Fajar memaksa diri untuk mendatanginya bersama tiga orang lainnya."Ryan yakin mau ikut?" suara mertuanya membuyarkan lamunan Indira."Yakin, bu." "Indira jangan dibuat capek, nanti dirumah eyang ada yang bantu jadi jangan nggak enakan disana." Indira memilih menganggukkan kepalanya "Fany, mbaknya dijaga yang benar jangan buat capek.""Indira nggak papa, bu. Nggak usah khawatir. Ibu tenang aja kita akan baik-baik saja nanti di rumah eyang." Indira memeluk mertunya dari samping agar sedikit tenang."Udah semua? Kita berangkat sekarang." Fajar menatap Indira yang menganggukkan kepalanya.Berpamitan pada orang tua Fajar sebelum akhirnya masuk kedalam mobil dengan Fajar sendiri

  • Unexpected Feeling    Kontrasepsi

    "Wanita dengan segala ketakutannya."Lemparan tissue mengenai wajah Awang diikuti dengan tatapan tajam, mengalihkan pandangan kearah lain dimana tampaknya lebih enak dilihat."Wajar takut! Kalian para pria akan mencari alasan ketika nanti selingkuh, sudah punya anak aja masih bisa di selingkuhi apalagi ini nggak ada anak." "Aku nggak gitu, Nat. Kamu nggak percaya sama aku?" Fajar menggelengkan kepalanya mendengar kalimat yang keluar dari bibir sahabatnya, Nathali."Kita nggak pernah tahu ke depan bagaimana, sekarang kamu bilang nggak tapi besok atau besok-besoknya nggak ada jaminan." "Kamu dukung Indira melakukan itu semua? Kalian sudah saling bicara? Kapan? Kenapa kamu nggak kasih tahu aku?" Fajar menatap penuh selidik pada Nathali "Kamu support aku atau Indira sih?""Nggak usah drama! Nggak penting pertanyaanmu itu, memang kalau aku jawab akan membuat kamu nggak cari solusi? Kalau aku cerita terlebih dahulu pastinya kamu deng

  • Unexpected Feeling    Keputusan Berat

    "Operasi?"Keinginan Indira untuk memberikan anak pada Fajar sudah bulat, mendatangi dokter jantung dan kandungan untuk konsultasi, tanpa sepengetahuan Fajar melakukan beberapa kali pemeriksaan bersama dengan mamanya. Indira melakukan itu semua dengan uang tabungan yang dia dapat dari Fajar tiap bulannya, tidak lupa juga dari bantuan kedua orang tuanya."Operasi apa ini? Jantung?" Indira menganggukkan lalu menggelengkan kepalanya "Terus?""Aku ke dokter sama mama buat konsultasi dan melakukan Ecco macam USG jantung itu, kak. Dokter Markus menyarankan untuk kateter buat lihat dimana letak masalahnya, aku masih cari waktu dan mutusin setelah wisuda jadi karena sudah wisuda aku mau lakuin." Indira menjelaskan dengan sangat singkat."Kenapa nggak bilang? Kapan lakuin itu semua? Bukannya kita sibuk menyelesaikan masalah? Adik juga sibuk ngerjain skripsi, terus uang darimana konsultasi?" Fajar memberikan pertanyaan berturut-turut."Belum sempat

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status