Home / Romansa / Unexpected Marriage / 02 - Tawaran Raline

Share

02 - Tawaran Raline

Author: riskandria06
last update Huling Na-update: 2023-01-19 13:24:37

Hampir setengah jam Gara menyetir, tetapi ia belum benar-benar tahu ke mana sebenarnya gadis di sebelahnya itu akan membawanya pergi. Pasalnya, setiap kali Gara bertanya arah, Raline seperti ragu-ragu menjawabnya. Tidak mungkin, kan, Raline lupa dengan alamat rumahnya sendiri?

“Raline, kamu tidak sedang mempermainkan saya, kan? Di mana sebenarnya rumahmu? Katakan sasja alamatnya, agar saya bisa cari di maps,” ujar Gara mulai lelah, dan kini ia menghentikan mobilnya di pinggir jalan.

Seperti biasa, Raline tampak seperti oranag blank. Padahal, bukankah pertanyaan Gara seharusnya sangat mudah untuk ia jawab? Reaksi Raline membuat Gara semakin yakin jika gadis itu sejak tadi memang tidak menunjukkan jalan menuju ke rumahnya dengan benar.

Gara menghela napas panjang. “Apa kamu tidak lihat kalau Cinta mulai mengantuk? Cepat katakan alamatmu, Raline!”

“Papa jangan marahin Mama! Lagi pula rumah Mama kan sama dengan rumah kita. Ayo kita langsung pulang aja, Pa!” sambung Cinta yang sadar namanya mulai dibawa-bawa.

“Cinta sayang, nggak bisa, Nak. Kita harus antar Tante Ral-“

“Iya. Mama juga mau pulang sama Cinta. Ayo kita pulang!” Seruan Raline sontak saja membuat pupil mata Gara melebar. Ia menatap bingung ke arah gadis yang baru saja ia temui itu.

“Iya, Ma. Nanti Raline mau tidur siang ditemani Mama. Ayo, Pa, kita pulang sekarang!” rengek Cinta, mulai memukuli lengan ayahnya yang belum juga menyalakan kembali mesin mobilnya.

“Raline, saya tidak tahu apa sebenarnya yang ada di pikiran kamu,” ucap Gara.

“Pokoknya bawa saya pulang ke rumah Bapak dulu aja! Nanti saya jelaskan kalau sudah ada di sana. Lagi pula, Bapak berhutang janji juga, kan, sama saya?” balas Raline sambil melirik Cinta yang masih menatapnya dengan mata berbinar.

Gara melihat putri semata wayangnya yang masih duduk anteng di pangkuan Raline. Tampaknya, Cinta pun belum berniat berpisah dengan Raline.

“Kamu yakin mau ke rumah saya?” tanya Gara sekali lagi, untuk memastikan.

Raline menganggukkan kepalanya mantab. “Nanti saya jelaskan di rumah Bapak, kalau Cinta sudah tidur. Pokoknya sekarang kita jalan aja dulu!”

Gara menghela napas panjang. Ia tidak bisa mengelak. Lagi pula ia juga tidak ada alasan untuk menolak niat Raline untuk bertamu di kediamannya. Gara pun mulai menyalakan kembali mobilnya, dan mereka pun segera melanjutkan perjalanan ke rumah pria itu.

Setelah menempuh perjalanan sekitar dua puluh menit, akhirnya mereka sampai di halaman sebuah rumah yang cukup megah yang didominasi warna putih dan cokelat. Raline menatap kagum rumah itu. Memang, dari mobil yang ia tumpangi pun ia tahu jika Gara bukanlah orang sembarangan. Namun ia masih tidak menyangka jika ternyata Gara masih jauh lebih kaya dari yang ia kira.

“Serius ini rumah Bapak?”

“Bukan. Ini rumah majikan saya,” jawab Gara.

Raline mendelik. Apa ia tidak salah dengar? Tapi, kelihatannya Gara memang berasal dari kalangan berada. “Jadi Bapak-“

“Kamu percaya? Astaga bisa-bisanya. Iya, ini rumah saya. Ayo turun!” ajak Gara.

Raline hendak turun. Namun, ia merasa kesulitan karena Cinta yang kini tertidur di pangkuannya. Jangankan untuk turun, bergerak saja rasanya ia susah. Haruskah ia bangunkan Cinta lebih dulu? Namun, ia tidak tega. Sebab sejak di perjalanan tadi Cinta memang tampak sangat mengantuk.

Raline terkejut saat melihat pintu di sebelahnya tiba-tiba terbuka. Kemudian, kepala Gara menyembul masuk dengan kedua lengan siap membopong Cinta yang masih terlelap di atas pangkuan Raline. Dengan sigap, Raline pun membantu Gara mempermudah pria itu mengambil alih Cinta darinya. Berhasil meraih Cinta, Gara kembali menegakkan tubuhnya.

“Ayo turun dan bantu saya buka pintunya!” ajaknya. Raline mengangguk, kemudian dengan segera ia pun turun dan menyusul Gara dengan langkah terburu-buru. Sampai di depan pintu utama, Raline pun mendahului Gara untuk membukakan pintu itu. Namun, setelah Gara berjalan melewatinya, Raline malah terdiam. Ia mendadak ragu untuk masuk ke rumah itu begitu saja. Akhirnya, ia pun menunggu dengan berdiri di depan pintu, hingga Gara kembali menghampirinya setelah membawa Cinta ke kamarnya.

“Kenapa masih di situ? Ayo masuk!” suruh Gara. Lelaki itu berjalan ke arah sofa, lalu duduk di sana.

“Bapak sudah pulang? Eh, ada tamu. Mau minum apa, Non? Biar Bibi buatkan,” ujar seorang wanita paruh baya yang baru saja datang dari arah dapur.

“Eh?” Seketika, Raline menjadi kikuk. Ia memperbaiki posisi duduknya beberapa kali sambil menatap Gara.

“Kamu mau minum apa?” tanya Gara.

“Ng- nggak usah,” tolak Raline, membuat Gara menyeritkan alisnya.

“Kamu suka jus strawberi?” tanya Gara. Kemudian, Raline pun mengangguk.

“Buatkan itu saja, Bi!” pinta Gara.

Raline menelan salivanya dengan susah payah. Setelah asisten rumah tangga Gar aitu pergi, Raline jadi bingung harus melakukan apa. Sebenarnya, di dalam kepalanya ada sebuah ide gila yang muncul saat ia berada dalam perjalanan menuju ke sini tadi. Namun, ia ragu mengungkapkannya setelah ia tahu latar belakang Gara sejauh ini.

“Soal kamu yang tiba-tiba ingin mampir ke sini, ada apa?” tanya Gara.

“Memang nggak boleh, ya, Pak?”

“Bukan nggak boleh. Saya cuma tanya alasan kamu, kan? Lagi pula kamu sudah janji akan menjelaskannya tadi,” ralat Gara.

Raline mengepalkan kedua tangannya yang kini berada di atas pangkuannya. Ia menunduk, dan menghela napas panjang beberapa kali.

“Raline, ada apa?” tegur Gara. Ia tidak tahu kalau pertanyaannya akan sesulit ini bagi Raline untuk menjawabnya. “Apa pertanyaan saya membuat kamu tidak nyaman? Kalau begitu, saya minta-“

“Tidak kok, Pak. Hanya saja saya sedikit ragu untuk mengatakannya sekarang. Saya …” Raline menggantungkan kalimatnya, menatap Gara ragu.

“Apa kamu perlu bantuan dari saya? Kalau begitu, katakan saja!”

“Dari pada bantuan, saya lebih suka menyebut ini dengan kerja sama tadinya. Tapi, melihat Anda yang seperti ini, saya jadi ragu,” ucap Raline.

Gara menatap Raline dengan penuh selidik. Ia sama sekali tidak bisa membaca apa yang sebenarnya Raline pikirkan saat ini. Namun, ia merasa sepertinya itu memang cukup rumit.

“Bisakah kamu mempermudahnya, Raline? Katakan saja apa yang ada di dalam kepalamu saat ini, dan sisanya, kita bisa bahas bersama nanti!”

Raline tampak semakin gugup. Namun, lama kelamaan gadis itu sadar jika ia tidak punya banyak waktu, dan harus segera mengatakannya sekarang juga.

‘Persetan dia mau menganggapku gila atau apa. Tapi, kalau aku tidak mengatakannya, maka aku tidak akan pernah tahu pendapatnya, kan? Siapa tahu saja dia mau bekerja sama, mengingat sepertinya dia juga butuh,’ batin Raline.

“Jadi?”

“Pak, bagaimana kalau kita pura-pura berpacaran?” tanya Raline dalam satu tarikan napas.

Hening …

Seketika suasana menjadi hening, hingga asisten rumah tangga Gara kembali dengan membawa nampan berisi makanan dan minuman di atasnya.

“Silakan diminum, Non!” ujarnya.

“I- iya. Terima kasih,” ungkap Raline.

Raline menatap siaga ke arah Gara yang masih menatapnya tajam. Laki-laki itu belum juga buka suara, bahkan setelah mereka hanya berdua di ruangan ini. Hal itu membuat Raline semakin salah tingkah. Apa sebaiknya ia langsung berpamitan saja sekarang? Namun bahkan minumannya saja masih utuh. Rasanya sangat tidak sopan jika ia pergi begitu saja sebelum ia menikmati hidangan yang disajikan untuknya.

“Pak, saya haus. Saya minum dulu, ya, jusnya,” ujar Raline, setelah ia berusaha memberanikan dirinya. Setelah itu, ia pun memberanikan diri untuk meraih segelas jus di atas meja dan meminumnya.

Baru saja Raline meletakkan gelas itu kembali ke atas meja, terdengar suara kekehan yang membuat Raline sontak mendongak hingga tatapannya bertemu dengan manik gelap pria di hadapannya.

“Muka saya cemong, ya, Pak? Kok Bapak tiba-tiba ketawa?” heran Raline. Ia segera mengelap sekeliling mulutnya, takut-takut ada noda jus stroberi yang tertinggal di sana.

“Tidak. Saya hanya merasa benar-benar bodoh karena tidak bisa menebak apa yang ada di otak kamu sekarang,” ujar Gara. Setelah sekian lama Raline menunggu, akhirnya Gara mau mulai kembali bicara.

“Maksud Bapak? Bapak mau menebak apa?”

“Ucapan kamu sebelumnya. Soal kamu yang ingin kita berpura-pura pacarana. Saya sama sekali tidak mengerti apa yang sebenarnya ada dalam otak kamu sampai kamu bisa tiba-tiba membicarakan itu,” terang Gara.

“Saya serius, Pak. Saya mengatakan hal ini bukan tanpa alasan. Tapi, saya memang punya alasan yang jelas, dan menurut saya, kita sama-sama bisa diuntungkan dengan hal ini.”

“Oh ya? Lalu apa untungnya bagi saya?” tanya Gara penasaran.

“Cinta … dia butuh figure seorang ibu, kan? Saya bisa bantu Bapak merawat Cinta, berpura-pura menjadi ibunya sampai kita bisa menjelaskan padanya tentang kebenarannya. Dengan begitu, Cinta pasti akan sangat senang, dan Anda bisa merasa terbantu dalam mengurus Cinta,” ucap Raline.

“Kamu mau tinggal di sini?”

“Apa? Tidak. Maksud saya, saya bisa ke sini setiap hari kalau itu memang perlu. Saya bisa bantu antar-jemput Cinta sekolah, menemani dia bermain, mengajaknya makan di luar, lalu-“

“Kalau begitu, kenapa kamu tidak mendaftar menjadi pengasuh Cinta saja? Bukankah dengan begitu kamu justru bisa mendapat gaji dari saya?” potong Gara.

Raline menghela napas panjang, berusaha menguatkan kembali mentalnya untuk melanjutkan penjelasannya tentang motifnya ingin berpura-pura menjalin hubungan dengan Gara.

“Pak, saya memang suka dengan uang. Tapi, dibandingkan dengan uang, ada sesuatu yang jauh lebih penting bagi saya sekarang. Dan itulah yang menjadi alasan saya menawarkan kerjasama ini dengan Bapak,” ucap Raline.

“Apa itu?”

“Saya harus menunjukkan pada orangtua saya kalau saya sudah punya orang yang saya cintai, jadi saya bisa membatalkan perjodohan yang mereka atur,” jawab Raline. Raline menatap Gara dengan tatapan memelas. Di matanya, hanya Gara yang bisa membantunya saat ini.

Namun, mengingat siapa Naga, Raline kembali merasa ragu untuk melanjutkan rencananya. Tampaknya orangtuanya juga tidak akan percaya kalau orang seperti Gara bisa jatuh cinta padad Raline. Lagi pula, dengan kondisi finansial dan paras Gara yang seperti itu, rasanya tidak mungkin laki-laki itu masih single. Mereka baru kenal hari ini. Pasti ada banyak hal yang belum Raline ketahui dari laki-laki itu, termasuk soal urusan asmaranya. Memang, Gara duda. Tapi, bukan berarti laki-laki itu sekarang tidak punya kekasih, kan?

Raline menghela napas panjang sebelum kembali buka suara, “tapi, itu cuma apa yang sempat saya pikirkan selama di jalan tadi, kok, Pak. Kalau sekarang, saya tahu kalau rencana itu sepertinya memang terlalu gila untuk kita realisasikan. Hm … sepertinya sudah terlalu lama saya di sini. Kalau begitu, saya pamit saja, ya, Pak.”

Raline segera bangkit dari duduknya. Namun, belum sempat ia melangkahkan kakinya, terdengar suara dari pria di hadapannya yang membuatnya mau tidak mau harus menunda kepergiannya. “Oke. Kalau begitu, ayo kita jalankan rencana kamu itu. Jadi, mulai sekarang, kamu adalah kekasih pura-pura saya, kan?”

DUAARRRR

Raline sama sekali tidak memprediksi hal seperti ini akan terjadi. Sejak beberapa menit yang lalu, ia seolah yakin jika Gara akan langsung menolak tawaran kerjasama itu. Namun, apa-apaan ini?

***

Bersambung ...

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • Unexpected Marriage   20 - Serba Salah

    Raline berencana bangun lebih pagi. Saking kepikirannya, ia bahkan sampai tidak bisa benar-benar lelap dalam tidurnya. Tidur Raline mudah terusik. Begitu pun saat ia merasakan gerakan kecil dari sampingnya. Sebuah tangan terasa mendekapnya begitu erat selama beberapa detik, sebelum terlepas dan berganti menyentuh bagian-bagian wajah Raline. Saat Raline membuka matanya, hal pertama yang ia lihat adalah senyum Cinta. Gadis kecil itu masih tampak pucat, meski sudah tidak sepucat kemarin. Namun, ada yang aneh dengan gadis cilik itu. "Mama sudah bangun? Cinta gangguin Mama, ya? Maaf, ya, Ma," ungkap Cinta sambil kembali mendekap Raline. Saat Cinta kembali memeluknya, Raline merasa semakin yakin jika ada yang tidak beres dengan anak sambungnya itu. Raline segera mengurai pelukan Cinta dan memeriksanya. Ia tempelkan punggung tangannya ke kening Cinta. Dan benar saja ... "Cinta, kamu demam?" heboh Raline. Ia langsung menarik dirinya paksa untuk duduk. Ia memastikan sekali lagi suhu keni

  • Unexpected Marriage   19 - Disalahkan

    Untuk mengusir rasa bosan, Raline membantu asisten rumah tangganya menyiapkan makan malam. Ia juga ikut menatanya di atas meja makan. Hingga saat Raline terlalu fokus dengan barang bawaannya, ia nyaris saja bertabrakan dengan seselorang. Raline mendongak lalu mundur satu langkah saat melihat kuah semur yang ia bawa nyaris saja mengenai Gara. Andai itu terjadi, Raline yakin, masalahnya dengan Gara pasti akan menjadi semakin runyam. "Ah iya. Ini makan malamnya sudah siap. Mas tunggu di meja makan saja! Oh iya. Cinta mana?" Gadis itu berusaha bersikap biasa saja. "Cinta di kamar. Aku ke sini cuma mau ambilin makan dan obat buat dia,'' jawab Gara seperlunya. Melihat Raline yang terlalu lama mengambilkan apa yang Gara buruhkan, lelaki itu pun segera mengambil inisiatif untuk mengambil alih makanan yang Raline pegang. "Mas, tunggu! Lebih baik Mas makan saja. Biar makanan dan obat Cinta aku yang urus," Raline dengan begitu tulus. "Tidak perlu. Aku masih bisa mengurusnya sendiri kok,"

  • Unexpected Marriage   18 - Permasalahan Pertama

    Tiga hari berlalu pasca pernikahan Raline dengan Gara. Namun, semua masih terasa sama. Gara masih terkesan dingin pada Raline. Bahkan Raline merasa seolah Gara enggan menganggap keberadaannya. Saat ini, Raline masih mengerjakan tugas-tugas kantornya. Pekerjaannya cukup banyak karena memang kesibukan Gara di kantor sedang meningkat. Namun, waktu menunjukkan pukul setengah empat sore. Yang artinya sudah akan memasuki jam pulang kantor. "Tinggalkan saja pekerjaannya! Prioritas kamu sekarang kan ngurusin Cinta," ucap Gara. "Iya, sebentar lagi ini selesai kok. Lagi bantu merapikan bahan meeting besok soalnya," balas Raline. "Tinggal saja! Nanti Cinta nyariin," Gara memaksa. "Sebentar. Paling lima belas sampai dua puluh menit lagi selesai kok." Dan Raline masih kekeuh ingin menyelesaikan pekerjaannya dulu. Saking fokusnya Raline pada pekerjaannya, gadis itu sampai tidak sadar jika bos sekaligus suaminya itu sudah beberapa kali menghela napas panjang. "Raline, kamu masih ingin bekerj

  • Unexpected Marriage   17 - Terluka di Hari Pertama

    Pukul sembilan malam, Raline, Gara dan Cinta telah sampai di rumah. Beberapa kali Cinta mengucek matanya sambil menguap - menandakan jika anak itu sudah mengantuk. "Mama," panggil Cinta. "Ya, Cinta? Mau Mama yang nemenin kamu gosok gigi sama cuci muka?" tawar Raline. Cinta mengangguk dengan raut wajah yang sangat lucu. "Tapi Cinta juga mau tidur sama Mama, dikelonin Mama," pinta Cinta. Raline refleks menoleh ke arah Gara, seolah meminta persetujuan. Sebenarnya, Raline tidak keberatan tidur di mana saja malam ini. Entah bersama Gara atau pun Cinta, bagi Raline sama saja selagi ia masih bisa tidur untuk mengusir rasa lelahnya. Namun, biar bagaimana pun Gara adalah suaminya. Raline perlu meminta pendapat pria itu walau sekadar hanya untuk formalitas. "Ya udah sana! Cinta boleh tidur sama Mama. Tapi janji, ya, besok pagi jangan susah bangunnya!" pesan Gara. Raline tersenyum mendengarnya. Ia juga sebenarnya lebih senang jika ia tidur bersama Cinta. Karena rasanya pasti sangat cang

  • Unexpected Marriage   16 - SAH! (Hari Pernikahan)

    16. SAH! (Hari Pernikahan)Raline menghela napas panjang berkali-kali. Ternyata benar. Semakin mendekati hari pernikahan, maka ujian yang datang akan semakin berat. Hari itu telah tiba, dan Raline tak bisa menghindarinya. Pagi ini, ia sudah didandani sedemikian rupa untuk acara pesta pernikahannya. "Mama cantik banget!" seru Cinta yang baru saja datang. Anak itu mengenakan pakaian berwarna pink pastel yang cantik. Cinta sendiri yang memilih model tersebut saat mereka datang ke butik Bu Almira. "Anak Mama juga cantik. Yang ngehias rambutnya siapa, sayang?" tanya Raline melihat rambut anak tirinya yang sudah ditata bak seorang princess negeri dongeng. "Oma," jawab Cinta dengan senyum lebar di bibirnya. Tak lama, Bu Almira muncul. Dia memberitahukan jika pestanya akan segera dimulai sebentar lagi. Maka dari itu, dia datang untuk menjemput Raline dan Cinta. Sebelumnya, Raline sudah berpesan agar pesta pernikahan dilangsungkan secara sederhana saja. Sebab ia bukanlah tipe orang yang

  • Unexpected Marriage   15 - Suasana Hati yang Buruk

    Raline sering uring-uringan akhir-akhir ini. Sebab, ia tidak menyangka jika keluarganya dan Gara akan merencanakan pernikahan secepat ini. Raline pikir, pernikahan mereka mungkin akan digelar setidaknya enam bulan lagi. Namun, ternyata jauh dari itu – Gara meminta pernikahan mereka dilaksanakan dua bulan lagi, dan gilanya hal itu disetujui oleh semua orang kecuali Raline. Tentu, Raline kalah suara. Akhirnya ia pun hanya bisa pasrah menerima keputusan itu.Tidak banyak yang berubah dengan hubungan Raline dan Gara selama satu setengah bulan terakhir. Gara masih sibuk dengan urusan kantor sekaligus sesekali meluangkan waktunya untuk menyiapkan pernikahannya dengan Raline. Sedangkan Raline masih berusaha menyesuaikan diri dengan kesibukan barunya sebagai ‘pengasuh’ Cinta sekaligus pekerja kantoran.Waktu menunjukkan pukul dua siang. Raline masih setia menunggu Gara di ruang kerjanya. Pria itu belum kembali juga sejak jam makan siang tadi. Yang Raline tahu, Gara pergi bersama sekretarisnya

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status